Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Musim Kering Likuiditas Valas

Kekeringan pasokan valuta asing di perbankan nasional harus diwaspadai untuk menghindari dampaknya terhadap pelemahan perekonomian.

19 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Perbankan nasional sedang mengalami kekeringan pasokan valuta asing.

  • Padahal kebutuhan valuta asing meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi.

  • Perbankan perlu menyiapkan berbagai strategi agar pasokan valas tetap tersedia.

Haryo Kuncoro
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Perbankan nasional terancam mengalami kekeringan likuiditas valuta asing (valas). Nisbah pinjaman terhadap simpanan atau loan-to-deposit (LDR) valas bank umum mencapai 87,79 persen pada Mei 2022, menanjak dari realisasi pada akhir 2021, yang menembus 78,39 persen. Hal yang sama terjadi pada bank pelat merah. LDR valas bank badan usaha milik negara naik, dari 83,10 persen pada 2021 menjadi 95,09 persen pada Mei 2022. Padahal LDR yang ideal berada di angka 80-92 persen sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia (BI).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam lingkup yang lebih luas, pemulihan ekonomi yang terus berlangsung serta peningkatan mobilitas penduduk mendorong kenaikan permintaan barang dan jasa impor. Sesuai dengan hukum pasar, harga barang dan jasa impor juga naik. Konsekuensinya, kebutuhan atas valas niscaya membesar dan akan meningkatkan pinjaman valas di bank.

Di pasar keuangan, aliran "uang panas" (hot money) lebih banyak yang kabur daripada yang masuk. Uang panas adalah sebutan bagi dana yang dikelola secara spekulatif yang pergerakannya cepat dan teratur di pasar keuangan. Sejak awal tahun hingga pekan pertama September, "uang panas" yang keluar mencapai Rp 134 triliun, lebih tinggi dibanding pada tahun lalu yang sebesar Rp 80 triliun. Posisi kepemilikan asing dalam surat utang negara (SUN) pun menciut, tinggal 15 persen.

Kondisi ini membuat cadangan devisa menurun. Pada akhir tahun lalu, cadangan devisa nangkring di posisi US$ 144,9 miliar. Pada Agustus 2022, jumlah itu menyusut tinggal US$ 132,2 miliar. Artinya, data likuiditas valas secara sektoral sinkron dengan data makroekonominya.

Ranah mana pun yang dirujuk, keringnya likuiditas valas ini perlu diwaspadai. Bagaimanapun, uang, termasuk valas, adalah darah dan perbankan merupakan jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh perekonomian. Kekeringan darah di jantung akan berdampak fatal bagi kesehatan ekonomi.

Pada titik ini, perbankan perlu menyiapkan berbagai strategi jitu agar pasokan valas tetap tersedia. Langkah awal yang paling memungkinkan adalah meminta nasabah mengkonversi utang valas ke rupiah. Cara ini dinilai efektif menekan LDR tatkala dihadapkan pada keterbatasan dana pihak ketiga (DPK) valas.  

Keterbatasan DPK valas menuntut penyesuaian pada penyalurannya. Artinya, perbankan harus lebih selektif mencairkan kredit valas pada sektor yang secara finansial prospektif. Harapannya, ada kontrol terhadap ketersediaan valas dan menghindari ketidaksesuaian mata uang (currency mismatch).

Lebih lanjut, kekeringan likuiditas valas di sektor perbankan akan menaikkan suku bunga simpanan demi menjaga keberlanjutan DPK valas. Persaingan memperebutkan DPK valas di pasar domestik akan terjadi di antara sesama bank dalam negeri. Perang suku bunga pun akan menjadi keniscayaan.

Kompetisi berburu valas di pasar keuangan global berhadapan dengan perbankan luar negeri. Apalagi suku bunga deposito valas di dalam negeri relatif kecil, hanya 0,7 persen, lebih rendah dibanding perbankan di Singapura yang berani "membeli" deposito dolar Amerika bertenor 12 bulan dengan bunga 2,6 persen.

Kelangkaan likuiditas valas juga akan melejitkan suku bunga kredit valas. Pada gilirannya, kenaikan suku bunga kredit valas akan memicu sentimen pada kenaikan suku bunga kredit rupiah sebagai substitusinya. Jika demikian, ekonomi biaya tinggi menjadi taruhannya.

Karena itu, langkah industri perbankan tersebut harus diimbangi dari sisi makro. Indonesia punya banyak amunisi untuk menambah pasokan valas. Selain investasi asing dan penerbitan obligasi di pasar global, Indonesia tengah menikmati rezeki nomplok dari komoditas pertambangan dan agribisnis.

Harga komoditas batu bara, misalnya, terus melejit dan diprediksi bisa menyentuh pada tingkat US$ 500 per ton. Belum lagi minyak sawit mentah (CPO) dan beberapa jenis mineral lain. Sejumlah komoditas tersebut cenderung naik, baik dari sisi harga maupun kuantitasnya.

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 mewajibkan devisa hasil ekspor dari pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam disimpan di Tanah Air. Artinya, payung yuridis sudah tersedia sehingga butuh keberanian untuk mengeksekusinya guna memelihara ketersediaan valas.

Tanpa ada tambahan pasokan yang material, pengetatan likuiditas valas akan berdampak pada nilai tukar rupiah. Betul, kurs dalam beberapa hari terakhir relatif anteng. Namun, kalau pengetatan likuiditas valas di sektor perbankan terus terjadi, ada potensi nilai tukar ke depan bisa tertekan.

Intinya, lagi-lagi, kebijakan di tingkat makro harus sejalan dengan strategi di lingkup industri. Kebijakan makro yang tepat semoga bisa mengkondisikan kebijakan di ranah mikro. Jika hal itu dapat dibiasakan, energi bangsa ini tidak banyak terbuang percuma gara-gara ketidakharmonisan kebijakan lintas level.

 



PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus