Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Aktor Informal Kisruh Minyak Goreng

Kelangkaan minyak goreng menyeret tersangka baru ahli keuangan Lin Che Wei. Bukti aktor informalitas lebih kuat ketimbang pembuat kebijakan.

21 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Lin Che Wei, ahli keuangan bukan pejabat, menjadi tersangka pemufakatan jahat izin ekspor CPO.

  • Izin ekspor ditengarai sebagai biang keladi minyak goreng langka.

  • Aktor informal lebih kuat dari birokrat dan pembuat kebijakan.

KISRUH kelangkaan minyak goreng menunjukkan lemahnya penerapan prinsip tata kelola pemerintahan. Dalam perkara yang tengah disidik Kejaksaan Agung itu, orang non-pemerintah bisa mempengaruhi dan menjalankan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Konflik kepentingan telah jadi lumrah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perkara ini merupakan babak terbaru hilangnya minyak goreng di pasar sejak awal tahun ini. Raibnya salah satu kebutuhan pokok itu membuat ibu rumah tangga, pemilik warung dan restoran, serta pedagang di seluruh pelosok menjerit. Pemerintah kalang kabut mengendalikan situasi. Pengusaha sawit dituding mengejar rezeki nomplok dari melejitnya harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) di pasar internasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melonjaknya permintaan global pasca-pandemi dan dampak invasi Rusia ke Ukraina memang mendongkrak harga CPO, bahan baku minyak goreng. Pelaku bisnis sawit Indonesia, yang menguasai 58 persen produksi dunia, mengambil kesempatan ini. Akibatnya, meski mereka mengklaim telah memenuhi 5,7 juta kiloliter per tahun kebutuhan dalam negeri, minyak goreng sulit didapatkan di pasar.

Pemerintah Joko Widodo pun memaksa pengusaha sawit memasok pasar domestik. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sejak 27 Januari lalu menetapkan perusahaan sawit harus mengalokasikan 20 persen produksinya untuk kebutuhan dalam negeri. Kewajiban ini dinaikkan menjadi 30 persen dua bulan kemudian. Pada Februari 2022, pemerintah juga mematok harga tertinggi Rp 14 ribu per liter untuk semua jenis minyak goreng. Dua keputusan itu diterbitkan untuk memastikan terpenuhinya pasokan CPO dalam negeri dan selanjutnya menurunkan harga minyak goreng. Kenyataannya, kekacauan belum terkendali.

Di tengah krisis yang belum usai, Kejaksaan mengambil jalan “non-ekonomi” untuk meredam kekisruhan. Pada April lalu, lembaga ini menyidik dugaan korupsi pada penerbitan izin ekspor CPO kepada tiga perusahaan. Menurut Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, penyidikan pada kasus ini “membuktikan negara hadir untuk menjawab kelangkaan minyak goreng”. Empat orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana serta petinggi tiga perusahaan penerima izin. Mereka adalah Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley M.A., Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.

Kejaksaan menuduh para tersangka bermufakat jahat. Ketiga perusahaan memperoleh izin ekspor meski belum memenuhi kewajiban memasok pasar domestik. Setelah meminta keterangan belasan saksi, pekan lalu, Kejaksaan menetapkan tersangka baru, yakni Lin Che Wei. Pendiri lembaga riset dan konsultan, IRAI, ini dituduh berperan dalam pengaturan izin ekspor untuk ketiga perusahaan yang sama.

Che Wei masuk pusaran kisruh minyak goreng sejak Januari. Meski, menurut Kejaksaan, tidak memiliki surat penunjukan resmi dari Kementerian Perdagangan, ia dilibatkan dalam semua pengambilan keputusan tentang sawit. Menteri Lutfi juga memintanya berhubungan dengan perusahaan-perusahaan dalam kaitan dengan kewajiban pasokan pasar domestik. Masalahnya, ia juga ditengarai menjadi penasihat perusahaan sawit.

Jika tuduhan itu benar, Che Wei jelas merupakan tokoh dalam posisi benturan kepentingan. Apalagi ia juga dituduh pilih kasih, misalnya menerbitkan izin ekspor untuk perusahaan yang belum memenuhi kewajiban dalam negeri. Peran ekonom ini juga menunjukkan makin lazimnya praktik informalitas pada pemerintahan. Pihak luar kementerian lebih berperan ketimbang para birokrat yang dianggap kurang cakap. Praktik semacam ini menjauhkan akuntabilitas, prinsip utama pada tata kelola pemerintahan yang baik.

Secara teoretis, informalitas ini menebalkan tesis lama, antara lain pernah disebut Gunnar Myrdal dalam bukunya yang terbit pada 1960-an, Asian Drama. Dalam buku itu Myrdal menyebut Indonesia sebagai “negara lembek”. Kategori ini didefinisikan sebagai negara yang tak mampu menegakkan aturan yang dibuatnya sendiri akibat berperannya sosok informal yang mengendalikan perpolitikan dan pembuatan kebijakan. Selain di Kementerian Perdagangan, kita bisa melihat banyak anggota staf khusus dan penasihat informal yang sering kali lebih berkuasa di berbagai kementerian.

Kejaksaan mesti berhati-hati dalam menyidik perkara izin ekspor CPO. Lembaga ini perlu menyediakan bukti material yang cukup untuk menunjukkan unsur pidana yang dilakukan para tersangka, termasuk Lin Che Wei. Kebijakan Kementerian Perdagangan yang secara formal ditujukan buat mengatasi krisis minyak goreng semestinya tidak bisa dikriminalkan. Selebihnya, kejaksaan patut menggali bukti lebih dalam pada tindakan korupsi aktor-aktornya.

Tanpa bukti kuat, langkah Kejaksaan akan dinilai oleh publik hanya untuk mencari kambing hitam atas ketidakmampuan pemerintah mengatasi mahalnya harga minyak goreng.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus