Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI negeri miskin, sektor politik dan pemerintahan pasti lemah. Ekonominya bergantung pada pasar luar negeri. Korupsi meluas dan mengakar. Roda pertumbuhan ekonomi sering macet, dan pembangunan berlangsung timpang. Pemerintah menyelewengkan tenaga kerja dan modal dari upaya produktif ke pasar jual-beli jasa.
"Pengawasan terhadap lembaga keuangan biasanya lemah, sedangkan kebijakan ekonomi dan pelaksanaannya tidak transparan," ujar Michael Johnston dalam makalahnya di Konferensi Corruption and Integrity Improvement Initiatives in Developing Countries, Paris 24-25 Oktober 1997. "Politik perpajakan tidak jelas, dan pembelanjaannya serba gelap." Maka, tidak muncul kekuatan pasar yang wajar, atau persaingan politik yang sehat.
Pagar Makan Tanaman
Pejabat bea-cukai yang gajinya kecil, kewenangannya besar, dan keahliannya rendah merupakan titik rawan korupsi. Aparat keamanan dan penegak hukum yang bertugas mengamankan perbatasan pun akan korup bila atasannya turut serta dalam jaringan korupsi yang rapi. Suap-menyuap dalam keadaan demikian bersifat kolektif, hasilnya terbagi rata.
Penyelundupan barang atau dana, penebangan atau penambangan liar yang tidak hanya dilarang tapi juga melebihi jumlah yang dibolehkan, semuanya berlangsung di depan mata pejabat yang bertugas mencegahnya. Semua pihak menjadi peserta. Yang tidak mau turut diancam dan dikucilkan.
Gaji birokrasi tidak cukup untuk hidup. Para pegawai negeri rendahan mencari nafkah dengan berdagang kecil-kecilan di luar kantor. Para pejabat yang punya kuasa memutuskan memasang tarif untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan kekuasaannya. Curi-mencuri sudah jadi kebiasaan. Etika pengabdian masyarakat mengalami demoralisasi berat. Organisasi birokrasi jadi kacau.
Kebobrokan birokrasi menjalar ke dunia peradilan dan aparat hukum. Masuk-keluar penjara bisa dibeli. Harga putusan hakim sesuai dengan jumlah yang disengketakan. Corak dan isi berita-acara polisi bisa diatur.
Bongkar-Pasang Pejabat
Pemerintah yang main copot-ganti pejabat menciptakan suasana yang serba tidak pasti. Keadaan seperti itu sama saja dengan situasi ketika elite bercokol tanpa tantangan ataupun saingan. Para pejabat yang tak tahu nasib hari depannya akan bermental mumpung dan mencuri sebanyak mungkin dalam waktu sesingkat mungkin.
Serobot Hak Milik
Hak milik tak terlindungi. Pemilik tanah dengan bukti sempurna menurut hukum dapat dikalahkan oleh penyerobot ataupun penggugat yang menyogok hakim di pengadilan. Nasib serupa menimpa pengusaha yang membuat perjanjian. Mereka juga tidak dilindungi oleh hukum.
Maka, bagi para penanam modal hanya tersedia tiga jalan keluar: mengeruk laba secepat mungkin lalu hengkang, menjual perusahaannya dengan harga obral lalu cepat-cepat lari, atau turut dalam kegiatan sogok-menyogok sambil menyimpan dana di luar negeri.
Korupsi di negeri seperti itu tidak hanya berlangsung secara "sistematis", melainkan menjalar luas meresapi setiap aspek kegiatan masyarakat. Korupsi semacam itu disebut "sistemis".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo