Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Peluang dan Tantangan Urbanisasi

Memasuki tahun baru, Indonesia masih tampak kesulitan mengelola dan memanfaatkan dampak urbanisasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, meningkatkan kesejahteraan sosial, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup kota.

26 Desember 2019 | 07.00 WIB

Urbanisasi sudah menjadi masalah klasik. Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta masih menjadi tujuan utama kaum pendatang.
Perbesar
Urbanisasi sudah menjadi masalah klasik. Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta masih menjadi tujuan utama kaum pendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Nirwono Joga
Pusat Studi Perkotaan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Memasuki tahun baru, Indonesia masih tampak kesulitan mengelola dan memanfaatkan dampak urbanisasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, meningkatkan kesejahteraan sosial, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup kota. Saat ini, sekitar 151 juta penduduk Indonesia (56 persen) dari total penduduk tinggal di perkotaan dan diperkirakan meningkat menjadi 220 juta jiwa pada 2045. Dalam kurun 1996-2016 di Indonesia, populasi perkotaan meningkat 1 persen dan produk domestik bruto per kapita meningkat 1,4 persen, sementara di Asia Timur bisa meningkat 2,7 persen dan Cina 3 persen (Bank Dunia, 2019).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketimpangan kesejahteraan tergolong masih besar antara kawasan perkotaan dan perdesaan karena penduduk perdesaan cenderung belum mendapat manfaat urbanisasi. Kegiatan perekonomian masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, tempat produk domestik regional bruto Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi menyumbang produk domestik bruto nasional sebesar 20,58 persen. Pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa mencapai 5,6 persen lebih tinggi dibanding luar Pulau Jawa sebesar 4,7 persen (2017).

Pertumbuhan urbanisasi yang tinggi dan konsentrasi penduduk terbesar ada di Jakarta dan sekitarnya. Pemerintah harus mengembangkan kota-kota potensial menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru dan pemerataan secara nasional.

Perencanaan urbanisasi harus didukung peningkatan anggaran infrastruktur serta transfer dana ke pusat dan daerah. Cakupan kualitas layanan dasar dialokasikan dalam anggaran pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, subsidi energi dan non-energi, serta asuransi bencana dan aset negara.

Ketimpangan pendapatan di dalam satu daerah dan antardaerah harus menjadi perhatian serius pemerintah. Ketimpangan di dalam kota perlu mendapat penanganan khusus untuk masyarakat dan kawasan miskin kota. Penataan kampung kota harus lebih dikembangkan sesuai dengan rencana tata ruang kota, tematik, ekonomi kreatif, dan perbaikan lingkungan (sampah, sanitasi, air bersih, listrik).

Ketimpangan antara Jawa dan non-Jawa (antar-wilayah) mendorong diperlukannya redistribusi pembangunan kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar Jakarta dan Jawa. Pemerintah harus mengembangkan kawasan strategis nasional perkotaan/metropolitan yang berkelanjutan untuk mendukung pertumbuhan wilayah/pulau.

Redistribusi pembangunan kota di luar Jakarta dan sekitarnya dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi baru daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, meredam laju urbanisasi, serta meringankan beban Jakarta dan sekitarnya. Jakarta dan sekitarnya merupakan kawasan metropolitan yang mencakup tiga provinsi, delapan kota/kabupaten, dan 185 kecamatan. Wilayah Provinsi DKI Jakarta berfungsi sebagai kawasan inti dan wilayah kota/kabupaten sekitarnya menjadi kawasan pendukung.

Persoalan urbanisasi di wilayah perkotaan yang berkembang menjadi metropolitan seperti Jakarta dan sekitarnya menjadi lebih kompleks karena lintas wilayah administrasi, terlebih semangat otonomi daerah yang kuat. Penanganan urbanisasi dalam memenuhi layanan perkotaan wilayah metropolitan harus didukung pengelolaan yang terintegrasi dan efektif berdasarkan kebutuhan fungsional optimal suatu kewilayahan yang luas dan saling berkaitan.

Pengembangan wilayah metropolitan (WM) terjadi di berbagai daerah, seperti WM Bandung Raya, WM Semarang (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Purwodadi), dan WM Surabaya (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan) di Jawa. Ada pula WM Medan (Medan, Binjai, Deli, Serdang, Karo), WM Padang (Padang, Padang Panjang, Bukittinggi, Solok), dan WM Palembang (Palembang, Betung, Indralaya, Kayuagung) di Sumatera.

Pemerintah harus melakukan pemerataan akses ke pelayanan dasar berkualitas tinggi di semua wilayah, meningkatkan konektivitas antarwilayah, juga antara masyarakat dan lapangan kerja, kesempatan, dan pelayanan, serta menargetkan untuk mengatasi kesenjangan antardaerah dan antarkelompok masyarakat. Pemerintah juga dituntut mengatasi tiga kendala utama, yakni koordinasi di dalam dan lintas pemerintah kota, kapasitas perencanaan kota, dan sumber pendanaan. Pertumbuhan kota dan urbanisasi harus dapat meningkatkan taraf kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Kota harus memenuhi kebutuhan warganya agar nyaman ditinggali dan menarik didatangi talenta baru yang dibutuhkan agar kota terus tumbuh. Kota harus mampu mendorong pemajuan ilmu pengetahuan dan pengembangan teknologi inovatif demi pertumbuhan ekonomi lebih lanjut dan perbaikan kehidupan.

Pada akhirnya, urbanisasi harus mampu memenuhi janjinya, yakni mewujudkan perkotaan yang sejahtera, makmur, inklusif, layak huni, dan berkelanjutan.

Nirwono Joga

Pusat Studi Perkotaan

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus