Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kehadiran aparat kepolisian di Desa Wadas justru menimbulkan ketakutan masyarakat.
Tindakan aparat tampak berlebihan dalam menghadapi penolakan masyarakat.
Ruang dialog perlu dibuka dan polisi ditarik dari desa tersebut.
Ikhsan Yosarie
Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, patut mendapat sorotan bersama. Tindakan aparat keamanan terlihat berlebihan. Kedatangan polisi ke desa itu disebut untuk mendampingi tim Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengukur lahan desa untuk proyek Bendungan Bener, salah satu Proyek Strategis Nasional. Namun kehadiran ratusan polisi itu justru menimbulkan kesan melakukan penyerbuan dan pengepungan, mengingat sebagian penduduk masih menolak melepas tanahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana mungkin tujuan sesederhana pengukuran lahan dilakukan dengan cara-cara demikian? Ini jelas jauh dari kata relevan. Implikasinya, kedatangan polisi telah menimbulkan kecemasan dan ketakutan bagi warga desa, terutama anak-anak, perempuan, dan orang lanjut usia. Selain itu, terjadi penangkapan semena-mena terhadap sejumlah penduduk dan terbukanya ruang-ruang untuk terjadinya tindak kekerasan terhadap masyarakat. Masyarakat Wadas telah meneriakkan "alerta", alarm genting yang disuarakan di media sosial.
Namun kepolisian menganggap seakan-akan semuanya baik-baik saja. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi memastikan tidak ada kekerasan dan kehadiran polisi itu untuk melindungi masyarakat. Wakil Kepala Polda Jawa Tengah Brigadir Jenderal Abioso Seno Aji menyatakan penempatan personel kepolisian dilakukan untuk memastikan bahwa wilayah tersebut tetap aman dan mengklaim tidak ada kericuhan yang terjadi selama proses pengukuran lahan.
Keterangan jaringan masyarakat sipil dan penduduk berbeda dari klaim kepolisian. Mereka justru mengabarkan bahwa warga desa dilanda kecemasan, menangis, dan ketakutan. Sinyal telepon seluler hilang dan listrik padam. Pendamping hukum dilarang masuk dan poster penolakan Bendungan Bener dicopot. Polisi menangkap dan mengejar beberapa penduduk sampai ke hutan.
Dengan demikian, klaim kepolisian itu berbeda dengan kenyataan dan mencerminkan upaya untuk menihilkan berbagai persoalan. Apa yang terjadi sebenarnya justru bertentangan dengan peran dan fungsi kepolisian sebagai pelindung dan pengayom masyarakat sebagaimana yang diamanatkan undang-undang.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga menyatakan bahwa kedatangan aparat kepolisian itu untuk menjaga ketertiban dan keamanan agar semua berjalan aman dan kondusif, sehingga warga desa tidak perlu menyikapinya secara berlebihan. Lagi-lagi pernyataan itu menihilkan dan menutup mata atas berbagai masalah di Desa Wadas. Pernyataan itu juga memperlihatkan ketidakberpihakannya terhadap pemenuhan rasa aman warga negara sebagaimana yang diamanatkan konstitusi.
Pada November 2021, Ganjar hadir dalam festival hak asasi manusia di Kota Semarang. Mengapa ia kini tidak membela masyarakat Desa Wadas dari segala potensi kekerasan dan pelanggaran hak asasi? Sikap kepala daerah yang tidak memihak masyarakat itu tentu mengecewakan karena jabatan kepala daerah adalah amanat dari masyarakat.
Gubernur Ganjar seharusnya memprakarsai ruang dialog kembali atas persoalan-persoalan yang terjadi di Wadas. Untuk itu, aktivitas yang sedang terjadi perlu dihentikan sementara dan aparat kepolisian ditarik dari desa tersebut. Ruang dialog ini perlu dibuka agar pendekatan keamanan tidak menjadi solusi atas persoalan yang terjadi. Sebab, pendekatan keamanan hanya mengedepankan stabilitas semu dengan cara memaksakan kondisi yang tengah bergejolak kembali kondusif, sementara substansi permasalahan luput diatasi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo