Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENINGGALNYA Mao Tse-tung menandakan berakhirnya suatu era dalam
sejarah RRT yang telah menyaksikan munculnya negara ini sebagai
suatu kekuatan dunia. Negara ini kurang dari 30 tahun yang lalu
baru bangkit dari keruntuhan besar, akibat perang saudara yang
dahsyat, serta menghadapi masalah kemiskinan luas di antara
penduduknya yang besar. Sekarang ia merupakan salah satu di
antara kelima negara nuklir di dunia, dan sejak beberapa tahun
yang lalu memasuki era ruang angkasa dengan peluncuran satelit.
Pertanyaan timbul: apakah keberhasilan RRT dalam bidang politik
dan militer selama ini diimbangi pula oleh keberhasilan dalam
bidang ekonomi?
Perkiraan yang hingga kini dilakukan oleh (kebanyakan) ekonom
Barat menunjukkan bahwa ekonomi RRT sejak rehabilitasi ekonomi
dicapai dalam tahun 1952 telah bertumbuh dengan laju kecepatan
rata-rata yang berkisar antara 4 sampai 6% setahun. Dengan laju
pertumbuhan penduduk setinggi kira-kira 2% setahun, maka hal ini
berarti bahwa sampai awal dasawarsa tujuhpuluhan pendapatan per
kapita di RRT telah bertumbuh dengan 2 sampai 4% setahun.
Untuk India, negara besar lainnya di kawasan Asia dengan mana
RRT sering dibandingkan, angka-angka untuk masa yang sama adalah
sebagai berikut: Laju pertumbuhan ekonomi rata-rata setinggi
3,5%, laju pertumbuhan penduduk setinggi 2%, dan laju
pertumbuhan pendapatan per kapita setinggi 1 sampai 1,5O.
PENGEKSPOR MODAL
Berdasarkan indikator-indikator di atas, maka dibanding dengan
India prestasi RRT di bidang ekonomi sedikit lebih baik. Dalam
membandingkan pembangunan ekonomi di kedua negara ini perlu
diingat pula bahwa India selama masa ini menerima bantuan luar
negeri secara besar-besaran dari negara Barat maupun dari
negara-negara Timur. Sedangkan bantuan yang diterima RRT dari
Uni Soviet lebih kecil dan kemudian dihentikan sama sekali dalam
tahun 1960, berkenaan dengan meletusnya konflik yang tajam
antara kedua negara ini. Lagipula sejak tahun 1955 RRT telah
mulai mengembalikan kredit Soviet serta memberikan bantuan luar
negeri dalam jumlah kecil kepada negara-negara berkembang
lainnya.
Dengan demikian, maka India selama kedua dasawarsa ini secara
netto merupakan negara pengimpor modal, sedangkan RRT suatu
negara pengekspor modal. Hal ini berarti bahwa pembangunan
ekonomi di RRT telah menanggung beban lebih berat atas usaha
tabungan dan investasi daripada di India.
Namun demikian, dibanding dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih
pesat di Uni Soviet dan negara-negara sosialis lainnya di Eropa
Timur sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua, maka prestasi RRT
(dan India) dalam bidang ekonomi tidak begitu menakjubkan.
Apalagi jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Jepang atau
beberapa negara-negara berkembang lainnya di Asia, seperti
Taiwan dan Korea Selatan, yang telah bertumbuh dengan laju
kecepatan yang melebihi 10% setahun. Tetapi di lain fihak lagi
perlu dikemukakan juga, bahwa walaupun laju pertumbuhan ekonomi
setinggi 4-5% untuk masa kini tidak terlampau menakjubkan, namun
jika diteliti sejarah perekonomian negara-negara maju, seperti
Inggeris, Amerika Serikat dan Jepang, laju pertumbuhan ekonomi
setinggi 4-5% cukup tinggi. Misalnya, Jepang dengan laju
pertumbuhan ekonomi setinggi ini sejak tahun 1870 berhasil
menjadi suatu negara industri terkemuka, menjelang pecahnya
Perang Pasifik.
PERATAAN PENDAPATAN
Tetapi daya tarik RRT sebagai salah satu model pembangunan bagi
negara-negara berkembang lainnya tidak terletak dalam
pertumbuhan ekonomi yang pesat. Kita sudah lihat bahwa beberapa
negara berkembang lainnya bertumbuh dengan jauh lebih pesat.
Yang menarik terutama dalam perataan pendapatan, yang
akhir-akhir ini pula menjadi masalah yang sedang digarap secara
sungguh-sungguh di negara-negara berkembang lainnya. Meskipun
tidak terdapat bahan-bahan statistik yang komprehensif mengenai
pembagian pendapatan di RRT, namun bahan-bahan kwantitatif yang
fragmentaris (maupun yang kwalitatif) memberikan kesan kuat
bahwa pembagian kekayaan dan pendapatan jauh lebih merata di RRT
daripada misalnya di India.
Perataan ini tidak saja dicapai dengan usaha redistribusi
kekayaan dan pendapatan, tetapi juga dengan menjamin persediaan
bahan-bahan kebutuhan pokok yang memadai bagi kebanyakan rakyat.
Dengan mengutamakan produksi bahanbahan kebutuhan pokok, sudah
barang tentu tidak tersedia lagi sumber-sumber daya yang dapat
dialokasikan ke produksi barang-barang luks.
BARRY RICHMAN
Perataan pendapatan yang lebih besar di RRT daripada di India
juga terlihat dari perbedaan dalam tingkat penghasilan antara
pegawai yang berpenghasilan paling tinggi di perusahaan dan
pegawai yang berpenghasilan paling rendah. Menurut penelitian
Barry Richman, seorang gurubesar dalam ilmu management pada
Universitas Kalifornia, Los Angeles, maka perbandingan paling
besar di perusahaan-perusahaan yang pernah dikunjunginya di RRT
adalah 7 lawan 1, sedangkan di perusahaan-perusahaan di India
perbandingannya adalah antara 20 sampai 30 lawan 1 . Di samping
perataan pendapatan RRT juga lebih berhasil dalam pengerahan
angkatan kerjanya yang besar jika dibanding dengan India.
Meskipun pembangunan ekonomi dan perataan pendapatan di RRT
merupakan hasil-hasil yang nyata, namun kita tidak boleh lupa
bahwa hasil-hasil yang telah dicapai RRT telah terjadi dalam
konteks negara totaliter dengan pengawasan sosial yang sangat
ketat. Lalu timbul pertanyaan apakah perataan kekayaan dan
pendapatan merupakan tujuan nasional yang demikian luhur,
sehingga dapat membenarkan dihapusnya kebebasan-kebebasan
individuil?
Sebenarnya pertanyaan ini secara prinsip sudah terjawab di
kebanyakan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Perataan kekayaan dan pendapatan ingin dicapai dengan tetap
menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia. Tetapi tantangan besar
yang sekarang kita hadapi adalah bagaimana mewujudkan prinsip
ini menjadi kenyataan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo