Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Catatan Suram Pemilu 2024

Pemilu 2024 berlangsung relatif damai, tapi ada segudang catatan yang menodai kejujuran dan keadilan proses demokrasi ini. 

15 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemungutan suara pada Pemilihan Umum 2024 usai sudah. Meski hasil resmi penghitungan suara di Komisi Pemilihan Umum belum ada, mekanisme quick count alias hitung cepat telah membantu publik mendapat gambaran siapa memperoleh suara berapa. Keberpihakan Presiden Joko Widodo dan jajarannya membuat proses pemilu kehilangan aspek jujur dan adil. Kini saatnya melakukan refleksi dan merumuskan strategi bersama agar tak ada lagi kecurangan pemilu pada masa mendatang.

Jika ditarik ke belakang, titik awal kecurangan dalam Pemilu 2024 berawal dari putusan Mahkamah Konstitusi pada Oktober 2023. Dengan putusan itu, putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, bisa menjadi calon wakil presiden meski usianya belum memenuhi syarat. 

Di luar itu, ada berbagai anomali regulasi yang terjadi sepanjang musim kampanye. Begitu telanjangnya pelanggaran konstitusi yang terjadi, para akademikus, termasuk guru besar dari berbagai kampus, sampai merasa perlu turun tangan, meminta Jokowi menghentikan regresi demokrasi di Indonesia. 

Namun, sesungguhnya, noda dalam Pemilu 2024 sudah tampak sejak tahapan kampanye dan berlangsung hingga pemungutan suara. Kemarin, sepanjang proses penghitungan suara, laporan dugaan kecurangan dan kekacauan datang dari berbagai tempat. Tanpa penyelesaian yang sungguh-sungguh, hasil Pemilu 2024 akan cacat dan gagal menghasilkan pemerintahan yang kredibel. 

Pada masa kampanye, secara telanjang Presiden Jokowi dan para pembantunya menunjukkan keberpihakan kepada pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Jokowi tanpa rasa malu mengerahkan penyelenggara negara dan mempolitisasi berbagai bentuk bantuan sosial demi kepentingan pemenangan anaknya.

Kekacauan berlanjut pada masa pemungutan suara. Di Malaysia, muncul indikasi kecurangan dalam proses pemungutan suara melalui Pos Pemilu Wilayah Selangor dan Kuala Lumpur. Di sana ditemukan 1.972 surat suara sudah dicoblos oleh pihak yang tidak berwenang. Surat suara yang sudah tercoblos juga ditemukan di Mekah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemantau pemilu di Malaysia menemukan pula potensi kecurangan pada waktu pemungutan suara di gedung World Trade Center, Kuala Lumpur. Pemantau melaporkan, proses pencoblosan diwarnai penumpukan ratusan ribu pemilih. Potensi kecurangan berasal dari banyaknya pemilih yang berstatus daftar pemilih khusus, tapi memiliki identitas yang sah.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara itu, saat pemungutan suara berlangsung di dalam negeri, kemarin, masyarakat di berbagai daerah ramai-ramai melaporkan adanya surat suara yang sudah tercoblos. Lokasi penemuan terentang dari Kabupaten Bogor dan Kabupaten Garut, Jawa Barat, hingga ke Desa Kotiak, Distrik Pasue, Kabupaten Mappi, Papua Selatan.

Kekacauan terjadi pula dalam bentuk kurangnya surat suara, seperti yang terjadi di Kota Malang, Depok, dan Tangerang Selatan. Lalu ada pula temuan politik uang di Kota Batu dan kegagalan ribuan pemilih di Bangka Belitung dalam menggunakan hak suaranya. Sebelumnya Badan Pengawas Pemilu mengungkapkan, per 24 Januari 2024, telah menangani 1.236 kasus dugaan pelanggaran pemilu.  

Semua masalah itu menjadi tanggung jawab lembaga penyelenggara pemilu, terutama Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum. Dua lembaga itu wajib bertindak cepat menangani laporan dugaan kecurangan supaya tidak menimbulkan spekulasi. Bawaslu harus bergerak cepat menginvestigasi dan menjelaskan secara transparan hasilnya kepada publik. 

Persaingan Pemilu 2024 yang sangat ketat berpotensi menimbulkan gejolak jika lembaga penyelenggara pemilu tidak bisa menuntaskan penyelesaian dugaan kecurangan dan menjelaskannya kepada publik. Terlebih kecurangan dan ketidaknetralan aparat telah lama terlihat. 

Kemenangan pasangan Prabowo-Gibran berdasarkan banyak hasil hitung cepat memang sulit dibantah, betapa pun proses di belakangnya sangat merusak demokrasi. Hasil hitung cepat yang dilakukan lembaga-lembaga survei menunjukkan lebih dari 50 persen pemilih memilih pasangan tersebut.  

Namun, tanpa penyelesaian yang serius atas pelbagai dugaan kecurangan yang mencuat, kecurigaan yang meluas sangat mungkin meruntuhkan kepercayaan terhadap hasil Pemilu 2024. Para penyelenggara pemilu harus mengevaluasi berbagai pelanggaran asas demokrasi yang dilakukan oleh Jokowi dan pembantunya agar tak terjadi lagi di kemudian hari.  

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus