Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Pelanggaran Pengkaryaan TNI

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal 47 ayat (1) menyebutkan prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto hendaknya teguh memegang amanat ini.

8 Januari 2018 | 06.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal 47 ayat (1) menyebutkan prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto hendaknya teguh memegang amanat ini.

Adalah mengherankan Panglima menandatangani kesepahaman pengkaryaan personel Angkatan Udara dengan PT Adhi Karya (Persero) Tbk, yang bertentangan dengan Undang-Undang TNI. Kesepakatan yang ia teken bersama Direktur Utama Adhi Karya, Budi Harto, secara resmi di Cilangkap itu menegaskan bahwa penugasan ini merupakan bentuk pengabdian TNI untuk proyek strategis nasional. Meski tidak disebutkan secara eksplisit bahwa kemungkinan yang dikaryakan adalah para perwira tinggi yang memasuki masa persiapan pensiun (MPP).

Padahal, mengacu ke UU TNI, anggota TNI yang tengah menjalani MPP termasuk yang tidak diperkenankan bekerja di tempat lain. Penjelasan Pasal 47 ayat (1) itu menegaskan hanya prajurit yang sudah pensiun yang boleh bekerja di tempat lain. Masa persiapan pensiun dalam undang-undang ditetapkan selama satu tahun. Dalam masa itu, prajurit TNI dilarang merangkap jabatan.

Kontrak antara TNI Angkatan Udara dan Adhi Karya juga mengabaikan profesionalitas, yang semestinya menjadi prinsip penting dalam pengelolaan perusahaan yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN) sekaligus perusahaan publik itu. Adhi Karya terlibat dalam banyak proyek infrastruktur. Perusahaan ini, misalnya, ditugasi membangun proyek light rail transit (LRT) Jabodebek sepanjang 44 km. Tanpa profesionalitas tinggi, sulit menyelesaikan proyek tersebut tepat waktu dengan kualitas yang sempurna.

Tak pelak, dibutuhkan mekanisme kerja dan pola rekrutmen sumber daya yang mampu meningkatkan kompetensi kerja. Para prajurit TNI Angkatan Udara dipekerjakan di Adhi Karya karena dianggap mumpuni menangani keselamatan pekerja atau terlatih di bidang QSHE (quality, safety, health & environment). Asumsi ini bisa dipertanyakan.

Bidang QSHE akan tertangani lebih baik bila orang yang terlibat proyek infrastruktur tertentu paham benar tetek-bengek teknologi pembuatan infrastruktur tersebut. Menempatkan mereka yang tidak memiliki pengalaman di bidang konstruksi, tak memiliki sertifikasi sebagai tenaga ahli di bidang QSHE, jelas tidak profesional dan malah membahayakan keamanan proyek. Tanpa petugas QSHE yang profesional dan mumpuni di bidangnya, kecelakaan seperti ambruknya enam batang girder dalam proyek jalan tolDepok-Antasari beberapa waktu lalu,karena tersenggol ekskavator yang sedang menggali tanah, mungkin akan terus terjadi.

Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan prajurit TNI cocok terlibat dalam proyek-proyek infrastruktur nasional karena mereka berjiwa nasionalis, berintegritas, berkarakter, dan pantang menyerah. Menggelikan jika patriotisme digunakan sebagai ukuran kecakapan dalam menangani pekerjaan teknis di lapangan. Adalah baik jika Panglima hendak menyiapkan pekerjaan bagi prajurit TNI yang pensiun, tapi lakukanlah dengan benar dan tanpa melanggar undang-undang serta prinsip-prinsip profesionalitas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ali Umar

Ali Umar

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus