Yusuf Wanandi, 42 tahun, kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat,
adalah anggota Dewan Direktur dan Ketua Departemen Hubungan
Keluar dari CSIS (Centre for Strategic and International
Studies) di Jakarta. Ia menulis antara lain untuk majalah Asian
Survey dan Newsweek.
Di bawah ini ia menirimkan tulisannya untuk TEMPO tentang
situasi Asia Tenggara di sekitar peperangan di Kamboja. Ia
antara lain menganjurkan, suatu "pencairan hubunan diplomatik
antara Indonesia dengan RRC" di tahap sekarang.
KONFLIK di Indocina yang masih berkepanjangan hingga saat ini
menyebabkan situasi Asia Tenggara tidak menentu. Sejak semula
persengketaan antara Vietnam dengan Kampuchea telah melibatkan
kekuatan-kekuatan komunis dari luar wilayah Asia Tenggara, yaitu
Uni Soviet dan RRC. Apa pun alasannya, sebenarnya Kampuchea dan
Vietnam telah menyediakan diri untuk digunakan oleh Uni Soviet
dan RRC dalam percaturan politik global mereka. Yang jelas
konflik intrakomunis ini mempunyai pengaruh yang cukup meluas.
Salah satu akibat konflik ini, yaitu membanjirnya pengungsi dari
Indocina, secara langsung dirasakan oleh ASEAN dan telah meminta
pengaturan pada tingkat internasional untuk dapat diselesaikan.
Yang juga jelas, semakin berlarutlarut perkembangan di Indocina,
semakin perlu bagi ASEAN untuk mencari jalan guna dapat
mempengaruhi arah penyelesaiannya. Walaupun ASEAN bisa bersikap
netral dalam konflik ini, tetapi ASEAN seharusnya tidak netral
terhadap semua kemungkinan solusi. Artinya, ada penyelesaian
yang dianggap baik atau yang merugikan dilihat dari sudut
kepentingan ASEAN.
Sejauh ini, dalam menghadapi pertentangan di Indocina, jelas
bagi negara-negara ASEAN bahwa meningkatkan ketahanan nasional
masing-masing negara dan ketahanan regional merupakan keharusan
yang mutlak. Untuk saat ini sifat dari ancaman yang dihadapi
negara-negara ASEAN tidak mengalami perubahan, yaitu bersumber
di dalam negeri dan bergantung dari keberhasilan pemerintah dan
pemimpin-pemimpin masyarakat melaksanakan pembangunan nasional
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan rakyatnya. Ancaman dari
luar, dalam bentuk infiltrasi dan subversi, merupakan ancaman
sekunder yang menjadi berarti apabila terjadi kemacetan dalam
pembangunan nasional.
PENYERBUAN VIETNAM KE MUANGTHAI?
Bagi Muangthai, negara yang terdepan menghadapi persengketaan di
Indocina ini, pertimbangan di atas juga berlaku. Untuk waktu
lima tahun mendatang ini dapat diperkirakan Muangthai tidak akan
menghadapi ancaman langsung berupa invasi dari Vietnam. Memang
ada kemungkinan terjadi bentrokan bersenjata antara tentara
Vietnam dengan tentara Muangthai di perbatasannya dengan
Kampuchea dalam usaha Vietnam mengejar dan menghabiskan
pendukungpendukung Pol Pot selama musim kemarau yang sudah akan
tiba dalam waktu yang dekat. Tetapi tindakan ini tidak sama
dengan suatu penyerbuan.
Kiranya juga jelas bahwa harga yang harus dibayar oleh Vietnam
untuk melakukan suatu penyerbuan ke Muangthai akan terlalu
tinggi. Sebab Vietnam saat ini menghadapi kesulitan ekonomi dan
politik yang sangat besar di negaranya sendiri, kesulitan yang
timbul karena meningkatnya perlawanan rakyat Kampuchea terhadap
kehadirannya di sana, tetapi secara praktis juga karena
kesulitan logistik untuk menunjang penyerbuan tersebut.
Tetapi alasan utama untuk tidak melakukan penyerbuan ke
Muangthai adalah karena di pihak Muangthai tidak terdapat
kekuatan yang akan menampung kelanjutan penyerbuan tersebut.
Partai Komunis Muangthai (CPT) pada dasarnya adalah pro-Peking
sedangkan pecahan partai itu yang baru saja terbentuk dan
bersikap pro-Vietnam masih terlampau lemah.
Dengan demikian, usaha-usaha meningkatkan ketahanan nasional,
memperbesar ketahanan regional melalui peningkatan dan perluasan
kerja sama ASEAN di bidang politik, ekonomi dan sosial, adalah
pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh negara-egara ASEAN.
Hal ini berlaku tanpa terjadi konflik di Indocina, tetapi kini
menjadi semakin penting artinya.
Selain itu ketidakpastian perkembangan di Indocina jelas meminta
peningkatan kerja sama militer, diselenggarakan secara bilateral
seperti yang selama ini telah dilakukan, tanpa perlu menjurus ke
arah pembentukan suatu pakta militer ASEAN. Anggota ASEAN akan
saling membantu secara bilateral bila seseorang anggotanya
menghadapi ancaman dari luar. Bantuan ini dapat mengambil
berbagai bentuk misalnya suplai barang strategis seperti minyak
dan beras.
Kesemua usaha ini mempunyai arti penting bagi negara ASEAN dan
bagi stabilitas kawasan. Tetapi usaha-usaha ini tidak
mempengaruhi arah penyelesaian konflik yang sedang berlangsung
di Indocina. Bila memang ASEAN perlu melakukan inisiatif untuk
ikut menentukan arah dan bentuk penyelesaian persengketaan ini,
apa yang harus dilakukannya?
DILEMA: VIETNAM ATAU RRC
Yang jelas, instrumen yang tersedia bagi ASEAN adalah instrumen
diplomasi. Dengan diplomasi ASEAN dapat memobilisir dukungan
internasional bagi terbentuknya pemerintahan yang netral di
Kampuchea, mengerahkan opini internasional untuk memberikan
tekanan terhadap Vietnam, ataupun inisiatif-inisiatif politik
lainnya.
Tetapi keadaan saat ini cukup kompleks. Bila ASEAN
berkepentingan terhadap bentuk solusi bagi Indocina, bukan hanya
Vietnam dan Kampuchea yang langsung mempunyai kepentingan,
tetapi Uni Soviet dan RRC pun akan melakukan usaha-usaha untuk
memaksakan solusi mereka.
Hal ini berarti bahwa setiap inisiatif ASEAN ke arah solusi di
IndocirJa juga perlu memperhitungkan Uni Soviet dan RRC. Pada
saat ini sukar bagi ASEAN untuk melihat dan berinteraksi dengan
Vietnam secara terlepas dari Uni Soviet. Untuk saat ini Vietnam
merupakan ancaman potensial yang paling utama. Melalui
perjanjian persahabatannya dengan Vietnam, Uni Soviet kini hadir
di Asia Tenggara secara militer. Perkembangan ini membahayakan
stabilitas kawasan Asia Tenggara, khususnya dengan
berlangsungnya secara berkepanjangan persengketaan RRC-Uni
Soviet.
Persengketaan RRC-Uni Soviet jelas mempersulit penyelesaian di
Indocina. Tetapi bagi ASEAN terdapat suatu dilema yang mungkin
lebih besar, yaitu menentukan sikap terhadap atau membuat
pilihan mengenai Vietnam di satu pihak dan RRC di pihak lain.
Dalam jangka panjang jelas RRC merupakan ancaman potensial yang
lebih besar daripada Vietnam. Untuk saat ini Vietnam merupakan
ancaman potensial yang lebih besar daripada RRC. Bila letak
persoalannya seperti ini, mungkin sikap terbaik yang dapat
diambil ASEAN secara singkat dapat dirumuskan sebagai "keeping
all options open " Dengan perkataan lain, membuat agar instrumen
diplomasi yang ada di tangan ASEAN dapat digunakan secara
fleksibel.
Fleksibilitas diplomasi ini, sejauh yang menyangkut Vietnam,
diperlukan agar Hanoi dapat membuat pilihan yang tepat, yaitu
menciptakan suasana di mana Vietnam mulai dapat melaksanakan
pembangunan ekonominya. Keadaan dalam negeri Vietnam selama
peperangan selama 30 tahun terakhir belum pernah separah
sekarang. Memulihkannya akan meminta usaha yang sangat besar,
terutama untuk dapat mengabsorbir wilayah Selatan. Kondisi
ketergantungan Vietnam kepada Uni Soviet semata-mata, sebagai
akibat ambisi politik Vietnam, tidak akan mempunyai arti bagi
Vietnam untuk mengatasi persoalannya. Dana yang dibutuhkan oleh
Vietnam tidak akan bisa dipenuhi oleh Uni Soviet maupun COMECON.
Fleksibilitas diplomasi ini, sejauh yang menyangkut RRC,
dimaksudkan untuk memanfaatkan kondisi RRC saat ini untuk
memasukkan RRC ke dalam suatu struktur kerja sama internasional
agar dalam percaturan politiknya RRC mengikuti aturan permainan
internasional dan menghindarkannya untuk mengambil
tindakan-tindakan militer secara unilateral.
Pada saat ini ternyata kemampuan militer RRC sangat terbatas,
dan program modernisasi ekonominya membuat RRC saat ini lebih
mudah dijinakkan. Bila demikian, dalam waktu dekat ini Indonesia
perlu menentukan sikapnya terhadap RRC. Hanya dengan pencairan
hubungan diplomatik antara Indonesia dengan RRC, ASEAN mendapat
peluang untuk menggunakan instrumen diplomasinya secara lebih
fleksibel.
Inisiatif ASAN ini akan melibatkan Arnerika Serikat dan Jepang,
sebab dalam setiap tindakan yang diambil oleh ASEAN secara
implisit harus dijaga keseimbangan antara kekuatan-kekuatan
besar di Asia Pasif1k, selain untuk menghindarkan dominasi oleh
sesuatu negara besar, juga karena keseimbangan hubungan itu akan
turut menjamin kestabilan di wilayah Asia Tenggara.
Kestabilan ini diperlukan untuk menciptakan kondisi yang sehat
bagi usaha pembangunan nasional di negara-negara ASEAN, ke arah
ketahanan nasional dan ketahanan regional. Dari rangkaian ini
terlihat bahwa kegiatan diplomasi itu sendiri juga merupakan
bagian penting dari pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh
negara-negara ASEAN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini