Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Kondisi Darurat Perdagangan Orang

Penanganan masalah perdagangan orang harus didukung regulasi yang kuat dan kerja Satgas TPPO yang lebih efektif.

4 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kasus-kasus perdagangan orang masih terus terjadi meski ada Satgas TPPO.

  • Tidak banyak pelaku yang akhirnya dijatuhi hukuman berat di pengadilan.

  • Regulasi pidana perdagangan orang juga masih lemah.

Emerson Yuntho
Wakil Direktur Visi Integritas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus perdagangan orang terus terjadi. Akhir Juli lalu, polisi membongkar komplotan yang hendak membawa 12 pekerja imigran ilegal ke Malaysia melalui pelabuhan Kota Dumai, Jambi. Awal Agustus ini, polisi juga mengungkap jaringan sindikat perdagangan orang yang hendak mengirim tenaga kerja Indonesia untuk menjadi pengasuh bayi dan pembantu rumah tangga di Arab Saudi. Kondisi ini menunjukkan bahwa fenomena perdagangan orang ini sudah mengkhawatirkan dan memasuki fase darurat yang membutuhkan pertolongan segera.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Situasi darurat ini bukannya tanpa alasan. Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyatakan, dalam tiga tahun terakhir, sekitar 94 ribu warga Indonesia dideportasi dari negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Asia. Sebanyak 90 persen di antaranya diperkirakan sebagai pekerja ilegal yang diberangkatkan oleh sindikat perdagangan orang.

Kondisi darurat juga bisa dilihat dari proses penegakan hukum dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Hanya dalam kurun waktu sembilan hari, 5-13 Juni 2023, Satuan Tugas TPPO yang dibentuk oleh Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menerima 242 laporan dan menetapkan 284 orang sebagai tersangka dari berbagai daerah karena dugaan perdagangan orang. Korbannya mencapai seribu orang dan mayoritas adalah perempuan yang akan dijadikan asisten rumah tangga maupun pekerja seks komersial di luar negeri.

Perdagangan orang bukanlah kejahatan biasa, melainkan sudah menjadi kejahatan luar biasa, sehingga harus ditangani dengan cara-cara yang luar biasa pula. Sindikat atau mafia perdagangan orang adalah kejahatan lintas negara dan diduga melibatkan banyak pihak, dari perusahaan penyalur tenaga kerja, calo, aparat pemerintah, petugas imigrasi, aparat penegak hukum, hingga aparat militer. Dalam beberapa kasus, korban, karena adanya tekanan, bahkan dapat berubah menjadi pelaku atau bagian dari sindikat.

Merebaknya praktik perdagangan orang umumnya dilatarbelakangi faktor kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan adanya paksaan dengan kekerasan, penipuan, maupun pemerasan. Minimnya lapangan kerja dan kemudahan berusaha di dalam negeri, terutama saat pandemi Covid-19, turut menjadi faktor pendorong banyaknya pekerja yang nekat ke luar negeri meskipun secara ilegal.

Sejumlah regulasi sesungguhnya sudah tersedia untuk memerangi perdagangan orang. Misalnya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Untuk mendukung pelaksanaan regulasi tersebut telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pemerintah dan DPR juga telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Meski demikian, pelaksanaan berbagai regulasi tersebut belum efektif. Belum banyak pelaku yang akhirnya dijatuhi hukuman berat di pengadilan. Sindikat dan mafia perdagangan masih bebas beroperasi dan menguasai jalur pengiriman pekerja migran ilegal ke luar negeri karena adanya backing dari aparat pemerintah maupun aparat penegak hukum. Sosialisasi dan kampanye mengenai bahaya perdagangan orang kepada masyarakat juga tidak berjalan sesuai dengan harapan.

Belum efektifnya upaya memerangi perdagangan orang ini juga bisa dilihat dari laporan 2022 Trafficking in Person Report yang diterbitkan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat pada Juli lalu. Laporan tersebut memotret praktik perdagangan orang secara global dan menempatkan Indonesia ke daftar pengawasan tingkat 2. Ini karena, antara lain, regulasi TPPO di Indonesia maupun implementasinya dinilai tidak konsisten dengan standar internasional karena masih memuat syarat pembuktian kekerasan, penipuan, atau paksaan untuk menindak kejahatan perdagangan seks anak.

Pemerintah dan DPR sebaiknya merevisi Undang-Undang TPPO yang dinilai sudah ketinggalan zaman itu. Undang-undang yang baru nanti diharapkan dapat mengakomodasi beberapa modus TPPO terbaru, seperti perdagangan orang melalui media daring, media sosial, judi online, kurir narkotik, hingga penjualan organ dengan imbalan uang. Selain itu, ancaman pidana penjara bagi pelaku harus dibuat lebih maksimal agar memberi efek jera.

Rencana Aksi Nasional tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang perlu segera direalisasi dan disusun secara sistematis serta terukur agar bisa dilaksanakan semua pihak terkait. Keberadaan Rencana Aksi ini perlu dirancang secara periodik guna mencegah model pendekatan pemberantasan dan pencegahan TPPO yang sifatnya hanya sporadis maupun insidental.

Proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Satgas TPPO sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang sebaiknya selalu dipantau dan dievaluasi secara berkala. Harus ada sanksi keras apabila ada pihak yang dinilai tidak serius memerangi TPPO. Satgas TPPO juga harus berani menindak aparat yang selama ini menjadi backing sindikat perdagangan orang.

Pemerintah perlu melibatkan banyak pihak, termasuk tokoh agama dan masyarakat, dalam upaya sosialisasi dan pencegahan perdagangan orang, dari tingkat pusat hingga pelosok daerah maupun desa-desa. Terakhir, pemerintah juga harus lebih giat membuka lapangan kerja di Tanah Air maupun meningkatkan program pemberdayaan perempuan demi meminimalkan maraknya kasus-kasus perdagangan orang di masa mendatang.


PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus