Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Reklamasi Lubang Sisa Tambang

Pemerintah harus menindak tegas pengusaha yang lalai menunaikan kewajiban reklamasi pertambangan.

31 Mei 2018 | 07.00 WIB

Ilustrasi pertambangan
Perbesar
Ilustrasi pertambangan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pemerintah harus menindak tegas pengusaha yang lalai menunaikan kewajiban reklamasi pertambangan. Berlarut-larutnya penutupan lubang bekas tambang tak bisa seenaknya dibiarkan. Selain memicu kerusakan lingkungan, puluhan kecelakaan kerap terjadi di area lubang tambang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sejak 2012, kecelakaan itu telah merenggut 28 nyawa anak-anak. Ratusan lubang yang menganga tersebar di sekujur Kalimantan Timur. Di Samarinda, misalnya, ada 232 lubang bekas tambang yang terbengkalai. Lubang sisa tambang juga ditemukan di Kutai Kartanegara, Kutai Timur, dan Berau. Pemerintah harus menuntaskan lebih dulu reklamasi pertambangan sebelum melelang pengelolaan wilayah pertambangan baru ke publik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencananya, pemerintah membuka penawaran 16 wilayah pertambangan baru bulan depan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menawarkan enam wilayah izin usaha pertambangan khusus. Adapun pemerintah daerah menawarkan 10 wilayah izin usaha pertambangan. Sebagian besar wilayah baru ini berisi batu bara. Rencana ini sebaiknya ditunda dulu.

Penangguhan ini dilakukan untuk memberi waktu agar proses pengurukan dan penghijauan kembali setelah eksplorasi bisa maksimal. Catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan per Januari lalu menunjukkan lahan yang berhasil direklamasi per tahun lalu baru 6.808 hektare. Sedangkan lahan bekas tambang di Indonesia mencapai 557 ribu hektare. Itu memperlihatkan perbaikan tata kelola pertambangan masih jauh dari memadai.

Salah satu penyebabnya adalah menumpuknya tunggakan dana pemulihan pascatambang. Per Januari 2018, sekitar 5.000 pemegang izin menunggak setoran. Padahal penambang sudah harus menganggarkan dana reklamasi sejak tahap eksplorasi dimulai.

Rincian tahapan rencana dan analisis dampak lingkungan yang akurat bahkan harus beres sebelum eksplorasi dimulai. Reklamasi dilakukan paling lambat 30 hari setelah tak ada lagi kegiatan penambangan. Semua kewajiban itu tertulis dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara serta Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.

Situasi ini diperburuk oleh lemahnya pengawasan, baik poleh emerintah pusat maupun daerah. Perusahaan yang menyalahi regulasi dan standar kegiatan pertambangan masih saja dibiarkan leluasa menjalankan kegiatan. Kementerian Energi memang pernah memberikan sanksi berupa penghentian operasi sementara bagi penambang bandel melalui surat edaran nomor 1187/30/DJB/2017 pada Juni tahun lalu. Namun surat itu tidak efektif karena hanya menambah 2 persen setoran pascatambang.

Dinas Pertambangan provinsi kudu lebih giat mengejar kewajiban perusahaan melunasi dana reklamasi tambang sejak awal. Koordinasi antarlembaga amat diperlukan untuk menutup setiap celah. Mereka harus awas memelototi seluruh proses reklamasi dan revegetasi. Bila ada yang melanggar regulasi, pemerintah tidak boleh segan menjatuhkan sanksi pidana dan administrasi.

Ali Umar

Ali Umar

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus