Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Perekonomian rrt selama era mao

Ekonomi rrc sejak rehabilitasi ekonomi dicapai th 1952 telah tumbuh dengan laju kecepatan rata-rata berkisar 4-6 persen setahun. pertumbuhannya tak pesat tapi pembagian pendapatan penduduk cukup merata.

2 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENINGGALNYA Mao Tse-tung menandakan berakhirnya suatu era dalam sejarah RRT yang telah menyaksikan munculnya negara ini sebagai suatu kekuatan dunia. Negara ini kurang dari 30 tahun yang lalu baru bangkit dari keruntuhan besar, akibat perang saudara yang dahsyat, serta menghadapi masalah kemiskinan luas di antara penduduknya yang besar. Sekarang ia merupakan salah satu di antara kelima negara nuklir di dunia, dan sejak beberapa tahun yang lalu memasuki era ruang angkasa dengan peluncuran satelit. Pertanyaan timbul: apakah keberhasilan RRT dalam bidang politik dan militer selama ini diimbangi pula oleh keberhasilan dalam bidang ekonomi? Perkiraan yang hingga kini dilakukan oleh (kebanyakan) ekonom Barat menunjukkan bahwa ekonomi RRT sejak rehabilitasi ekonomi dicapai dalam tahun 1952 telah bertumbuh dengan laju kecepatan rata-rata yang berkisar antara 4 sampai 6% setahun. Dengan laju pertumbuhan penduduk setinggi kira-kira 2% setahun, maka hal ini berarti bahwa sampai awal dasawarsa tujuhpuluhan pendapatan per kapita di RRT telah bertumbuh dengan 2 sampai 4% setahun. Untuk India, negara besar lainnya di kawasan Asia dengan mana RRT sering dibandingkan, angka-angka untuk masa yang sama adalah sebagai berikut: Laju pertumbuhan ekonomi rata-rata setinggi 3,5%, laju pertumbuhan penduduk setinggi 2%, dan laju pertumbuhan pendapatan per kapita setinggi 1 sampai 1,5O. PENGEKSPOR MODAL Berdasarkan indikator-indikator di atas, maka dibanding dengan India prestasi RRT di bidang ekonomi sedikit lebih baik. Dalam membandingkan pembangunan ekonomi di kedua negara ini perlu diingat pula bahwa India selama masa ini menerima bantuan luar negeri secara besar-besaran dari negara Barat maupun dari negara-negara Timur. Sedangkan bantuan yang diterima RRT dari Uni Soviet lebih kecil dan kemudian dihentikan sama sekali dalam tahun 1960, berkenaan dengan meletusnya konflik yang tajam antara kedua negara ini. Lagipula sejak tahun 1955 RRT telah mulai mengembalikan kredit Soviet serta memberikan bantuan luar negeri dalam jumlah kecil kepada negara-negara berkembang lainnya. Dengan demikian, maka India selama kedua dasawarsa ini secara netto merupakan negara pengimpor modal, sedangkan RRT suatu negara pengekspor modal. Hal ini berarti bahwa pembangunan ekonomi di RRT telah menanggung beban lebih berat atas usaha tabungan dan investasi daripada di India. Namun demikian, dibanding dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat di Uni Soviet dan negara-negara sosialis lainnya di Eropa Timur sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua, maka prestasi RRT (dan India) dalam bidang ekonomi tidak begitu menakjubkan. Apalagi jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Jepang atau beberapa negara-negara berkembang lainnya di Asia, seperti Taiwan dan Korea Selatan, yang telah bertumbuh dengan laju kecepatan yang melebihi 10% setahun. Tetapi di lain fihak lagi perlu dikemukakan juga, bahwa walaupun laju pertumbuhan ekonomi setinggi 4-5% untuk masa kini tidak terlampau menakjubkan, namun jika diteliti sejarah perekonomian negara-negara maju, seperti Inggeris, Amerika Serikat dan Jepang, laju pertumbuhan ekonomi setinggi 4-5% cukup tinggi. Misalnya, Jepang dengan laju pertumbuhan ekonomi setinggi ini sejak tahun 1870 berhasil menjadi suatu negara industri terkemuka, menjelang pecahnya Perang Pasifik. PERATAAN PENDAPATAN Tetapi daya tarik RRT sebagai salah satu model pembangunan bagi negara-negara berkembang lainnya tidak terletak dalam pertumbuhan ekonomi yang pesat. Kita sudah lihat bahwa beberapa negara berkembang lainnya bertumbuh dengan jauh lebih pesat. Yang menarik terutama dalam perataan pendapatan, yang akhir-akhir ini pula menjadi masalah yang sedang digarap secara sungguh-sungguh di negara-negara berkembang lainnya. Meskipun tidak terdapat bahan-bahan statistik yang komprehensif mengenai pembagian pendapatan di RRT, namun bahan-bahan kwantitatif yang fragmentaris (maupun yang kwalitatif) memberikan kesan kuat bahwa pembagian kekayaan dan pendapatan jauh lebih merata di RRT daripada misalnya di India. Perataan ini tidak saja dicapai dengan usaha redistribusi kekayaan dan pendapatan, tetapi juga dengan menjamin persediaan bahan-bahan kebutuhan pokok yang memadai bagi kebanyakan rakyat. Dengan mengutamakan produksi bahanbahan kebutuhan pokok, sudah barang tentu tidak tersedia lagi sumber-sumber daya yang dapat dialokasikan ke produksi barang-barang luks. BARRY RICHMAN Perataan pendapatan yang lebih besar di RRT daripada di India juga terlihat dari perbedaan dalam tingkat penghasilan antara pegawai yang berpenghasilan paling tinggi di perusahaan dan pegawai yang berpenghasilan paling rendah. Menurut penelitian Barry Richman, seorang gurubesar dalam ilmu management pada Universitas Kalifornia, Los Angeles, maka perbandingan paling besar di perusahaan-perusahaan yang pernah dikunjunginya di RRT adalah 7 lawan 1, sedangkan di perusahaan-perusahaan di India perbandingannya adalah antara 20 sampai 30 lawan 1 . Di samping perataan pendapatan RRT juga lebih berhasil dalam pengerahan angkatan kerjanya yang besar jika dibanding dengan India. Meskipun pembangunan ekonomi dan perataan pendapatan di RRT merupakan hasil-hasil yang nyata, namun kita tidak boleh lupa bahwa hasil-hasil yang telah dicapai RRT telah terjadi dalam konteks negara totaliter dengan pengawasan sosial yang sangat ketat. Lalu timbul pertanyaan apakah perataan kekayaan dan pendapatan merupakan tujuan nasional yang demikian luhur, sehingga dapat membenarkan dihapusnya kebebasan-kebebasan individuil? Sebenarnya pertanyaan ini secara prinsip sudah terjawab di kebanyakan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Perataan kekayaan dan pendapatan ingin dicapai dengan tetap menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia. Tetapi tantangan besar yang sekarang kita hadapi adalah bagaimana mewujudkan prinsip ini menjadi kenyataan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus