Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kebijakan yang memudahkan industri pertambangan mengancam kelestarian pulau kecil.
Kebijakan itu akan merusakan ekosistem serta menghancurkan ekologi dan ruang hidup masyarakat pulau kecil.
Pengetatan perizinan dan audit lingkungan perlu dilakukan pemerintah.
Abdul Motalib Angkotasan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-28 (COP28) di Dubai, Uni Emirat Arab, mendorong elektrifikasi dan pengakhiran pemakaian bahan bakar fosil. Hal ini menjadi angin segar bagi pertumbuhan bisnis nikel, yang merupakan bahan baku industri elektrik. Ia juga setali tiga uang dengan rezim kebijakan negara saat ini yang berorientasi pada penghiliran (hilirisasi) nikel. Dengan adanya kebijakan ini, diyakini sektor pertambangan akan mampu mendongkrak pendapatan negara dan pertumbuhan ekonomi. Semua persoalan yang berpotensi menghambat kebijakan investasi ini kemudian diterabas. Undang-Undang Cipta Kerja adalah buktinya bagaimana pemerintah memberikan kemudahan investasi di sektor pertambangan walaupun berpotensi merusak lingkungan.
Kebijakan pemerintah itu akan berdampak antara lain pada masa depan pulau-pulau kecil. Kebijakan yang memudahkan masuknya investasi tambang di pulau kecil dapat berujung pada bencana karena kerusakan ekosistem, kehancuran ekologi, dan kerusakan ruang hidup masyarakat. Ada sejumlah bencana dari kegiatan eksploitasi tambang di pulau kecil. Pertama, tingginya laju sedimentasi laut. Sedimentasi bersumber dari masuknya material pertambangan ke laut ketika terjadi hujan, yang membahayakan ekosistem pulau kecil. Material tambang mengandung beragam mineral, yang memiliki efek negatif terhadap kehidupan berbagai organisme. Sedimentasi dapat mengakibatkan ekosistem terumbu karang mati, pendakalan perairan, dan memicu perubahan garis pantai. Material tambang menyebabkan tingginya material tersuspensi dan menurunkan intensitas cahaya matahari. Akibatnya, proses fotosintesis dan kehidupan berbagai organisme terganggunya.
Kedua, pencemaran logam berat. Material tambang mengandung beragam logam berat, seperti emas, nikel, arsen, merkuri, dan timbal. Logam-logam berat ini berdampak negatif terhadap kualitas perairan. Semakin tinggi kandungan logam berat, semakin menurun kualitas perairan. Jika konsentrasinya melampaui ambang batas baku mutu, ia akan menjadi bencana bagi organisme di wilayah pesisir dan laut.
Ketiga, kerusakan ekosistem pulau kecil. Suplai material dari daratan dalam bentuk sedimen, material tersuspensi, dan logam berat akan menghancurkan kehidupan ekosistem pulau kecil. Ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang akan mengalami gangguan. Ekosistem karang sangat rentan mengalami kerusakan karena sensitif terhadap menurunnya kualitas perairan.
Keempat, hancurnya ruang mencari nafkah nelayan. Ekosistem pesisir dan laut menyediakan berbagai materi yang dimanfaatkan nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sayangnya, akitivitas pertambangan menyebabkan kerusakan habitat dan permasalahan ekonomi nelayan. Kerusakan habitat berdampak pada hilangnya organisme penting, seperti ikan, udang, cumi, dan lobster. Hilangnya organisme ini karena turunnya kualitas lingkungan perairan, yang memicu organisme bermigrasi, sehingga hasil tangkapan nelayan berkurang.
Kelima, turunnya kualitas dan ketersediaan air bersih di pulau kecil. Pulau kecil memiliki beragam morfogenesa pulau, seperti pulau tektonik, pulau vulkanis, pulau karang, pulau teras terangkat, dan pulau genesis campuran. Setiap pulau memiliki daya tampung air tawar yang berbeda-beda. Pulau teras terangkat, misalnya, umumnya memiliki area penampungan air sehingga ketersediaan air di pulau ini sangat baik. Namun eksploitasi tambang telah berdampak pada ketersediaan dan kualitas air bersih. Sumber daya hutan di pulau ditebang untuk eksploitasi tambang sehingga terjadilah kerusakan dan perubahan fungsi hutan. Hutan tidak lagi menjadi penyangga dan penyerap air hujan untuk menyuplai air tanah di area penampungan air. Pada akhirnya, ketersediaan air berkurang dan kualitas air menurun.
Butuh solusi untuk menyelamatkan pulau kecil dari bahaya eksploitasi tambang. Beberapa kebijakan dapat dilakukan untuk menyelamatkan pulau kecil dari ancaman eksploitasi tambang. Pertama, perketat aturan penerbitan izin lingkungan. Berbagai regulasi tentang perizinan eksploitasi tambang sudah diatur, yang diawali dengan penyusunan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) sebagai prasyarat menerbitkan izin lingkungan. Pemerintah wajib menyusun kajian lingkungan hidup strategis untuk memotret tata ruang, daya dukung lahan, dan proyeksi dampak serta menyusun skenario kebijakan perlindungan sumber daya alam dan lingkungan. Sayangnya, kebaikan konsep ini tidak sebaik pelaksanaannya. Butuh keseriusan pengambil kebijakan sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan buat memperketat proses perizinan.
Kedua, audit lingkungan berkala. Setiap korporasi yang melakukan eksploitasi tambang di pulau kecil wajib melakukan audit lingkungan secara berkala. Audit dilakukan oleh lingkup internal perusahaan atau tim independen yang berisi berbagai ahli. Proses audit harus menjadi perhatian pemerintah dan ruang evaluasi atas proses pengelolaan lingkungan di area eksploitasi tambang. Pasalnya, selama ini proses audit yang dilakukan terbilang masuk angin. Di sisi lain, proses audit tidak pernah dipublikasikan. Pada akhirnya masyarakat sipil dan pemangku kepentingan lain pasrah menyerahkan masalah ini kepada pemerintah.
Ketiga, restorasi pasca-penambangan. Konsep restorasi ini merupakan tanggung jawab korporasi yang melakukan eksploitasi. Ini bertujuan untuk mengembalikan kondisi lingkungan pascapenambangan. Pemerintah harus tegas dalam menekan korporasi agar melakukan restorasi. Komitmen ini sebaiknya menjadi salah satu instrumen yang wajib dipenuhi sebelum keluarnya izin lingkungan, izin usaha pertambangan, dan izin eksploitasi tambang. Dengan demikian, pemerintah memiliki kekuatan hukum atas komitmen yang sudah disepakati di awal proses eksploitasi tersebut. Banyak fakta yang dapat menjadi pelajaran bahwa proses eksploitasi di pulau kecil telah menghancurkan ekosistem dan tidak terurus setelah eksploitasi berakhir. Akibatnya pertambangan itu menyisakan kerusakan lingkungan, berdampak pada hilangnya ruang mencari ikan bagi nelayan, dan berujung pada pemiskinan nelayan di sekitar tambang.
Keempat, pencabutan izin usaha pertambangan. Langkah tegas harus diambil pemerintah terhadap korporasi yang tidak patuh mengelola lingkungan selama proses eksploitasi tambang. Artinya, jika hasil audit lingkungan berkala menunjukkan adanya kerusakan lingkungan, korporasi terbukti telah melanggar komitmen awal untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pemerintah kemudian wajib mengambil tindakan tegas dengan mencabut izin usaha pertambangan dari perusahaan tersebut.
Masyarakat berharap keempat pendekatan itu dijalankan guna menangani berbagai permasalahan eksploitasi tambang di pulau kecil dan menekan kehancuran ekologi serta kerusakan sumber daya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kesadaran bersama akan pentingnya menyelamatkan lingkungan untuk keberlangsungan hidup generasi niscaya dibutuhkan. Sejatinya, sumber daya alam dan lingkungan yang kita nikmati hari ini hanyalah pinjaman dari generasi berikutnya.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebut lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo