Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemberian bansos Wapres Gibran untuk korban banjir di Jakarta Timur menuai kontroversi.
Bantuan ini merupakan bentuk politik pencitraan menggunakan uang negara yang tak pantas dilakukan pejabat negara.
Bantuan sosial Gibran ditengarai sebagai investasi politik menuju pemilihan presiden 2029.
GIBRAN Rakabuming Raka ditengarai menyalahgunakan penyaluran bantuan sosial untuk kepentingan pribadinya. Memanfaatkan jabatan sebagai wakil presiden, Gibran membagi-bagikan bansos sebagai upaya untuk memoles citra, sekaligus sebagai investasi politik menuju pemilihan presiden berikutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buktinya jelas. Pada 28 November 2024, hanya sebulan setelah dilantik, dia menebar bantuan bahan kebutuhan pokok bagi para korban banjir di Kampung Melayu dan Cawang, Jakarta Timur. Masalahnya, tas jinjing pembungkus sumbangan tersebut bertulisan "Bantuan Wapres Gibran". Kalimat seperti itu menunjukkan ada motif pribadi dari pemberi bantuan, seperti yang kita lihat pada masa kampanye pemilihan presiden lalu. Ketika itu bantuan sosial rawan disalahgunakan untuk kepentingan elektoral.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politisasi bansos tidak pantas dilakukan oleh pejabat negara. Wakil presiden adalah jabatan publik. Dengan sederet permasalahan seputar pilpres 2024, Gibran mengemban amanat itu berbekal 58 persen suara rakyat Indonesia. Menorehkan nama pribadi di bantuan sosial merupakan bentuk pemanfaatan posisi politik untuk kepentingan sendiri. Ini strategi kehumasan untuk mengerek elektoral dengan memanfaatkan uang negara.
Ini bukan lagi buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya, melainkan buah yang jatuh berikut pohonnya. Gibran menjilplak habis gaya politik ayahnya. Sepanjang sepuluh tahun memerintah hingga 2024, Presiden Joko Widodo kerap membangun pencitraan alias personal branding. Sejak Indonesia merdeka, baru Jokowi yang membagi-bagikan bantuan dalam kemasan bertulisan "Bantuan Presiden RI Bersama Lawan Covid-19" lengkap dengan bintang kepresidenannya.
Para menteri buru-buru membela atasannya dengan mengatakan sumbangan itu berasal dari biaya operasional wakil presiden sehingga tak ada yang perlu dipermasalahkan. Justru di situlah masalahnya. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106 Tahun 2008 tentang Perubahan atas PMK Nomor 48 Tahun 2008 tentang Dana Operasional Presiden dan Wakil Presiden, biaya operasional itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Artinya, bansos itu berasal dari uang rakyat.
Sejatinya, sah-sah saja Gibran bermimpi menjadi presiden. Apalagi, saat pilpres 2029, dia telah melewati batas usia minimal calon presiden, yaitu 40 tahun. Sebagai wakil presiden, dia sangat diuntungkan dibanding pesaing-pesaingnya—siapa pun mereka. Fotonya terpampang bersama Presiden Prabowo Subianto di setiap kantor instansi negara, swasta, dan sekolah. Setiap kegiatannya diliput media dan disaksikan jutaan mata. Jika hasil kerjanya moncer, sudah barang tentu banyak orang akan mendukungnya dalam pemilihan presiden mendatang.
Ada banyak tugas negara yang bisa dilakukan Gibran sebagai wakil Presiden Prabowo, misalnya memastikan keuangan untuk kelanjutan pembangunan Ibu Kota Nusantara—megaproyek warisan Jokowi. Dalam negara hukum dan praktik birokrasi modern, semua tindakan pemerintah harus sesuai berdasarkan kewenangannya.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan serta prinsip tata kelola yang baik, bansos untuk warga yang terkena musibah menjadi urusan Kementerian Sosial. Penyerahan bansos cukup dilakukan oleh petugas kelurahan, bukan oleh Wapres Gibran. Kecuali memang dia ingin kampanye kepagian.