Kalau dibuat disertasi ilmiah mengenai kehidupan Indonesia yang dipengaruhi hal-hal yang asalnya bukan Indonesia, hasil akhir disertasi pasti menakjubkan. Sebab, lebih dari 50% kehidupan Indonesia hasil pengaruh bukan Indonesia. Kita mulai meneliti dengan sila pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa. Akan kita sadari bahwa Islam, Kristen, Hindu, dan Budha adalah agama impor. Nah, itulah mayoritas kepercayaan bangsa Indonesia. Lalu, bahasa Quran adalah bahasa Arab. Sedangkan bahasa kitab suci penganut Roma Katolik berbahasa Indonesia hasil terjemahan dari bahasa Latin . Mari kita teruskan. Untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa, kita mempunyai ABRI yang kuat, yang anggota-anggotanya jelas orang-orang Indonesia sendiri. Tetapi mari kita lihat istilah kepangkatan yang dipakai ABRI: sersan, letnan, mayor, kolonel dan seterusnya. Asli Indonesiakah itu? Jelas, itu bulat-bulat kata-kata asing, bukan bahasa Indonesia. Bahkan sistem perang modern pun masih memakai konsep perang modern hasil penemuan Caesar, panglima perang Zaman Romawi. Lalu, apa-apa yang kita pakai sehari-hari seperti sepatu, kemeja, jelas menggambarkan pengaruh bukan Indonesia. Sendok, garpu pun, bukan kata-kata Indonesia asli. Bagaimana judo, karate, taekwondo, kungfu? O, jelas, sama sekali bukan kata-kata Indonesia. Ucapannya saja terdengar tak ada bau-bau Indonesia. Tetapi macam-macam bela diri itu ditiru bulat-bulat bangsa Indonesia tanpa isu politik yang mencurigakan. Pencak silat, Indonesia asli? Siapa bilang? Maka, ribut-ribut soal asli dan bukan asli Indonesia bukankah bisa dimusyawarahmufakatkan? Bukankah falsafah musyawarah dan mufakat menjadikan bangsa Indonesia bukan bangsa yang suka adu jotos? Semuanya bisa diselesaikan secara mufakat. Kalau perlu diseminarkan. Sebagai praktisi waitankung, kami melihat dan dapat membuktikan bahwa waitankung tak melanggar kesopanan dan kesusilaan. Apalagi hukum. O.C. KALIGIS, S.H. Jalan Majapahit 34/4 Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini