Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ary Nugroho
Pegiat Antikorupsi, Partner Synergy Strategic Advisory
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tulisan ini hendak mengoreksi salah kaprah konsep Dewan Pengawas yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kemarin. Konsep Dewan Pengawas dalam tulisan ini diadaptasi dari praktik di Komisi Pemberantasan Korupsi Hong Kong (ICAC) dan lembaga antikorupsi terbaik lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Konsep checks and balances dipopulerkan oleh Montesquieu danJohn Lockedalam konteks ketatanegaraan. Dalam tataran sistem politik, hal ini dapat dimaknai sebagai pengawasan terhadap sebuah badan agar dapat menjalankan kewenangannya tanpa melebihi atau mengurangi batasan kewenangan yang diamanatkan.
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk untuk menangani tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai extraordinary crime dengan kewenangan dan metode kerja yang extraordinary pula. Terdapat tiga strategi pemberantasan korupsi yang berhasil di dunia dan diadaptasi oleh KPK, yaitu penindakan, pencegahan, serta pendidikan antikorupsi dan penguatan partisipasi masyarakat. Dewan Pengawas KPK juga menggunakan struktur itu sehingga akan terdiri atas tiga bidang tersebut.
Dewan Pengawas Bidang Penindakan KPK ibarat mobil yang tidak berfungsi sebagai rem, tapi berfungsi sebagai gas agar KPK, dalam menjalankan tugasnya, tidak mengurangi kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dewan tidak memiliki kewenangan mengintervensi suatu kasus dan perkara yang sedang berjalan, juga tidak memiliki kewenangan dalam memberikan izin penyadapan sebagaimana tertuang dalam revisi Undang-Undang KPK. Dewan hanya memiliki tugas utama mempertanyakan kasus-kasus yang tidak ditindaklanjuti atau lambat penyidikannya setelah kurun waktu tertentu.
Tugas Dewan berikutnya adalah meminta laporan atas semua pengaduan yang masuk ke Direktorat Pengaduan Masyarakat tapi tidak masuk tahap penyelidikan dan penyidikan serta mempertanyakan bagaimana KPK akan menindaklanjutinya. Dewan dapat meminta laporan perkara yang telah masuk tahap penindakan dan diproses lebih dari satu tahun serta mempertanyakan mengapa penanganannya lambat. Tapi Dewan tidak memiliki kewenangan menanyakan perkara atau kasus yang sedang ditangani oleh KPK.
Dewan dapat meminta laporan semua perkara yang telah disidik selama lebih dari kurun waktu tertentu tapi tidak ada perkembangan. Dewan bisa meminta laporan perkara yang telah selesai dalam tahap penyidikan tapi tidak bisa masuk tahap penuntutan karena berbenturan dengan hukum acara pidana atau aturan lain yang tidak memungkinkan perkara tersebut diteruskan. Dewan juga bisa meminta laporan perkara yang masuk ke tingkat banding dan kasasi. Dewan akan menyerahkan laporan tahunan KPK kepada presiden dan harus mempublikasikannya.
Bagaimana soal penyadapan? Mekanisme checks and balances dalam hal penyadapan yang saat ini diterapkan KPK telah mencukupi. KPK telah memiliki mekanisme pertanggungjawaban penyadapan kepada pihak ketiga yang dapat diaudit dan memenuhi standar penyadapan yang sah atas nama hukum (lawful interception)yang berpedoman pada standar terbaik dunia, European Telecommunications Standards Institute.
Dewan Pengawas Bidang Pencegahan KPK bertugas meminta laporan kajian sistem dan praktik kelembagaan yang diterapkan kementerian, lembaga, organisasi, dan pemerintah daerah yang masih berpotensi memberikan celah terjadinya praktik korupsi. Dewan memberikan nasihat kepada KPK tentang apa yang harus menjadi perhatian dan skala prioritas masing-masing; meninjau rekomendasi KPK pada prioritas tersebut; dan memberikan saran tindak lanjut yang harus diambil agar rekomendasi dapat diterapkan; memantau tindak lanjut rekomendasi; dan menyerahkan laporan tahunan kepada presiden yang harus dipublikasikan.
Dewan Pengawas Bidang Pendidikan Antikorupsi dan Penguatan Partisipasi Masyarakat bertugas memberikan saran mengenai pendidikan antikorupsi serta penguatan partisipasi masyarakat dalam pelaporan tindak pidana korupsi dan pencegahan korupsi. Dewan ini membuat survei secara berkala untuk mengukur persepsi masyarakat ihwal kinerja KPK dan sikap masyarakat terhadap korupsi serta menyerahkan laporan tahunan kepada presiden yang harus dipublikasikan.
Anggota Dewan Pengawas dalam lembaga antikorupsi modern tidak mengenal batasan umur, tapi lebih menekankan pada kriteria yang terdiri atas unsur masyarakat sipil, yaitu kombinasi tokoh masyarakat yang teruji integritasnya, pegiat antikorupsi, dan akademikus, serta tidak memiliki benturan kepentingan dengan politikus atau partai politik dan penegak hukum lainnya. Anggota Dewan Pengawas dipilih oleh presiden berdasarkan masukan dari panitia seleksi dan telah lolos uji tuntas terhadap rekam jejak yang baik.
Jadi jelas, Dewan Pengawas dalam konteks lembaga antikorupsi lebih menekankan pada penguatan kinerja KPK, bukan malah membatasinya. Itulah salah kaprah yang terjadi pada konsep Dewan Pengawas dalam revisi Undang-Undang KPK.