Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Segera Atasi Kebakaran Hutan

Pemerintah Jokowi semestinya bergegas menangani kebakaran hutan.

16 September 2019 | 07.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah Jokowi semestinya bergegas menangani kebakaran hutan. Selain menimbulkan kerugian ekonomi serta lingkungan, asap akibat kebakaran yang terus meluas kini mengancam kesehatan, bahkan keselamatan, penduduk di banyak lokasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Provinsi Riau, jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat asap kebakaran hutan pada pertengahan September ini telah mencapai 39.277 orang. Pada awal pekan lalu, indeks standar pencemaran udara di Pekanbaru telah jauh di atas batas yang dapat ditoleransi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat ini tercatat ada 4.399 titik panas yang mengindikasikan kebakaran hutan dan lahan. Kebanyakan titik panas berada di Kalimantan Tengah, disusul oleh Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Riau, Kalimantan Timur, dan Papua. Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan kebakaran lahan hutan sudah mencapai 328.724 hektare. Sebanyak 27 persen di antaranya atau 89.563 hektare adalah lahan gambut yang lebih sulit dipadamkan.

Upaya pemadaman seperti mengerahkan puluhan pesawat dan helikopter pemadam kebakaran serta membuat hujan buatan telah dilakukan, tapi belum cukup. Diperlukan upaya lebih. Pemerintah juga bisa meminta bantuan negara-negara tetangga yang mendapat kiriman asap. Namun Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar malah berbuat sebaliknya: memperkeruh suasana dengan menuding Malaysia dan Singapura menyumbang asap dari kebakaran hutan di wilayahnya. Padahal, berdasarkan data ASEAN Specialized Meteorological Center, hampir semua titik api berada di Indonesia: 474 titik di Kalimantan dan 387 titik di Sumatera. Ada titik panas di Malaysia, tapi cuma tujuh.

Selain memadamkan api, pemerintah mesti segera memikirkan langkah-langkah darurat penanganan warga yang terancam bahaya asap. Kalau perlu, pemerintah mengevakuasi warga ke lingkungan yang lebih sehat dan aman jika kondisi tak kunjung membaik. Untuk itu, koordinasi yang efektif di berbagai level pemerintahan amat diperlukan. Celakanya, menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo, masih ada kepala daerah yang absen dalam rapat koordinasi, sehingga memperlambat pengambilan keputusan.

Kebakaran yang terus berulang dari tahun ke tahun menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani persoalan tersebut. Semestinya ada penanganan yang komprehensif untuk mencegah pembakaran hutan, baik oleh perusahaan maupun individu.

Pemerintah bisa memulai dengan menaati putusan Mahkamah Agung pada Juli lalu dalam perkara kasasi gugatan warga negara kasus kebakaran hutan 2015 yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 221 triliun. MA meminta pemerintah mengumumkan nama perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kebakaran hutan dan mewajibkan mereka melakukan pemulihan.

Selanjutnya, pemerintah tak perlu ragu mencabut izin guna lahan perusahaan yang terbukti bersalah dan menindak tegas para pembakar hutan. Masyarakat menunggu Jokowi menunaikan janjinya dalam menangani kebakaran hutan, termasuk janji untuk mencopot panglima daerah militer dan kepala kepolisian daerah yang gagal mengatasi kebakaran hutan.

Ali Umar

Ali Umar

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus