Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SINDIKAT kejahatan akan selalu menemukan cara baru menjalankan aksinya. Kasus pendaftaran 191 ribu international mobile equipment identity (IMEI) ilegal yang terungkap baru-baru ini membuktikannya. Maka pemerintah semestinya berfokus meningkatkan upaya untuk menangkal potensi tindak kejahatan ketimbang memblokir semua perangkat telepon seluler dengan IMEI ilegal tersebut. Selain tak mengatasi akar masalah, pemblokiran justru akan merugikan konsumen yang sebetulnya menjadi korban dalam kasus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus pendaftaran 191 ribu IMEI ilegal terungkap pada akhir Juli lalu. Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menetapkan enam tersangka. Empat tersangka adalah pemasok perangkat elektronik ilegal. Sedangkan dua lainnya aparatur sipil negara (ASN), masing-masing pegawai Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika dicermati, modus komplotan ini sederhana. Dibantu dua ASN, pemasok telepon seluler ilegal mendaftarkan 191 ribu IMEI bodong pada Centralized Equipment Identity Register (CEIR) pada 10-20 Oktober 2022. Pusat pengolahan informasi IMEI ini memang dikelola bersama oleh Kementerian Perindustrian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Keuangan, serta operator telepon seluler. Dengan IMEI bodong yang terdaftar di CEIR, ratusan ribu perangkat telepon seluler ilegal disulap menjadi produk legal.
Bobolnya sistem pendaftaran IMEI tersebut sungguh ironis. Aturan registrasi IMEI, nomor unik berstandar internasional yang dilekatkan pada setiap perangkat elektronik berbasis jaringan mobile cellular, diberlakukan sejak 2020. Tujuannya untuk menangkal peredaran produk dari pasar gelap. Tapi, dalam kasus yang diperkirakan merugikan keuangan negara hingga Rp 353 miliar ini, database IMEI justru menjadi "mesin cuci" telepon seluler ilegal.
Mudahnya para tersangka mendaftarkan ratusan ribu IMEI ilegal—hanya dalam kurun waktu 10 hari—menguatkan indikasi bahwa modus kejahatan ini bukan pertama kalinya terjadi. Jauh sebelum kasus ini terungkap, pusat perdagangan elektronik di sejumlah kota besar sudah dipenuhi ponsel pasar gelap sekalipun aturan registrasi IMEI telah diberlakukan.
Bareskrim Polri harus mengusut kasus ini hingga tuntas. Pemerintah, di sisi lain, perlu segera menambal lubang pada sistem pendaftaran IMEI yang terbukti rentan menjadi celah kejahatan. Sistem pengawasan yang lemah di sejumlah instansi pengelola CEIR juga mesti dibenahi. Jika terus dibiarkan, pemasok telepon seluler ilegal akan terus memanfaatkan kelemahan tersebut, bekerja sama dengan penyelenggara negara yang korup.
Pembenahan sistem pendaftaran IMEI akan mencegah kerugian negara akibat hilangnya potensi penerimaan pajak, sekaligus melindungi produsen dan konsumen dari produk ilegal. Merekalah korban sebenarnya dari beredarnya IMEI bodong akibat kegagalan sistem pengendalian yang dibangun pemerintah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo