Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fariz Alnizar*
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERITA harian Kompas edisi 1 Maret 2020 bertajuk “Semarak Malam Minggu di BNI Java Jazz Festival 2020” berhasil menarik perhatian saya. Bukan karena acara keren tahunan itu, melainkan frasa "malam Minggu" yang ada di hulu berita. Malam Minggu? Hari apa itu gerangan?
Saya membolak-balik halaman surat kabar itu, mencoba meneruskan membaca berita. Tapi frasa tersebut benar-benar membuat saya penasaran. Saya mencoba mencari informasi dan penjelasan. Pencarian itu berujung pada sebuah penjelasan dari Bambang Kuswati Purwo dalam buku Deiksis dalam Bahasa Indonesia (1984). Begini ia menulis syarah: “Kata malam yang dirangkaikan dan diletakkan di sebelah kiri nama hari yang disebutkan, berarti malam hari sebelum hari itu. Misalnya malam Minggu berarti malam hari menjelang hari Minggu (masih hari Sabtu). Apabila kata malam diletakkan setelah nama suatu hari tertentu, yang dimaksudkan adalah malam hari pada hari itu; Minggu malam adalah malam hari pada hari Minggu.”
Penjelasan tersebut memberi kesimpulan bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan frasa malam Minggu adalah Sabtu malam. Lalu mengapa tidak disebut sebagai Sabtu malam saja? Mengapa harus memakai istilah malam Minggu? Senyampang itu, apakah yang disebut malam hari dalam tradisi kita? Sebab, kalau memang faktanya adalah Sabtu malam, sudah semestinya ia tidak disebut sebagai malam Minggu karena faktanya masih hari Sabtu.
Saya menduga tradisi yang melahirkan frasa malam Minggu ini diilhami oleh sistem penanggalan serta tradisi orang Arab-Islam dan Jawa. Keduanya menggunakan sistem penanggalan bulan. Batas hari dalam tradisi penggalan bulan adalah terbenamnya matahari.
Ketika matahari terbenam pada hari itu, misalnya hari Sabtu, bagi tradisi Jawa hal tersebut sudah masuk hari Ahad atau hari Minggu. Pun demikian dengan orang Arab. Ketika matahari terbenam pada hari Kamis, hari itu juga sudah dinamakan hari Jumat. Atas dasar itu, dalam tradisi Islam ada istilah malam Jumat. Faktanya, kalau dalam bahasa Indonesia atau tradisi Indonesia itu disebut sebagai Kamis malam. Sebab, pergantian hari di Indonesia terhitung mulai pukul 12 malam.
Alasan ini makin kukuh dengan sokongan argumen definisi malam yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Di sana entri malam diartikan sebagai waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit. Dengan mengikuti definisi ini, semestinya istilah malam Minggu itu tidak ada. Sebab, malam hari ketika matahari terbenam pada hari Sabtu disebut sebagai Sabtu malam.
Uniknya, setelah dicermati lebih jauh, memang tradisi penamaan hari di Indonesia sedikit membingungkan. Sebab, ada dua mazhab yang dianut dalam menamakan hari, yaitu Arab-Islam dan Latin. Satu-satunya hari yang menggunakan nama Latin adalah hari Minggu dari kata Domingo. Dalam bahasa Portugis, lema Domingo berarti Tuhan.
Alif Danya Munsyi (2003) mencatat, sebelum Portugis datang, orang Nusantara menyebut Minggu dengan Ahad. Saban hari Ahad bangsa Portugis bersembahyang. Mereka menyebut hari itu sebagai “hari untuk Domingo”, yang artinya hari untuk Tuhan. Sejak saat itulah bahasa kita mengenal Minggu dan menyebutnya untuk mengganti Ahad.
Jika kita mengikuti tradisi Arab-Islam dalam menamakan hari, sebetulnya awal pekan dimulai pada hari Ahad. Konsepnya: hari pertama adalah Ahad (Ahad), hari kedua Senin (Itsnain), hari ketiga Selasa (Tsulātsa), hari keempat Rabu (Arbi’a), hari kelima Kamis (Khamīs), lalu dipuncaki dengan berkumpul pada hari Jumat membicarakan apa saja yang telah dilakukan sejak Ahad sampai Kamis. Semuanya dibicarakan seusai salat Jumat (artinya berkumpul atau kumpulan). Baru kemudian liburnya pada hari Sabtu. Dalam konsep ini, hari Ahad adalah awal pekan.
Tradisi ini menjadi terkikis karena hari Ahad diganti menjadi hari Minggu. Maka awal pekan dalam tradisi kita hari ini sama dengan awal pekan dalam tradisi orang Barat, yaitu hari Senin. Padahal Senin dalam konsep penamaan hari dalam tradisi Arab itu hari kedua. Hari pertamanya adalah Ahad.
Walakin, unik dan menariknya, KBBI justru mengartikan Ahad sebagai hari pertama dalam jangka waktu satu minggu. Sementara itu, pada saat bersamaan kita mengenal istilah akhir pekan yang menempatkan Ahad sebagai hari pungkasan.
Wabakdu, harus ditegaskan kembali bahwa jika kita konsisten menggunakan pedoman tradisi penamaan hari yang kita anut, konsep malam Minggu itu seharusnya tidak ada. Itu mitos dan takhayul semata. Terlebih bagi yang tidak punya atau belum memiliki pasangan (jomlo), itu “sangat mitos sekali”.
*) PENGAJAR LINGUISTIK UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo