Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menargetkan pembangunan kompleks Istana Negara di ibu kota negara baru pada 2024.
Pembangunan harus dilakukan dengan perencanaan matang dan bertahap.
Perlindungan lingkungan dan integrasi tata ruang harus disiapkan dengan baik.
Hendricus Andy Simarmata
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Bila masuk Lembaran Negara, dasar hukum untuk pembangunan kota baru Nusantara akan segera dimulai. Bahkan pemerintah telah menargetkan pembangunan Istana Negara dan empat bangunan gedung kementerian pada 2024. Mungkinkah pembangunannya secepat itu dan apakah perlu secepat itu? Apakah hal tersebut sudah terencana dengan matang atau semata-mata keinginan menggebu di akhir pemerintahan Presiden Jokowi?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembangunan kota baru tidak bisa sekadar merancang bangunan-bangunan ataupun infrastruktur perkotaan, tapi juga mesti memikirkan bagaimana pengoperasian dan pemeliharaan bangunan fisik perkotaan itu setelah terbangun, termasuk efisiensi serta efektivitas mobilitas di dalam kota tersebut nanti. Kita tidak berharap kawasan pertama yang dibangun, yakni kompleks Istana Negara, akan dihiasi dengan tiang-tiang listrik dan telekomunikasi serta masih mengandalkan air galon. Kita tentu berharap minimal kompleks tersebut sudah menggunakan air langsung minum dari keran (tap water), lampu-lampu pintar (smart-eco light), dan semua jaringan tertanam di bawah tanah (underground utility box). Kesan pertama menjadi sangat penting untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mewujudkan kota teladan.
Bertahap
Permasalahan pembangunan ibu kota negara baru tentu jauh lebih besar daripada sekadar membangun gedung-gedung perkantoran dan infrastruktur, yakni bagaimana memastikan tahapan-tahapan pembangunan dilakukan dengan prosedur yang benar. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah.
Pertama, yang harus segera dikerjakan adalah penyiapan dan pematangan lahan. Karena kawasan inti pusat pemerintahan seluas 5.000-an hektare itu merupakan hutan tanaman industri aktif, diperlukan pelepasan status hutan. Urusan administrasi ini harus didahulukan. Selain itu, karena masih berhutan tebal, berlereng terjal, dan dikelilingi kawasan ekosistem esensial, cara pematangan lahannya harus diikuti dengan perlindungan lingkungan.
Kedua, implikasi dari pelepasan kawasan hutan tersebut adalah revisi rencana tata ruang Pulau Kalimantan dan rencana tata ruang daerah yang akan mengatur keterkaitan Kota Nusantara dengan kota-kota lainnya. Sistem kota-kota ini untuk memastikan fungsi dan peran kota akan kompetitif, termasuk mengakomodasi enam kluster ekonomi yang diusulkan dalam master plan IKN. Setelah ditetapkan melalui peraturan presiden, langkah berikutnya adalah menetapkan rencana rinci tata ruangnya sebagai dasar perizinan berbasis risiko. Selain itu, setiap kegiatan usaha atau non-berusaha harus terdaftar dalam online single submission (OSS), termasuk bangunan pemerintah. Karena itu, pada tahun ini, pemerintah tampaknya masih berkutat pada penetapan peraturan-peraturan tata ruang dan lingkungan hidup.
Ketiga, setelah itu barulah tahapan pembangunan fisik dimulai dengan desain dasar kawasan dan bangunan yang selanjutnya perlu memenuhi persetujuan lingkungan dan sertifikat layak fungsi. Tentu proses ini membutuhkan waktu karena kelembagaan Otorita IKN juga baru akan dibentuk pada tahun yang sama. Rekrutmen dan prosedur operasi standar (SOP) internal belum disiapkan atau dilaksanakan sehingga, karena berkejaran dengan waktu, hal-hal tersebut mungkin saja akan dikerjakan secara paralel.
Satu Dapur
Perencanaan pembangunan fisik kota saja sudah cukup kompleks. Hal itu belum termasuk rencana pemindahan penduduk dan pembangunan sosialnya. Maka, Otorita IKN harus bisa menggabungkan semua rencana yang tersebar di berbagai kementerian/lembaga ke dalam satu dapur agar tidak terjadi tambal-sulam ataupun kekurangan atau salah urutan pembangunan. Otorita perlu menjelaskan tahapan pembangunannya kepada masyarakat. Jangan ada yang mengambil start lebih dulu karena hal itu akan menimbulkan masalah di masa yang akan datang. Otorita mungkin harus berkantor, minimal, di Balikpapan.
Dengan keterbatasan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam situasi ekonomi yang belum membaik dan kekhawatiran investor karena populasi IKN masih minim, tahap awal pembangunan IKN harus difokuskan pada penciptaan ekosistem yang kondusif agar menarik minat dunia usaha untuk berusaha. Istana tentu hal penting, tapi kantor pemasaran Kota Nusantara juga menjadi krusial.
Tiga tahun adalah waktu yang sangat pendek untuk membangun suatu kawasan agar beroperasi dengan baik. Untuk itu, orkestra pembangunan ibu kota negara bukan hanya pada wujud akhir kota, tapi juga bagaimana menyuguhkan proses pembangunan kota yang transparan, partisipatif, dan akuntabel. Kecepatan memang penting. Tapi ketepatan urutan membangunnya adalah hal utama karena kota merupakan sebuah proses, bukan produk. Dengan begitu, Kota Nusantara akan menjadi contoh pembangunan yang taat pada prosedur dan standar perencanaan, bukan hanya wujud akhirnya sebagai kota.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo