Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Kota Lestari untuk Asian Games

Tahun depan, Jakarta menjadi tuan rumah Asian Games. Asian Games pertama juga digelar di kota ini pada 1962 dan merupakan bagian dari pembangunan bangsa dan karakter negara yang masih muda. Dengan anggaran penyelenggaraan yang besar, acara akbar tersebut akan meninggalkan warisan bangunan yang mampu mengubah wajah kota (dan negara). Salah satu warisan Asian Games 1962 adalah Gelora Bung Karno (GBK).

8 Maret 2018 | 06.30 WIB

Papan hitung mundur (count Down) pelaksanaan Asean Games terpasang di Bundaran Hotel Indonesia - Jakarta, 16 Agustus 2017. Asean Games akan dilaksanakan pada 18 Agustus sampai 2 September 2018 di Palembang dan Jakarta. TEMPO/Amston Probel
Perbesar
Papan hitung mundur (count Down) pelaksanaan Asean Games terpasang di Bundaran Hotel Indonesia - Jakarta, 16 Agustus 2017. Asean Games akan dilaksanakan pada 18 Agustus sampai 2 September 2018 di Palembang dan Jakarta. TEMPO/Amston Probel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Tahun depan, Jakarta menjadi tuan rumah Asian Games. Asian Games pertama juga digelar di kota ini pada 1962 dan merupakan bagian dari pembangunan bangsa dan karakter negara yang masih muda. Dengan anggaran penyelenggaraan yang besar, acara akbar tersebut akan meninggalkan warisan bangunan yang mampu mengubah wajah kota (dan negara). Salah satu warisan Asian Games 1962 adalah Gelora Bung Karno (GBK).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Tapi acara akbar serupa di negara lain bisa mendorong perubahan fundamental dalam pembangunan perkotaan. Sydney terpilih menjadi tuan rumah Olimpiade 2000 karena proposal mereka, yang untuk pertama kalinya, menjadikan isu kelestarian lingkungan hidup sebagai aspek utama. Komitmen itu membuat Olimpiade Sydney disebut sebagai Green Games. Kota tersebut membangun kompleks Olimpiade di Homebush Bay, lahan bekas industri berat dan pembuangan sampah. Pasca-remediasi besar-besaran untuk mengembalikan fungsi ekologisnya, lahan tercemar tersebut berubah menjadi taman, rawa, dan hutan bakau seluas hampir 500 hektare.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun ada juga acara serupa yang berdampak negatif. Olimpiade Athena kerap dituduh memperburuk ekonomi Yunani. Olimpiade Beijing mempercepat penghancuran hutong (permukiman tradisional tua) di Beijing. Bahkan Olimpiade Rio menyebabkan penggusuran terbesar sepanjang sejarah kota itu dengan total korban 6.000 keluarga.

Lalu, apa warisan yang bisa kita harapkan dari Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang? Asian Games akan mengubah wajah kedua kota. Sampai akhir 2017, 77 persen dari total 23,4 kilometer jalur kereta api ringan (LRT) Palembang sudah dibangun. Namun pembangunan LRT ternyata juga mendorong pembangunan di titik-titik stasiun yang akhirnya berimbas pada penghancuran cagar budaya Pasar Cinde.

Bisa jadi lokasi LRT Jakarta untuk Asian Games tidak sestrategis Palembang, yaitu antara Velodrome dan Kelapa Gading yang hanya sepanjang 5,8 kilometer. Namun proses konstruksinya yang berbarengan dengan pembangunan salah satu dari enam ruas jalan tol dalam kota telah memperburuk kondisi Kelapa Gading. Bahkan, pada 22 Februari lalu, ada bagian yang ambruk dan melukai lima orang.

Megahnya hasil renovasi GBK tentu membanggakan. Namun kemegahan itu tidak bisa menutupi praktik buruk dalam pemanfaatan ruang. Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat telah meneken peraturan gubernur yang mengatur penataan kawasan itu untuk Asian Games. Yang mengejutkan, peraturan tersebut mengubah peruntukan dan intensitas kawasan, misalnya yang terjadi pada Parkir Timur Senayan dari Sub-Zona Jalur Hijau menjadi Sub-Zona Prasarana Rekreasi dan Olahraga. Perubahan ini melanggar peraturan daerah mengenai tata ruang DKI. Tapi kini di lokasi itu sedang dibangun gedung parkir dan kafe tanpa kejelasan izin mendirikan bangunan.

Selain itu, kurang dari enam bulan menjelang pembukaan Asian Games, masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai. Belum ada, misalnya, kejelasan manajemen lalu lintas selama Asian Games di kota yang sempat disebut sebagai kota termacet ketiga di dunia ini. Yang muncul malah wacana libur sekolah saat acara. Belum terlihat peningkatan kapasitas halte Transjakarta di sekitar tempat acara. Yang ada malah pemasangan stiker. Wakil Gubernur DKI malah bertolak ke Tokyo untuk mempelajari persiapan Olimpiade 2020.

Sesungguhnya Jakarta masih bisa membangun citra positif dan mewariskan perubahan yang baik, seperti halnya Sydney atau Vancouver. Berbeda dengan Beijing yang ingin menaikkan reputasi nasional, Vancouver justru memanfaatkan Olimpiade sebagai katalis pembentukan kota lestari dan inklusif. Olimpiade Vancouver melahirkan perayaan ruang publik tepi air dan mengingatkan publik akan pentingnya transportasi umum dan festival sebagai tempat berkumpul warga kota.

Dengan waktu dan anggaran tersisa, Jakarta sebaiknya memetik pelajaran dari Vancouver. Asian Games menjadi kesempatan untuk membentuk kota. Pembersihan dan revitalisasi Danau Sunter, misalnya, berpeluang menciptakan ruang publik yang sehat dan inklusif sekaligus mendekatkan warga Jakarta dengan air dan lingkungan.

Alih-alih meliburkan sekolah, Jakarta bisa melakukan hal radikal, yaitu manajemen lalu lintas yang memprioritaskan transportasi umum dan non-sepeda motor. Sebagai gantinya, perbanyak dan perlancar segenap transportasi umum (jika perlu gratiskan) serta fasilitas pejalan kaki dan pengendara sepeda di area sekitar acara. Bayangkan, Car Free Day di berbagai ruas jalan selama dua pekan Asian Games bisa menjadi ajang kampanye terstruktur, dari perubahan iklim dan pengurangan polusi hingga transportasi publik, jalan kaki, dan bersepeda. Di sini, warga Jakarta bisa diajak membayangkan masa depan yang sehat dan lestari.

Apabila Asian Games 2018 berlalu hanya dengan memusatkan pada kegiatan olahraga tanpa memanfaatkan kesempatan ini untuk mengubah perilaku masyarakat, Jakarta sesungguhnya mengalami kerugian. Jika Sukarno memanfaatkan Asian Games 1962 untuk pembangunan bangsa, Gubernur Anies Baswedan harus memanfaatkan Asian Games 2018 sebagai proses pembentukan kota.

Elisa Sutanudjaja
Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus