Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Perkara Perizinan Perfilman

Setelah lebih dari tujuh tahun terkatung-katung, saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali giat membahas rencana peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.

12 September 2018 | 07.00 WIB

Beasiswa Unggulan Bidang Perfilman kerja sama Kemdikbud dan IKJ/Instagram
Perbesar
Beasiswa Unggulan Bidang Perfilman kerja sama Kemdikbud dan IKJ/Instagram

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kemala Atmojo
Pengamat perfilman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Setelah lebih dari tujuh tahun terkatung-katung, saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali giat membahas rencana peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Peraturan menteri ini seharusnya menjadi jawaban tuntas atas masalah pelaporan dan perizinan di sektor perfilman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketika urusan ekonomi kreatif dipisahkan dari Kementerian Pariwisata oleh Presiden Joko Widodo pada Oktober 2014, Kementerian Pariwisata menyerahkan sebagian urusan perizinan perfilman kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Tapi ketika Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan berdiri, urusan perizinan ini hendak "ditarik" kembali ke Kementerian Pendidikan. Pada 27 Mei 2016, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan menyampaikan surat pemberitahuan kepada BKPM bahwa mereka akan melayani langsung pemangku kepentingan perfilman. Hal ini terkait dengan penerbitan surat izin produksi (SIP) untuk pembuatan film yang dilakukan oleh tim/produser asing di Indonesia dan izin usaha perfilman (IUP).

Tapi BKPM "tidak rela". Pada 7 Juni 2016, muncul jawaban dari Kepala BKPM Franky Sibarani yang intinya tetap menginginkan urusan perizinan ini berada di bawah BKPM. Ada beberapa alasan. Pertama, perizinan perfilman selama ini dilakukan di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di BKPM atas dasar Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 2 Tahun 2014. Peraturan Menteri Pariwisata ini didasari Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan PTSP.

Kedua, penarikan kewenangan perizinan perfilman dari BKPM ke Kementerian Pendidikan dianggap bertentangan dengan peraturan presiden tadi dan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan PTSP di BKPM.

Pada 27 Desember 2017, Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy menandatangani Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 39 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Usaha dan Permohonan Izin Usaha Perfilman. Dengan demikian, semua jenis pendaftaran atau perizinan perfilman harus melalui Kementerian Pendidikan.

Sejak saat itu, masalah perizinan usaha perfilman menjadi jelas bagi masyarakat perfilman. Namun, sangat disayangkan, peraturan itu mengandung kesalahan dalam penyusunannya. Pasal 6 Ayat 2 huruf C menyatakan bahwa izin prinsip penanaman modal untuk pengusaha perfilman merujuk pada Pasal 4 Ayat (2) huruf c. Masalahnya, tak ada Pasal 4 Ayat (2) huruf c. Seharusnya, yang dirujuk adalah Pasal 3 ayat (2) huruf c yang mengatur bahwa usaha perfilman yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki pihak asing harus melampirkan izin prinsip penanaman modal dari instansi terkait.

Kalau penyusunan bentuk formalnya saja salah, bisa jadi orang akan mempertanyakan kemampuan kementerian dalam menyusun substansinya. Bukankah Kementerian Pendidikan selama ini sudah banyak melibatkan intelektual perfilman dan ahli hukum?

Belum satu tahun peraturan ini berlaku, pada 21 Juni 2018 muncul Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Muncul lembaga baru yang bernama Lembaga Online Single Submission. Ini adalah lembaga pemerintah non-kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal. Lembaga inilah yang sekarang menangani urusan, antara lain, pendaftaran usaha dan menerbitkan nomor induk berusaha (NIB), izin usaha, dan izin komersial atau operasional.

agaimana nasib peraturan Menteri Pendidikan tadi? Sesuai dengan peraturan pemerintah terbaru ini, sektor pendidikan dan kebudayaan, termasuk urusan perfilman, harus ikut dalam sistem baru ini. Menurut saya, munculnya peraturan pemerintah ini menambah alasan agar Undang-Undang Perfilman segera direvisi. Sebab, selain adanya kelemahan substansi di dalamnya, isinya juga semakin banyak yang sudah tidak relevan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus