Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEKUATAN godaan korupsi ditentukan oleh tiga besaran: kewenangan, peluang, dan uang. Bila ketiganya "bersinergi", bisa dipastikan korupsi akan tumbuh subur. Itulah, agaknya, yang terkuak dari lembaga Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), pekan lalu. Institusi yang berdiri belum setahun itu menjadi sumber berita menghebohkan karena pemimpinnya tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi ketika menerima suap.
Kepala SKK Migas memang punya kewenangan besar. Ia bertugas mewakili negara dalam melakukan kontrak kerja sama dengan pihak swasta dalam usaha penambangan minyak dan gas di Indonesia. Ia juga berwenang menunjuk pihak swasta untuk menjual minyak dan gas milik negara, dan mengawasi serta menyetujui penggantian biaya pihak kontraktor swasta yang berhasil dalam kegiatan eksploitasinya (cost recovery).
Ini menyangkut uang yang amat besar. Tahun lalu, misalnya, hasil penjualan minyak dan gas milik negara lebih dari Rp 300 triliun, sedangkan cost recovery yang dibayarkan di atas Rp 100 triliun. Hampir sepertiga pendapatan pemerintah memang berasal dari sektor ini.
Besarnya kewenangan dan nilai uang yang diawasi ini ternyata juga diiringi dengan lebarnya peluang melakukan patgulipat. Soalnya, kegiatan bisnis minyak dan gas biasanya terjadi di wilayah yang jauh dari pengamatan orang ramai dan mempunyai sistem perhitungan yang rumit. Informasi tentang isi kontrak dan laporan pengawasan atas pelaksanaannya pun tak dapat diakses publik dengan alasan melindungi rahasia dagang.
Walhasil, kombinasi kewenangan, uang, dan peluang dalam ukuran jumbo ini akhirnya menghasilkan godaan korupsi yang nyaris tak tertahankan. Terbukti, seorang Rudi Rubiandini yang dikenal sebagai dosen teladan dan guru besar perguruan tinggi terpandang, yang mempunyai reputasi berintegritas tinggi dan rajin beribadah, tertangkap tangan menerima suap ketika belum setahun menduduki jabatannya.
Penangkapan oleh petugas KPK ini memang prestasi yang patut diapresiasi. Berkat ketekunan mengintai setelah mendapatkan informasi dari publik, tim pemberantas rasuah ini berhasil menyaksikan kegiatan penyuapan yang bernilai miliaran rupiah dan menangkap para pelakunya. Kini para penyidik diharapkan mengungkap semua pelaku yang terlibat dalam kejahatan ini, selain mereka yang tertangkap di lapangan.
Dugaan bahwa Rudi Rubiandini bukan satu-satunya pejabat SKK Migas dalam kejahatan ini kelihatannya cukup kuat. Setidaknya KPK telah meminta pencekalan terhadap tiga pegawai lain dan melakukan penggeledahan di kantor Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Selain menyita dokumen, penyidik menemukan uang senilai US$ 200 ribu di dalam lemari besi.
Majalah ini berharap Rudi Rubiandini bertobat dengan cara bersedia berterus terang memberikan semua informasi yang diketahuinya kepada KPK, hingga kasus aib ini terbongkar tuntas. Selain sebagai bentuk pertobatan, kerelaan bekerja sama itu dapat meringankan hukumannya karena ia menjadi justice collaborator. Informasi yang didapat pun akan bermanfaat untuk menutup atau setidaknya mempersempit peluang korupsi di SKK Migas.
Pemimpin SKK Migas pengganti Rudi Rubiandini dan komite pengawas wajib segera melakukan kajian ulang terhadap sistem pengelolaan yang terbukti telah bocor. Keputusan meminta semua karyawan lembaga itu melaporkan kekayaannya merupakan langkah yang sudah benar arahnya, tapi masih jauh dari memadai. Sebab, kendati telah melaporkan kekayaannya pada 2008, ternyata Rudi Rubiandini tidak kebal terhadap godaan korupsi.
Peluang korupsi dapat diperkecil dengan memastikan keputusan manajemen selalu dibuat secara kolektif dan terdokumentasi, meminimalkan pemakaian uang tunai, serta memaksimalkan transparansi semua kegiatan. Akses publik pada kontrak yang dibuat dan dokumen tender harus dibuka lebar-lebar sehingga memperbesar kemungkinan terbongkarnya setiap kegiatan patgulipat.
Untuk mempersulit terjadinya kolusi, SKK Migas dapat meniru jurus yang dilakukan di dunia perbankan dengan memberlakukan kewajiban cuti panjang secara acak pada karyawan yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan kolektif. Perusahaan yang terbukti terlibat upaya penyuapan perlu dihukum dengan melarang perusahaan itu dan pengelolanya melakukan kegiatan usaha di lingkungan SKK Migas.
Berbagai upaya tata kelola perusahaan yang baik ini sebenarnya sudah menjadi standar baku di berbagai perusahaan modern di negara maju. Karena para pegawai SKK Migas saat ini telah menerima imbalan yang sebenarnya setara dengan yang diterima di dunia internasional itu, amat wajar jika rakyat Indonesia menuntut perilaku para karyawan dan pejabat SKK Migas berstandar serupa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo