Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dalam 4,5 tahun terjadi sedikitnya 1.782 kecelakaan kereta api dengan 450 korban meninggal.
Sebagian kecelakaan fatal berlangsung di perlintasan sebidang yang dilengkapi palang pengaman.
Melengkapi perlintasan sebidang dengan palang pengaman jauh lebih krusial daripada proyek mercusuar, seperti kereta cepat Jakarta-Bandung.
BEGINILAH akibatnya jika pemerintah lebih mengutamakan ambisi membangun proyek mercusuar yang tak mendesak, seperti kereta cepat Jakarta-Bandung, daripada membereskan perlintasan sebidang kereta api yang membahayakan nyawa orang. Akibat tak diperhatikan masalah ini, menurut data PT Kereta Api Indonesia, dalam 4,5 tahun terjadi sedikitnya 1.782 kecelakaan yang menimbulkan 450 korban meninggal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus terbaru adalah kecelakaan maut di perlintasan sebidang Kilometer 85 antara Stasiun Jombang dan Stasiun Sembung, Jombang, Jawa Timur, pada Sabtu malam, 29 Juli lalu. Enam orang kehilangan nyawa dalam kecelakaan di titik pertemuan antara jalan dan jalur rel kereta api akibat buruknya tata kelola masalah ini. Kereta api Rapih Dhoho, yang tengah melaju dari arah timur, menabrak mobil Daihatsu Luxio, yang sedang melewati perlintasan sebidang tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peristiwa ini harus menjadi perhatian karena kecelakaan itu terjadi di perlintasan yang tidak dijaga dan tak memiliki palang pintu. Sejumlah saksi mengatakan mereka sudah meneriaki sopir agar tak melintas, tapi mobil tetap melaju. Menilik kronologi kejadian yang disampaikan PT Kereta Api Indonesia dan para saksi, kecelakaan itu terjadi akibat dua faktor: minimnya alat peringatan perlintasan kereta, ditambah kelalaian pengendara. Kecelakaan terbaru ini menunjukkan bahwa perlintasan sebidang menjadi sumber petaka. Data PT KAI menunjukkan saat ini ada 3.776 perlintasan sebidang di Indonesia, tapi baru 1.728 perlintasan yang dijaga serta dilengkapi dengan palang pintu serta rambu.
Dengan semakin tingginya frekuensi perjalanan kereta api, perlintasan sebidang kereta api bisa menjadi simpul terjadinya kecelakaan dan titik kemacetan. Maka penutupan atau pengurangan perlintasan sebidang menjadi sangat mendesak harus dilakukan dan menjadi program prioritas guna mengurangi angka kecelakaan transportasi. Di sisi lain, masyarakat harus selalu mendapat edukasi agar terus meningkatkan kesadaran dalam berlalu lintas di perlintasan sebidang dengan tidak menerobos palang pintu, memperhatikan rambu, serta berhati-hati dan waspada ketika melewati lintasan tanpa palang pintu dan penjaga.
Jumlah kecelakaan kereta di perlintasan masih tinggi setiap tahun, paling banyak terjadi di perlintasan tanpa palang pintu dan penjaga. Tahun lalu, misalnya, pada 2022, ada 289 kejadian dengan korban jiwa mencapai 110 orang. Sejak awal tahun hingga 30 Juli lalu, PT Kereta Api Indonesia mencatat kecelakaan yang terjadi di perlintasan sebidang mencapai 185 kejadian yang mengakibatkan 42 korban meninggal. Sekitar 77 persen kecelakaan itu terjadi di perlintasan kereta yang tak berpalang dan tidak dijaga.
Karena kecelakaan berulang setiap tahun dan angka korban terus bertambah, Kementerian Perhubungan dan PT KAI selayaknya memprioritaskan pembenahan serta tata kelola perlintasan. Jangan lagi main-main dengan keselamatan nyawa manusia. Solusinya bisa menutup beberapa perlintasan dengan membangun jalan sejajar rel (frontage road), jalan layang (flyover), atau jalan terowongan (underpass). Kementerian Perhubungan harus mengevaluasi perlintasan kereta melalui audit keselamatan secara berkala. Sosialisasi dan pendidikan ke masyarakat juga tetap digelar. Mereka harus paham bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mewajibkan pengendara memprioritaskan kereta yang melintas.
Tanggung jawab pembenahan tak hanya melekat pada lembaga yang menangani perkeretaapian, tapi juga berlaku untuk pemerintah daerah. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 mengatur pembagian pengawasan perlintasan kereta. Jika jalan nasional melewati perlintasan kereta, pengawasan keamanan berada di tangan pemerintah pusat. Bila perlintasan sebidang berada di jalan provinsi atau kabupaten/kota, tanggung jawab pembuatan peralatan pengawasan berada di tangan gubernur dan bupati/wali kota. Hal ini menandakan perlu ada koordinasi dan kerja sama yang baik antara pemerintah pusat, daerah, dan PT Kereta Api Indonesia.
Tragedi di Jombang, Jawa Timur, menjadi cermin kegagalan pemerintah membenahi manajemen transportasi pada perlintasan sebidang. Pembenahan perlintasan sebidang memang membutuhkan biaya besar. Karena itu, pemerintah sebaiknya memprioritaskan urusan ini karena menyangkut keselamatan nyawa orang ketimbang menghabiskan anggaran demi proyek-proyek mercusuar yang belum tentu dibutuhkan masyarakat.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo