Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Main Intel Memata-matai Partai Politik

Hanya di negara otoritarian badan intelijen menjadi alat kekuasaan.

18 September 2023 | 09.00 WIB

Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat pembukaan Rapat Kerja Nsional (Rakernas) Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu 16 September 2023. Rakernas Seknas Jokowi yang diikuti sebanyak 25 perwakilan DPW se-Indonesia tersebut sebagai bagian konsolidasi organisasi dalam persiapan menjelang Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Perbesar
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat pembukaan Rapat Kerja Nsional (Rakernas) Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu 16 September 2023. Rakernas Seknas Jokowi yang diikuti sebanyak 25 perwakilan DPW se-Indonesia tersebut sebagai bagian konsolidasi organisasi dalam persiapan menjelang Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Editorial Tempo.co

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

---

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERNYATAAN Presiden Joko Widodo bahwa ia punya data intelijen arah dukungan partai politik dalam pemilihan presiden 2024 kian menunjukkan watak autokratik. Hanya di negara otoritarian badan intelijen menjadi alat kekuasaan, bukan alat negara seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 17/2011 tentang intelijen negara.

Indonesia sedang membangun kehidupan demokrasi yang sehat. Ciri demokrasi yang sehat adalah otonomi partai politik. Memata-matai partai politik, karena itu, bentuk intervensi kekuasaan. Pernyataan Jokowi di depan para relawannya di Bogor pada 16 September 2023 adalah gertak penguasa kepada partai. Tujuannya jelas: menakut-nakuti pengurus partai politik yang tak sejalan dengannya.

Presiden Jokowi melontarkan pernyataannya itu ketika membuka Rapat Kerja Nasional Sukarelawan Sekretariat Nasional Jokowi. Presiden menyampaikan dia telah mengetahui semua data seperti angka survei hingga arah dukungan partai politik pada pemilihan presiden 2024 dari informasi intelejen Badan Intelejen Negara, Intelejen Polri, dan Badan Intelejen Strategis TNI.

Dalam UU Intelijen jelas disebutkan bahwa tugas badan-badan telik sandi adalah mengumpulkan data untuk mencegah, menangkal, dan menanggulangi ancaman terhadap keamanan nasional. Intelijen tak bertugas memata-matai partai politik, organ utama demokrasi. Usaha menginteli partai politik jelas melanggar otonomi partai.

Partai politik adalah elemen penting demokrasi sehingga tidak seharusnya penguasa memantau atau bahkan menyadap dengan menggunakan lembaga intelejen demi kepentingan politik presiden. Intelejen memang berfungsi memberikan informasi kepada presiden. Namun, informasi itu seharusnya menyangkut keamanan nasional bukan soal partai politik. 

Pernyataan Presiden Jokowi itu mengindikasikan penyalahgunaan kekuasaan. Badan Intelejen bukan untuk kepentingan politik presiden melainkan untuk tujuan keamanan nasional. Pengumpulan data dan informasi oleh intelejen hanya boleh untuk kepentingan pengambilan kebijakan, bukan disalahgunakan guna memata-matai partai politik. Tindakan mengumpulkan informasi serta data dan mematai-marai partai politik melanggar Undang-Undang Intelejen, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Partai Politik.

Sebulan menjelang penutupan pendaftaran, baru tiga partai yang mendeklarasikan calon presiden. PDI Perjuangan mengajukan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Partai Gerindra mengusung Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan Partai NasDem menggadang mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan. 

Dari ketiganya, baru Anies yang sudah terbuka menggandeng Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar sebagai calon wakilnya. Sedangkan Ganjar dan Prabowo belum menentukan pendamping masing-masing. Jokowi, meski berasal dari partai yang sama dengan Ganjar Pranowo, cenderung mendukung Prabowo Subianto yang terlihat dari dukungan Jokowi Mania dan Pro Jokowi, dua organisasi relawannya.

Dengan calon wakil presiden dua kubu yang belum jelas, arah dukungan partai masih cair. Sejauh ini, Ganjar salah satunya mendapat dukungan PPP, sementara Prabowo mendapat sokongan Golkar dan Partai Amanat Nasional. Belakangan Demokrat menyatakan bergabung dengan Gerindra setelah hengkang dari koalisi NasDem dan Partai Keadilan Sejahtera.

Memata-matai dukungan partai politik kepada calon presiden merupakan bentuk intervensi kepada organ demokrasi. Di akhir kekuasaannya sebagai presiden, seharusnya Jokowi memahami pemakaian alat negara untuk kepentingan politik berbahaya bagi iklim demokrasi.

Pemakaian lembaga intelijen untuk kepentingan politik tak hanya menyalahgunakan kekuasaan secara telanjang, juga melanggar konstitusi, dan memperburuk demokrasi Indonesia. Jokowi mesti melihat dampak buruk intervensi kekuasaan, termasuk pemakaian intelijen, untuk kepentingan politik jangka pendek.

Di Amerika Serikat, Presiden Richard Nixon dari Partai Republik coba memata-matai Partai Demokrat menjelang Pemilu 1972. Kerja investigasi wartawan Washington Post mengungkap skandal Water Gate yang memakzulkan Nixon. Begitu juga di Korea Selatan dalam Pemilu 2012. Badan intelijen di negara itu mengaku telah membantu Partai Konservatif memenangi pemilihan presiden. Skandal itu berbuntut Presiden Partai Konservatif terpilih masuk penjara karena tuduhan korupsi. 

Penyalahgunaan kekuasaan tak lepas dari korupsi. Pemakaian badan intelijen untuk tujuan kekuasaan seperti terjadi di Korea Selatan adalah tindakan korup karena memakai dana publik untuk tujuan politik. 

Sekarang Jokowi mungkin menang secara politik karena dukungan perangkat negara yang tak terbatas. Cawe-cawenya menentukan presiden penggantinya akan memakan ongkos yang mahal: longsornya kepercayaan publik pada Pemilu, kepada partai, kepada sistem demokrasi yang diperalat oleh kekuasaan.

Bagja Hidayat

Bagja Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Alumni IPB University dan Binus Business School. Mendapat penghargaan Jakarta Jurnalis Award dan Mochtar Loebis Award untuk beberapa liputan investigasi. Bukunya yang terbit pada 2014: #kelaSelasa: Jurnalisme, Media, dan Teknik Menulis Berita. Sejak 2023 menjabat wakil pemimpin redaksi

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus