Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Merampingkan Industri Perbankan

Langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempercepat perampingan industri perbankan patut didukung.

13 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempercepat perampingan industri perbankan patut didukung. Postur perbankan Indonesia memang masih terlalu gemuk dan mayoritas merupakan bank berskala menengah ke bawah. Agar semakin efisien, kuat, dan bisa bersaing, terutama di Asia Tenggara, industri perbankan perlu dirampingkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk mempercepat upaya itu, OJK akan memperlonggar aturan kepemilikan tunggal atau single presence policy. Sebelumnya, sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 39/POJK.03/2017, konsolidasi bank hanya bisa dilakukan melalui merger. Aturan ini kurang fleksibel karena pengambilalihan bank kecil harus diikuti proses peleburan. Dengan adanya kebijakan baru, proses merger tidak diwajibkan. Bank kecil yang diambil alih bisa saja dijadikan bank satelit untuk segmen pasar tertentu tanpa harus dilebur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat ini terjadi ketimpangan aset di antara 115 bank yang beroperasi. Sebanyak 70 persen total aset industri perbankan dikuasai oleh 15 bank besar papan atas. Sisanya terbagi dalam puluhan bank menengah dan kecil. Idealnya, industri perbankan diisi 50-70 bank agar ketimpangan aset tidak terlalu mencolok tapi tetap kompetitif.

Dari aspek permodalan, hanya lima bank yang memiliki modal inti lebih dari Rp 30 triliun. Adapun bank yang memiliki modal inti yang kecil-di bawah Rp 5 triliun-mencapai 82 bank. Perampingan akan memperkuat struktur permodalan di masing-masing bank. Bank dengan modal yang besar dan kuat akan membuat nasabah merasa nyaman. Kinerja bank akan menjadi lebih efisien. Postur perbankan nasional yang lebih ramping juga akan mempermudah pengawasan OJK karena jumlah bank yang dipantau lebih sedikit.

Upaya memperkuat industri perbankan semakin penting karena implementasi ASEAN Framework Agreement on Services yang akan diterapkan tahun depan. Pelaksanaan kesepakatan ini akan membuat persaingan semakin terbuka. Bank nasional mempunyai peluang besar untuk berekspansi ke negara lain di kawasan ASEAN. Sebaliknya, bank-bank dari negara tetangga juga akan mudah masuk ke Indonesia.

Hanya bank bermodal kuat yang akan mampu bersaing. Ambil contoh Malaysia dan Singapura. Mereka hanya memiliki beberapa bank, tapi bank tersebut merupakan bank-bank besar di dalam negerinya yang mempunyai daya saing tinggi dalam pasar ASEAN. Saat ini industri perbankan domestik masih tertinggal dibandingkan dengan industri yang sama di kawasan ASEAN. Bukan hanya modal, ketertinggalan bisnis perbankan di negara kita juga menyangkut jaringan, pemasaran, operasional, dan pengembangan teknologi informasi.

Itu sebabnya, langkah perampingan industri perbankan amat perlu kendati harus tetap dilakukan secara hati-hati. OJK perlu mengawasi proses pengambilalihan bank secara ketat. Jangan sampai kebijakan ini disalahgunakan untuk "menyelamatkan" bank-bank kecil yang kondisinya sakit parah. Alih-alih memperkuat kinerja, bank sakit itu justru akan menjadi benalu bagi bank induk. Proses perampingan harus tetap mempertimbangkan hitung-hitungan bisnis dan akal sehat.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus