Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INI saatnya PT Pos Indonesia sungguh-sungguh mengevaluasi diri. Penahanan Direktur Utama Hana Suryana dan enam pejabat Pos lainnya karena dugaan korupsi merupakan bukti terjadinya salah urus di perusahaan negara ini. Proses hukum itu perlu didukung. Penggelapan komisi pengiriman surat massal klien Pos yang ditaksir menyebabkan kerugian hingga Rp 45 miliar, kalau terbukti benar, jelas merupakan kejahatan serius. Bukan hanya salah urus yang mesti dibereskan. Pos juga harus merevisi strategi bisnisnya sejak statusnya berubah menjadi perseroan terbatas pada 1995.
Ketika sebagian besar orang masih menggunakan surat untuk berkomunikasi, PT Pos jelas tanpa tandingan. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, orang mengganti surat dengan email dan pesan pendek alias short message service, yang lebih murah dan sampai seketika. Pak Pos semakin ”menganggur” manakala datang serbuan layanan telepon seluler dengan tarif bicara sangat ekonomis.
PT Pos bukan tak punya terobosan bisnis. Salah satunya adalah jasa pengiriman surat gelondongan perusahaan rekanan, seperti tagihan kartu kredit dan telepon seluler. Bahkan jasa pengiriman surat gelondongan itu berhasil membuat Pos membukukan laba Rp 2,7 miliar pada 2006, padahal tahun sebelumnya perusahaan itu rugi Rp 50 miliar.
Sayangnya, peluang baru ini belum digarap baik. Padahal Pos tak punya pesaing, karena Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1986 memberikan hak pengiriman surat dengan berat di bawah 500 gram hanya kepada perusahaan pelat merah itu. Namun, akibat ketidakjelasan aturan komisi untuk pengiriman surat gelondongan ini, dan barangkali juga ”permainan” di dalam, beberapa pejabat Pos malah berurusan dengan hukum.
Sungguh tak elok bila ada pimpinan Pos yang menginstruksikan agar bawahannya ”memainkan” komisi dari perusahaan yang menjadi kliennya. Perbuatan itu akan membuat citra Pos semakin terpuruk. Lahan bisnisnya yang menyempit akan kian susut. Mengembalikan citra Pos pasti mahal, sangat tak sesuai dengan ”keuntungan” dari kutipan komisi yang kini menjadi kasus hukum.
PT Pos mestinya berfokus menggali peluang bisnis lain agar tak digulung zaman. Di dunia ini Pos tidak sendirian dihajar perubahan zaman. Banyak perusahaan sejenis di negara lain yang mengalami hal yang sama, tapi berhasil melanjutkan hidup. Post Office, perusahaan pos milik Inggris misalnya, berbekal jaringan dan data penduduk yang memang sudah kuat, mengembangkan bisnis asuransi jiwa dan perjalanan. United States Postal Service kuat dalam pengiriman barang domestik dan internasional, salah satunya untuk menjawab tantangan Federal Express, perusahaan logistik Amerika yang telah mendunia.
Kunci sukses dua perusahaan di dua negara maju itu adalah sikap profesional dan penerapan prinsip good corporate governance. Pos diharapkan mampu bertahan dan menjalankan rencana bisnis yang disusun. Pengembangan layanan logistik, dengan bekerja sama dengan perusahaan Malaysia, merupakan langkah bisnis yang tepat. Dengan lebih dari 3.500 kantor pos di seluruh Indonesia, Pos semestinya dapat mendulang banyak untung dari jasa layanan logistik itu. Secara bisnis, Pos perlu memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Dengan jaringan kantor begitu luas, bergerak di bisnis jasa distribusi merupakan salah satu opsi yang bisa dikaji.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo