Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pengelolaan pesisir terpadu (integrated coastal management/ICM) adalah instrumen yang pas setelah rancangan peraturan daerah DKI Jakarta tentang zonasi pengelolaan pesisir dan laut Teluk Jakarta serta izin reklamasi dicabut. Sikap DKI yang konsisten dalam penghentian reklamasi merupakan langkah awal implementasi pengelolaan pesisir terpadu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mengapa pengelolaan pesisir terpadu penting bagi Teluk Jakarta? Setidaknya ada tiga alasan. Pertama, untuk mengendalikan konflik kepentingan dari semua pemangku kepentingan. Kedua, melindungi produktivitas wilayah pesisir. Ketiga, mendorong keseimbangan alokasi sumber daya pesisir sehingga memberi manfaat yang bisa dinikmati bersama. Tiga hal itu menjadi agenda utama pengelolaan pesisir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Untuk agenda pertama, harus disadari bahwa Teluk Jakarta itu seperti sebuah teluk induk, ruang yang menghidupi jutaan manusia dan mengalirkan berbagai aktivitas. Berbagai sumber daya hayati, seperti ekosistem bakau, kawasan penangkapan ikan, dan area budi daya kerang hijau, ada sana. Aliran barang dan penumpang pelabuhan, jasa transportasi, jalur transmisi gas dan listrik, serta aktivitas strategis lainnya juga terjadi.
Reklamasi mengakibatkan terganggunya jalur nelayan, sumber daya ikan dan habitatnya, serta budi daya kerang hijau. Menurut kajian Sampono (2013), daerah tangkapan ikan yang terkena dampak langsung seluas 1.527,34 hektare dengan nilai manfaat langsung sebesar Rp 198,5 triliun.
Perlindungan produktivitas kawasan teluk sebagai agenda kedua bisa ditelaah dari tingkat biodiversitas kawasan. Menurut Ali Kodra (1999), paling tidak di sana ditemukan 47 jenis bakau dari 24 famili, tapi pada 2007 tinggal 11 spesies bakau. Ambinri (2016) mendata luasan suaka margasatwa di pesisir itu mencapai 23 hektare, hutan lindung 22 hektare, hutan wisata 15 hektare, blok ekowisata 23 hektare, dan arboretum 3 hektare. Perubahan lahan bakau selama 10 tahun terakhir mencapai 42,52 persen atau 232,04 hektare. Perubahan itu tentu menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas perikanan. Selain itu, fungsi penahan angin, penahan gelombang, satwa asosiasi seperti burung, dan kemampuan penahan intrusi air laut menghilang.
Penelitian Dedi di Pulau Bokor (2015) menunjukkan persentase tutupan karang hidup kurang dari 1 persen. Dampak sedimentasi nyata terlihat dari alga hijau yang menutupi karang sangat dominan. Iwan Rismawan (1999) juga mencatat penurunan jenis plankton, dari 106 jenis pada 1983 menjadi 24 jenis pada 1999.
Agenda ketiga dilakukan dengan memperhatikan beban dan daya dukung lingkungan. Kebijakan pemerintah dalam mengembangkan kota pesisir harus memperhitungkan dampak di bidang kedaulatan, ideologi, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Walaupun reklamasi merupakan kegiatan yang diizinkan oleh undang-undang, tapi orang dilarang melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan atau merugikan masyarakat sekitar.
Beban di pesisir dan laut Teluk Jakarta harus diatur secara saksama sehingga tidak mengganggu keseimbangan kawasan. Setiap kegiatan dengan pola pemanfaatan ruang yang berbeda berpotensi mendorong instabilitas kawasan. Jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang tepat, bukan tidak mungkin terjadi kolonisasi ruang. Untuk itu, penting ada skema pemanfaatan yang tepat. Dengan pendekatan prinsip keterpaduan, maka pengelolaan Teluk Jakarta diarahkan pada penciptaan keharmonisan secara spasial.
ICM memberi pedoman umum, ekologis, serta ekonomi dan sosial dalam mengelola pesisir dan laut. Pedoman umum berupa permintaan total manusia terhadap sumber daya alam dan jasa lingkungan tidak melebihi daya dukungnya. Pedoman ekologi memandu penataan ruang, laju pemanfaatan, tingkat eksploitasi, dan konservasi. Eksploitasi sumber daya alam haruslah ramah lingkungan dan sebagian keuntungannya diinvestasikan untuk mengembangkan bahan substitusi serta usaha ekonomi berkelanjutan.
Pedoman ekonomi merupakan perubahan paradigma pembangunan, dari hanya mengejar pertumbuhan menjadi menghasilkan pertumbuhan ekonomi berkualitas, inklusif, dan ramah lingkungan. Pemerintah harus melindungi masyarakat pesisir dari ketidakadilan liberalisasi perdagangan sekaligus meningkatkan kapasitas masyarakat. Ciri ekonomi kawasan yang sesuai dengan struktur kawasan ini adalah budi daya laut, tambak, perikanan tangkap, industri manufaktur, industri bioteknologi perairan, industri elektronik, industri otomotif, pariwisata bahari, jasa energi, pelabuhan, perumahan, dan kawasan bisnis.
Sebagai pedoman sosial, ICM memberi kepastian adanya keadilan atas sumber daya pesisir. Setiap kelompok masyarakat dapat menemukan kebutuhan masing-masing, termasuk makanan, perumahan, kesehatan, transportasi, dan keamanan.
Perpaduan dimensi ini akan melahirkan suatu lingkungan inklusif. ICM tidak hanya konsep, tapi sudah pada tatanan teknis yang adaptif. Dengan memandang reklamasi sebagai sebuah beban ekologi, sosial, ekonomi ,dan kebijakan, maka prinsip ICM untuk keharmonisan spasial harus menjadi dasar pengelolaan ruang Teluk Jakarta.
Yonvitner
Dosen Manajemen Sumber Daya Perairan IPB