Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah mengizinkan maskapai penerbangan menaikkan harga tiket pesawat jet maksimal 15 persen dari tarif batas atas.
Harga tiket pesawat baling-baling bisa naik maksimal 25 persen dari batas atas.
Maskapai harus bisa beroperasi dengan efisien, misalnya dengan hanya mengoperasikan armada atau rute-rute yang menguntungkan. Dengan cara inilah industri penerbangan kita dapat tumbuh dengan sehat.
Lupakan penerbangan murah. Saat harga avtur terus melambung, tak ada lagi ruang bagi maskapai penerbangan untuk menahan harga tiket pesawat. Kenaikan harga merupakan keniscayaan yang akan kita hadapi dalam beberapa bulan atau mungkin dalam satu tahun ke depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 142 Tahun 2022 yang terbit pada 4 Agustus lalu, pemerintah mengizinkan maskapai penerbangan menaikkan harga tiket pesawat jet maksimal 15 persen dari tarif batas atas. Sedangkan harga tiket pesawat baling-baling bisa naik maksimal 25 persen dari tarif batas atas. Regulasi ini mengubah Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 68 Tahun 2022 yang menetapkan kenaikan tarif maksimal 10 persen untuk pesawat jet dan 20 persen untuk pesawat baling-baling.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah beralasan aturan ini untuk mengakomodasi kenaikan harga avtur dalam beberapa bulan terakhir. Sebagai gambaran, berdasarkan data dari PT Pertamina (Persero), harga avtur di Bandara Soekarno-Hatta sudah naik 46,14 persen, dari Rp 10.654 per liter pada Januari menjadi Rp 15.570 per liter pada pekan pertama Agustus. Pemerintah memang mengizinkan perubahan tarif jika terjadi kenaikan harga avtur selama tiga bulan berturut-turut yang menyebabkan pembengkakan biaya operasi di atas 10 persen. Pertimbangannya, porsi harga avtur mencapai 30 persen dari biaya operasi penerbangan.
Dengan kondisi tersebut, kenaikan harga tiket pesawat bisa dipahami. Tentu kita tidak mau operator penerbangan memangkas pos biaya yang krusial, termasuk yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan penerbangan, hanya demi menyediakan tiket murah. Di titik ini, pengguna jasa penerbangan mesti paham akan sempitnya ruang bagi maskapai untuk menahan harga saat biaya bahan bakar terus membubung.
Di tengah kondisi ini, pemerintah sebaiknya menyerahkan keputusan soal harga tiket kepada pelaku industri penerbangan, sesuai dengan mekanisme pasar. Kementerian Perhubungan berfokus saja pada pengawasan aspek-aspek keselamatan penerbangan hingga perlindungan konsumen, termasuk mengawasi potensi munculnya kartel atau persekongkolan harga yang memanfaatkan kondisi pasar yang kurang menguntungkan. Jika hendak membantu mendorong permintaan atau daya beli konsumen, ada baiknya pemerintah memberikan keringanan di sisi fiskal, seperti penurunan pajak pertambahan nilai (PPN).
Di sisi lain, maskapai harus bisa beroperasi dengan efisien, misalnya dengan hanya mengoperasikan armada atau rute-rute yang menguntungkan. Dengan cara inilah industri penerbangan kita dapat tumbuh dengan sehat. Konsumen pun bisa mendapatkan harga yang adil, bukan menomboki biaya operasi yang boros atau di luar perhitungan ekonomis. Sudahi cerita kerugian maskapai akibat pengoperasian pesawat yang mahal, buah dari perhitungan bisnis yang keliru dan proses pengadaan yang korup.
Setelah menaikkan harga tiket pesawat, maskapai harus menyediakan pelayanan yang prima. On-time performance atau ketepatan waktu penerbangan merupakan indikator yang harus diprioritaskan. Dan yang terpenting, prinsip zero accident harus menjadi pegangan. Toh, konsumen juga sudah berkorban agar maskapai bisa beroperasi dengan andal dan memenuhi semua standar.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo