Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Salah Langkah di Papua

Presiden Joko Widodo harus segera mengubah pendekatan dalam menangani masalah Papua.

25 September 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden Joko Widodo harus segera mengubah pendekatan dalam menangani masalah Papua. Pertemuan dengan sejumlah tokoh Papua yang digelar pemerintah sejauh ini terkesan basa-basi dan tidak menyentuh inti persoalan. Pengerahan pasukan untuk meredam aksi rakyat Papua terbukti pula malah memperburuk situasi di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendekatan pemerintah yang kurang pas dalam mengurus Papua menyebabkan kerusuhan kembali meletup di Wamena dan Jayapura, kemarin. Hingga hari ini tercatat sudah lebih dari 26 orang meninggal akibat bentrokan massa. Setidaknya seorang tentara juga tewas di lapangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Insiden itu tidak lepas dari kasus penghinaan rasial dan persekusi di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur, pertengahan Agustus lalu. Kegagalan menyelesaikan kasus ini berdampak buruk. Ratusan mahasiswa asal Papua di berbagai kota berbondong-bondong pulang kampung. Kepulangan mahasiswa itulah yang memicu bentrokan di kampus Universitas Cenderawasih di Abepura, Jayapura, kemarin. Rencana mahasiswa untuk mendirikan posko dihalangi petugas, lalu terjadilah bentrokan.

Sudah saatnya pemerintah menyadari bahwa yang dibutuhkan orang Papua adalah pengakuan atas hak dan tuntutan mereka. Kini orang Papua tidak butuh redistribusi ekonomi dan peningkatan pendapatan seperti yang dijanjikan pemerintah Jokowi. Meskipun kemiskinan di sana amat memprihatinkan, isu yang lebih urgen untuk orang Papua adalah pengembalian derajat dan martabat mereka sebagai pemilik sah tanah Papua.

Karena itu, janji manis soal pembangunan infrastruktur, pembagian triliunan rupiah dana otonomi khusus, dan gula-gula ekonomi lainnya tidak akan pernah menyelesaikan isu Papua. Begitu pula pembangunan istana presiden di Jayapura, penambahan jumlah pegawai negeri eselon satu dan dua dari Papua, serta rencana pembentukan provinsi baru di sana. Semuanya hanya menunjukkan tidak mampunya Jakarta memahami Papua.

Pertemuan Presiden Jokowi dengan puluhan orang yang disebut-sebut sebagai tokoh Papua, beberapa pekan lalu di Istana Negara, sama sekali tidak menyelesaikan masalah. Belakangan, tokoh-tokoh itu bahkan tidak diakui oleh pemimpin Papua sendiri.

Presiden Jokowi semestinya segera menyadari kekeliruannya dalam menangani persoalan Papua. Pemerintah seharusnya meminta maaf kepada rakyat Papua secara tulus dan berjanji mengusut tuntas kasus penghinaan rasial serta pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua selama ini. Semua kisah pemberangusan, penganiayaan, dan pembungkaman orang Papua sejak era Orde Baru harus dibuka dan diselesaikan seadil-adilnya.

Pemerintah juga harus lebih tulus dan serius dalam berdialog dengan tokoh-tokoh Papua. Kita mesti mendengarkan aspirasi semua tokoh adat, agama, intelektual, pemimpin pemuda, dan semua tokoh yang memiliki basis massa di Papua. Jangan cuma mengundang kelompok yang pro-Jakarta. Hanya dengan sikap terbuka, jujur, dan menghormati martabat orang Papua-lah pemerintah akan bisa menyelesaikan masalah Papua.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus