Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Pandemi dan Hak atas Kesejahteraan

Pandemi telah membuat kesejahteraan rakyat Indonesia merosot. Saatnya pemerintah mewujudkan hak atas kesejahteraan.

10 Desember 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pandemi harus pula dilihat sebagai isu hak asasi manusia.

  • Kesejahteraan merupakan hak asasi rakyat Indonesia.

  • Inilah momentum bagi negara untuk mewujudkan hak atas kesejahteraan.

Amiruddin al Rahab
Wakil Ketua Komnas HAM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pandemi Covid-19 selama ini hanya dilihat sebagai permasalahan kesehatan dan ekonomi. Sudah saatnya pandemi kini dilihat sebagai isu hak asasi manusia karena telah berakibat buruk terhadap segenap sendi kehidupan manusia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dampak pandemi Covid-19 telah merasuk sampai ke dapur rakyat di berbagai pelosok negeri. Selama sembilan bulan ini, resesi ekonomi membayangi dunia karena merosotnya produksi dan konsumsi berbagai jenis barang dan jasa. Pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal adalah salah satu akibatnya. Hasil survei SMRC pada Agustus lalu menunjukkan perkiraan jumlah pekerja yang terkena PHK selama masa pandemi sekitar 29 juta orang. Prediksi ini diamini oleh Kamar Dagang dan Industri dengan menyebutkan, pada Agustus lalu, 6,4 juta pekerja tercatat telah terkena PHK. Para pekerja ini berasal dari sektor kegiatan ekonomi, bidang tekstil, transportasi, dan restoran.

Asian Development Bank (ADB) pada Agustus lalu menyebutkan tingginya permintaan restrukturisasi kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Ada sekitar 48,4 persen dari 60 juta pelaku UMKM, atau setara dengan 30 juta orang, yang meminta kreditnya direstrukturisasi. Nilai kredit UMKM itu diperkirakan sekitar Rp 1.100 triliun. Kondisi inilah yang disebut oleh Badan Pusat Statistik sebagai kemerosotan daya beli.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa kesejahteraan rakyat kini merosot. Merosotnya kesejahteraan rakyat ini merupakan isu hak asasi manusia yang serius. Menurut Undang-Undang Hak Asasi Manusia, kesejahteraan merupakan hak asasi rakyat Indonesia. Begitu pentingnya hak ini sehingga ia menjadi satu bagian tersendiri yang terdiri atas tujuh pasal dalam undang-undang tersebut. Bahkan Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa tujuan negara Indonesia dibentuk untuk meningkatkan kesejahteraan umum.

Kewajiban negara untuk memenuhi hak atas kesejahteraan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Dalam undang-undang ini terkandung prinsip bahwa negara harus, dengan segala kemampuan yang ada padanya, memenuhi hak atas kesejahteraan tersebut. Dalam Prinsip-prinsip Limburg 1984, yang menjadi pedoman implementasi pemenuhan dan perlindungan hak ekonomi, sosial, dan budaya, ditegaskan bahwa pada tingkat nasional negara harus menggunakan semua cara yang tepat, termasuk tindakan-tindakan legislatif, administratif, hukum, ekonomi, sosial, dan pendidikan yang konsisten dengan sifat hak-hak ekonomi, sosial, serta budaya.

Dari perspektif hak asasi, hal ini bisa diartikan bahwa peran negara harus lebih kuat untuk memenuhi hak atas kesejahteraan. Dengan demikian, negara harus berperan aktif dalam mencari formulasi kebijakan dan program demi memenuhi hak atas kesejahteraan tersebut dengan segala sumber daya yang dimilikinya.

Mengingat masa pandemi seperti sekarang, ada kewajiban bagi negara untuk memenuhi hak atas kesejahteraan segenap rakyat Indonesia yang membutuhkan. Kegagalan dalam memenuhi hak atas kesejahteraan ini akan membuat hak asasi terabaikan.

Langkah pemerintah untuk merancang program bantuan sosial, jika ditilik dalam rangka memenuhi hak atas kesejahteraan, adalah langkah yang tepat. Sayangnya, cara pembagian bantuan yang ditempuh oleh pemerintah belum dalam rangka pemenuhan hak pada masa pandemi, tapi baru sekadar bagi-bagi bahan pokok seperti pada situasi normal. Akibatnya, banyak yang tidak tepat sasaran dan bermasalah di lapangan. Bantuan tersebut juga belum mampu mengatasi merosotnya kesejahteraan akibat pandemi.

Sekarang, bantuan sosial itu malah menjadi ajang korupsi beberapa pejabat di Kementerian Sosial. Tindak korupsi itu menghancurkan tujuan dari bantuan sosial. Tindakan korupsi pada masa pandemi ini merupakan perbuatan yang tidak berperikemanusiaan. Karena itu, program ini harus dievaluasi secara total, kemudian dirancang dalam kerangka pemenuhan hak asasi manusia pada masa pandemi, yaitu hak atas kesejahteraan.

Mencegah kemerosotan kesejahteraan pada masa pandemi sangat penting. Kemerosotan kesejahteraan bisa berakibat pada permasalahan sosial yang jauh lebih rumit, dari meningkatnya tingkat kriminalitas, munculnya kecemburuan sosial, hingga memicu keresahan sosial.

Mengatasi dampak pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengaktualisasikan implementasi Undang-Undang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Sudah 15 tahun undang-undang penting dari sisi hak asasi manusia ini terabaikan dan belum dilaksanakan secara maksimal oleh pemerintah dalam merancang dan mengimplementasikan program-program pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan publik.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus