Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MUHAMMAD Isa? Bukan. Muhammad Isu. Kok aneh? Ah, tidak. Dari dulu juga sudah ada. Dulu kecil. Sekarang besar. Dulu takut. Sekarang berani. Maklum. Muhammad Isu lagi naik daun. Dia disukai banyak orang. Awam suka karena ia selalu tampil menarik. Pedagang suka, untuk menonjok perasaan lesu. Pejabat berteman, karena ia siap menjadi informan. Pekerjaan Muhammad Isu? Bisnis. Produksi. Jasa-jasa. Perdagangan umum. Dalam negeri. Luar negeri. Nasional. Regional. Internasional. Hebat! Benar. Muhammad Isu memang hebat. Lebih-lebih setelah deregulasi. Bisnis apa saja menjadi gampang ngurusnya. Peluang terbuka. Hambatan tertutup. Izin tak penting. Liku-liku tak perlu. Urusan licin. Pekerjaan lancar. Muhammad Isu memang kreatif. Segala produk dihasilkan. Segala barang diperdagangkan. Macam-macam jasa ditawarkan. Go public, ayo. Go private, OK. Butuh modal tak ada aral. Wirausaha bisa disewa. Wiraswasti bisa dibeli. Pertambangan. Perkebunan. Penerbangan. Perkapalan. Perfilman. Pertunjukan. Keagenan. Fabrikasi. Lubrikasi. Intrikasi. Indikasi. Ambil contoh. Dulu dagang senjata. Kini jualan pangkalan Amerika. Dulu melego senapan. Sekarang membubut harapan. Menurut Muhammad Isu, Amerika sekarang sedang menjajakan Subic dan Clark. Itu bukan nama penganan. Tetapi dua pangkalan militer di Filipina. Clark Airbase pangkalan angkatan udara. Subic Bay pangkalan angkatan lautnya. Konstitusi dan senat Filipina menampik mereka. Tetapi Presiden dan menteri pertahanannya butuh sewanya. Maka, kenapa tidak menunjuknya sebagai pialang. Pialang politik di dalam negeri. Pialang diplomatik di luar negari. Apa urusannya dengan Muhammad Isu? Kata dia, ini peluang. Kenapa dia tidak turut menawarkan. Ke Muangthai. Ke Singapura. Ke Guam. Siapa tahu juga ke Indonesia. Ah. Muhammad Isu tentu mengada-ada. Tetapi itulah Muhammad Isu, si wirausaha. Mengada-ada. Bukankah Indonesia Pancasila? Nonblok. Nonaligned. Non-interference. Menolak pangkalan asing. Justru dalam suasana begini, tantangan bisnis menjadi-jadi. Yang tak berani, dia merugi. Maka, Muhammad Isu pun menyusun strategi. Kiat bisnis, tentu. Maka, dalih pun dicanangkan. Kawasan membangun perlu stabilitas. Negara membangun perlu fasilitas. Kebijaksanaan membangun perlu prioritas. Bertetangga perlu kolegialitas. Urusan Subic dan Clark jangan diomong keras-keras. Yang penting kita tahu. Bisnis pangkalan lagi seru. Cuma perlu telaten karena makan waktu. Masih lama. Tak jadi apa. Itu bisnis regional. Yang nasional lebih ramai. Makin sempit anggaran. Makin gairah pasaran. Makin terbatas negara investasi. Makin tinggi peluang swasta mengimbangi. Ditunjang debirokratisasi. Pejabat yang rewel, pertanda dia belum mengerti. Ini era swastananisasi. Mau maju, ikutilah kiat Muhammad Isu. Bisnis apa yang sekarang paling menguntungkan? Sewa. Leasing? Lebih dari itu. Segala macam persewaan. Apa itu jasa? Lebih sekadar servis. Kiatnya apa? Rent seeking. Ngalap sewa. Sewa gedung. Sewa kapal. Sewa alat-alat besar. Sewa gudang. Sewa tenaga wirausaha. Sewa izin. Sewa akses. Sewa kewenangan. Sewa pengaruh. Sewa leverage. Sewa gertak. Maka, Muhammad Isu pun melepaskan kaca matanya. Dia adreng menjelaskan peluang bisnis luar biasa ini. Bisnis tidak perlu repot-repot. Itu kuno. Yang modern lebih canggih. Dirancang supaya cepat sugih (kaya). Kiat biaya manfaat itu usang. Memanfaatkan biaya yang dikeluarkan orang, itu mutakhir. Maksudnya, tumpangkan biaya berupa sewa pada segala usaha bisnis orang. Pungut itu biaya menjadi keuntungan Anda. Itu yang hebat. Upaya minimum. Hasil maksimum. Tenaga sedikit. Hasil selangit. Bukankah itu prinsip ekonomi? Sekarang pengusaha banyak mengeluh. Soal ekonomi biaya tinggi. Kenapa tantangan itu tidak kita ubah jadi peluang. Biaya tinggi itu kita keruk. Kita jadikan keuntungan. Dengan menghimpun pengeluaran biaya-biaya yang kececeran. Langsung menjadi keuntungan. Itulah kiat bisnis Muhammad Isu yang jempolan. Apa biaya termahal dalam berbisnis di Indonesia? Konon harga ketidakpastian. Izin-izin. Akses. Kelancaran. Kalau begitu, pikir Muhammad Isu, kita jualan kepastian. Kita jamin perizinan. Kita perdagangkan akses. Kita buka lebar kelancaran. Kita tawarkan jasa mahal menyingkirkan hambatan. Berlaku untuk usaha apa saja. Tak perlu modal yang mahal-mahal. Yang penting, bisnis apa saja bisa diterima. Asal perkaranya akses. Asal urusannya kelancaran. Asal hambatannya perizinan. Itunya saja yang kita pecahkan. Muhammad Isu pun bermisal. Kuno itu bisnis kelapa sawit. Pakai menanam. Pakai memelihara. Pakai mengangkut. Pakai mengolah. Pakai mengepak. Pakai merugi. Yang modern, bisnis memperlancar dagang sawit. Truk tak perlu. Kapal kita tinggal. Kita membolongkan kemacetan. Kita terabas perizinan. Kita gempur ketidaklancaran. Kita sewa wirausahawan. Tetapi jangan lupa kita lobi yang berkuasa. Kita buang risiko kerugian. Ongkos yang dulu dikeluarkan pengusaha untuk itu sekarang untuk kantong Muhammad Isu. Kita jamin beres. Biaya-biaya lalu berubah menjadi keuntungan bisnis menjual jasa. Itulah rent seeking business. Hebat. Mutakhir. Mangkus. Sangkil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo