Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lais Abid
Peneliti Indonesia Corruption Watch
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Salah satu program unggulan Jokowi adalah kartu. Butir kelima Nawacita menyebutkan komitmen pemerintahan JokowiJK adalah meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Komitmen itu diwujudkan antara lain melalui peningkatan kualitas pendidikan dengan Program Indonesia Pintar (PIP) atau Kartu Indonesia Pintar (KIP), peningkatan pelayanan kesehatan dengan menginisiasi Kartu Indonesia Sehat (KIS), serta jaminan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia (KKS).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kini, program kartu sakti Jokowi itu telah berjalan kuranglebih empat tahun. Apakah program tersebut telah berjalan sebagaimana mestinya? Setidaknya ada dua survei yang bisa dipakai untuk mengujinya. Pertama, survei yang dilakukan oleh Indobarometer, yang menyebutkan bahwa 39,4 persen masyarakat cukup puas atau sangat puas atas pelaksanaan program prioritas Jokowi, yang salah satunya adalah kartu sakti itu.
Kedua, survei Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang pelaksanaan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di empat daerah, yaitu Kota Medan, Kota Yogyakarta, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Kupang. Hasilnya menyebutkan bahwa masih banyak warga miskin (41,9 persen) yang belum terdaftar sebagai peserta KIP/PIP.
Hasil penelitian ICW juga menyebutkan adanya potensi korupsi dana kapitasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang nilainya hingga belasan triliun rupiah. Korupsi ini diduga dapat dilakukan oleh birokrat daerah di sektor kesehatan. Kajian tersebut dilakukan terhadap pasien Penerima Bantuan Iuran 2017di pusatpusat kesehatan masyarakat di 14 daerah.
KIS dan KIP adalah dua kartu utama yang telah diperkenalkan kepada publik sejak Jokowi mulai menjabat Gubernur DKI Jakarta melalui Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar. Rupanya, Jokowi menyukai program kartu tersebut sehingga mengubahnya menjadi program nasional ketika dia menduduki kursi presiden.
Kalau dilihat lebih detail sebenarnya permasalahan yang muncul dalam program kartu sakti Jokowi itu berada di kementerian teknis. Untuk KIP, masalahnya adalah data yang digunakan belum akurat. Distribusi kartu dan pencairan dana masih bermasalah. Kartu belum diterima peserta meski mereka sudah mengetahui atau bahkan menerima sebagian dana. Untuk KIS, permasalahan juga hampir sama. Evaluasi dan pemantauannya kurang ketat.
Namun survei juga menemukan bahwa masyarakat sadar dan memahami bahwa program itu adalah program Jokowi untuk membantu masyarakat miskin. Bahkan responden menyatakan tetap akan memilih Jokowi dalam pemilihan presiden yang akan datang.
Yang menjadi permasalahan adalah implementasi kartukartu sakti itu masih jauh dari harapan publik. Untuk itu, Jokowi harus turun langsung mengevaluasi dan memantau pelaksanaan programnya. Penataan ulang data kemiskinan dari survei Badan Pusat Statistik harus dilakukan. Sinkronisasi data rakyat miskin tersebut harus dilakukan bersama Tim Nasional Percepatan Pengurangan Kemiskinan, Kementerian Sosial, serta melibatkan kementerian teknis, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Kesehatan. Ini perlu karena Kementerian Pendidikan punya Data Pokok Pendidikan yang basisnya adalah satuan atau entitas pendidikan.
Selanjutnya adalah memastikan bahwa dana KIP dan dana kapitasi KIS/Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola BPJS Kesehatan tidak dikorupsi. Jokowi harus memastikan berjalannya sosialisasi program ke masyarakat miskin hingga ke pedesaan yang terpencil dan bahwa mereka berhak serta bisa menggunakan dana di kartu tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar Jokowi tidak selalu menjadi bulanbulanan berbagai pihak dengan tudingan melakukan pencitraan dengan membagibagikan Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat tapi banyak orang miskin yang belum mendapatkan manfaatnya.