Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Polisi yang Semakin Melenceng

Lebih dari dua dasawarsa setelah reformasi, institusi kepolisian masih menunjukkan wajah yang represif.

26 Maret 2021 | 00.00 WIB

Ilustrasi: Tempo/Imam Yunni
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Imam Yunni

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

PERISTIWA penahanan dua orang pendamping hukum warga Pancoran, Jakarta Selatan, oleh polisi pada Rabu, 24 Maret lalu, mengingatkan kita akan sejarah kelam penegakan hukum dan hak asasi manusia. Pada masa Orde Baru, baik kelompok maupun individu yang kritis terhadap kekuasaan kalau tidak ditangkap, dipenjara, ya dihilangkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Safaraldy D. Widodo dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Dzuhrian Ananda Putra dari Paralegal Jalanan ditahan oleh petugas Kepolisian Resor Jakarta Selatan saat mengantar surat jawaban warga Pancoran yang menolak pemanggilan pemeriksaan. Keduanya mendampingi warga Gang Buntu II, Pancoran, yang menjadi korban penggusuran paksa PT Pertamina Training and Consulting.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Penahanan Safaraldy dan Dzuhrian merupakan puncak dari berbagai tindakan tidak netral polisi saat meredam bentrokan di Pancoran. LBH Jakarta menilai aksi penggusuran dengan melibatkan anggota organisasi masyarakat itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia berat. Penggusuran yang disertai tindak kekerasan tersebut merupakan bentuk "main hakim sendiri" karena sengketa lahan masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Meski Safaraldy dan Dzuhrian akhirnya dibebaskan, kasus penahanan keduanya menunjukkan polisi telah mengambil posisi yang salah. Bukannya melayani masyarakat dan menegakkan hukum, polisi malah menempatkan diri sebagai perpanjangan tangan penguasa.

Ini bukan yang pertama kali polisi terang-terangan menggunakan kewenangannya untuk meneror masyarakat yang hendak mencari keadilan. Tahun lalu, di media sosial sempat terjadi kehebohan karena beredarnya video penangkapan Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing oleh polisi dari Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah. Effendi dikenal menentang niat sebuah perusahaan sawit yang hendak merambah hutan adat milik masyarakat Kinipan.

Penahanan Safaraldy dan Dzuhrian lebih mengkhawatirkan karena menyasar pengacara pembela hak asasi manusia yang bekerja di akar rumput. Padahal tindakan mereka mengantar surat penolakan warga kepada penyidik itu dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pembela Hak Asasi Manusia mencatat, sepanjang Januari-Oktober tahun lalu, setidaknya terdapat 116 kasus penyerangan dan penahanan terhadap pembela hak asasi manusia yang mendampingi warga dalam berbagai perkara. Dari jumlah itu, 59 kasus melibatkan aparat kepolisian.

Pada Januari lalu, dalam uji kelayakan dan kepatutan di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat, Jenderal Listyo Sigit Prabowo berjanji bahwa "hukum tidak akan lagi hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas" kalau dia menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia. “Di saat ini masyarakat memerlukan penegakan hukum yang memberikan rasa keadilan,” kata dia. Polres Metro Jakarta Selatan seolah-olah meludahi kata-kata Sigit itu. Hal yang kita saksikan pada kasus Safaraldy dan Dzuhrian adalah polisi justru semakin jauh dari masyarakat dan semakin terang-terangan menjadi tameng mesin kekuasaan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus