Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putu Setia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada yang berbeda dalam menyambut tahun baru 2022. Orang-orang mulai berkurang membicarakan soal ramalan, apa yang akan terjadi di tahun dengan angka cantik ini. Kebiasaan yang lalu, menjelang pergantian tahun, berbagai ramalan muncul. Para peramal laris manis diwawancarai media massa. Meski yang dirayakan tahun baru Masehi, para peramal memakai acuan astrologi Cina. Padahal tahun baru Cina dimulai pada saat Imlek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah orang sudah mulai rasional dan mengabaikan ramalan? Ada yang meramalkan tim nasional kita unggul atas tim nasional Thailand dalam laga final Piala AFF pada leg pertama. Ramalan itu diperkuat dengan doa Persatuan Dukun Nusantara, yang berpusat di Banyuwangi. Ternyata hasilnya tim nasional kalah, kebobolan empat gol tanpa balas. Yang berpikir rasional, hal itu sudah diprediksi bisa terjadi karena persiapan tim nasional yang hanya tiga bulan dan kebanyakan yang bermain adalah pemain muda tanpa pengalaman. Sementara itu, Thailand merupakan tim yang telah lama dipersiapkan.
Masalahnya, saat ini ramalan dan prediksi campur baur. Pemerintah memprediksi angka kasus Omicron, varian baru corona yang cepat menular, bakal melonjak tajam setelah perayaan Natal dan tahun baru. Prediksi ini tentu didasari pengalaman dan penelitian dari kasus serupa yang sudah terjadi. Gelombang kedua Covid-19 membuat pemerintah kelimpungan seusai libur Lebaran pada pertengahan tahun lalu. Agar hal itu tak terulang, libur Natal dan tahun baru ditiadakan. Pembatasan pergerakan masyarakat dilakukan. Obyek wisata dilarang menyelenggarakan pesta tahun baru. Sementara itu, rumah sakit siaga penuh, termasuk menyiapkan tabung oksigen dan ventilator yang jumlahnya lebih dari cukup.
Namun sebagian masyarakat menganggap prediksi pemerintah itu hanya ketakutan dan “ramalan” yang belum tentu terjadi. Banyak orang tetap berlibur. Pesta tahun baru ramai. Hanya berpindah dari obyek wisata ke tempat umum atau dimajukan dua jam sesuai dengan arahan pemerintah. Masyarakat boleh disebut rada bandel. Tapi apakah pemerintah berharap Omicron betul-betul melonjak naik setelah masa liburan ini agar merasa benar dan bilang kepada rakyatnya: “Nah, kan?”
Memang sebaiknya kita mengasah cara berpikir agar lebih rasional menghadapi suatu masalah. Berdoa supaya tim nasional menang berlaga, tentu hal yang baik. Tapi janganlah memamerkan kekuatan mantra para dukun yang tak tahu proses terbentuknya sebuah tim. Jikapun kalah bertanding, bukan berarti doa diabaikan Tuhan karena lawan tentu juga mendoakan hal yang sama. Tuhan tak perlu dilibatkan dalam urusan seperti ini. Namun, jika kita berdoa sembari menahan diri untuk tidak berkerumun secara bebas pada saat Omicron mengancam, hal ini tergolong rasional. Sebab, di seluruh dunia, Omicron sulit dibendung jika pergerakan orang bisa sangat bebas. Dalam kasus ini, ancaman Omicron bisa dikategorikan “ramalan berdasarkan prediksi”, seperti halnya ramalan cuaca yang disiarkan Badan Meteorologi, yang dibuat berdasarkan olahan fakta. Bahwa kenyataan meleset bisa saja terjadi.
Leluhur kita di masa lalu banyak yang percaya pada ramalan. Tapi ramalan itu dipakai sebagai pengingat dan tafsirnya bisa melebar, yang kemudian dicocok-cocokkan. Yang terkenal adalah ramalan Jayabaya. Prabu Jayabaya adalah Raja Kediri yang memang ahli nujum. Apa isi ramalan Jayabaya untuk situasi sekarang? Dari 20 poinnya, ada yang berbunyi: Kanca dadi musuh (kawan jadi lawan). Hal ini bisa saja ditafsirkan, menjelang Pemilihan Umum 2024, partai yang tadinya berkoalisi pecah kongsi dan saling bersaing. Satu lagi: Akeh anak kang haram (banyak anak haram). Tentu saja, begitu banyak kekerasan seksual. Guru mengaji pun memperkosa santriwati. Ya, lahirlah anak-anak tanpa perkawinan yang sah.
Terpulang kepada Anda, mau dijadikan apa ramalan itu. Selamat tahun baru 2022.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo