Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Skandal Bank Bali Akan Bermuara ke Mana?

Ketika para pejabat saling mempersalahkan, Bank Dunia justru mengancam akan menghentikan pinjaman. Oleh lembaga ini, skandal BB juga dikaitkan dengan korupsi.

29 Agustus 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI saat ini, masih terlalu spekulatif untuk memperkirakan ke mana skandal Bank Bali (BB) akan bermuara. Sejauh ini, telah terjadi beberapa "bentrokan", misalnya antara Menteri Ginandjar Kartasasmita dan Gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin. Juga antara bekas pemilik BB, Rudy Ramli, dan pengurus pusat PDI Pejuangan. Dan juga "bentrokan" antara anggota DPR—yang mengaku memiliki memo Presiden B.J. Habibie kepada Menteri Keuangan Bambang Subianto—dan pihak-pihak yang meragukannya. Selain itu, yang membuat kita sangat malu adalah ancaman Bank Dunia. Lembaga ini menegaskan, jika penyelesaian skandal BB tidak memuaskan, pihaknya tak akan mengucurkan lagi pinjaman. Silang pendapat antara Ginandjar dan Gubernur BI adalah seputar dana Rp 546 miliar milik BB yang ditempatkan dalam sebuah escrow account (rekening penampungan). Yang menjadi titik api adalah kesepakatan antara Ginandjar dan lima petinggi lain untuk mengeluarkan Rp 546 miliar dari escrow account itu dan mengalirkannya ke kas BB. Sebaliknya, Syahril Sabirin bersikukuh bahwa proses hukum harus dituntaskan dulu, barulah dana itu bisa cair. Lagi pula, wewenang untuk mencairkan ada pada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)—bukan pada Ginandjar. Jelas sekali, solusi masalah tak dibahas bersama, bahkan beberapa petinggi bertingkah seperti orang panik yang terperangkap dalam sebuah "kapal pecah". Surat bantahan Rudy Ramli—berisi sangkalan bahwa ia membuat catatan harian sehubungan dengan kasus BB—menyulut amarah DPP PDI Perjuangan hingga langsung mengadukan bankir itu ke polisi. Anehnya, pernyataan Rudy Ramli itu justru diedarkan oleh Menteri Muladi. Tindakan ini sensasional dan kembali mengesankan situasi panik dan sindrom "kapal pecah". Di sisi lain, kenyataan bahwa Baramuli kini kian disorot mengindikasikan bahwa sindrom "kapal pecah" akan memasuki tahap yang lebih seram. Terakhir adalah "ancaman" yang dilontarkan Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Pasifik, Jean Severino, dan kepala perwakilannya di Indonesia, Mark Baird. Kalau mereka tak mengucurkan pinjaman anggaran, pemerintah Habibie pun tak punya sumber dana lagi. Severino bahkan melihat skandal BB sebagai pertanda bahwa korupsi sudah menjadi penyakit endemis bagi Indonesia. Pernyataan ini membiaskan beberapa hal sekaligus. Pertama, kredibilitas pemerintah sangat dipersoalkan. Kedua, kekecewaan Bank Dunia. Sebab, walaupun dibantu, Indonesia sendiri tak menunjukkan iktikad untuk keluar dari krisis. Ketiga, kemampuan Indonesia sangat diragukan dalam mendayagunakan pinjaman serta sumber daya yang ada. Keempat, kesulitan ekonomi Indonesia ternyata jauh lebih parah dari perkiraan mereka. Kelima, Indonesia, yang dulu mewakili citra good boy di mata Bank Dunia, sekarang turun pangkat menjadi the bad boy yang barangkali harus dicemeti supaya tahu diri. Bagi kita, lima hal itu sudah menjadi menu sehari-hari. Ancaman Severino masih agak lunak dibandingkan dengan sikap Camdessus—di depan mantan presiden Soeharto—yang jauh lebih "melukai perasaan". Tapi patut diingat bahwa pinjaman tak ada hubungannya dengan perasaan, dan bahwa utang tetap harus dibayar. Selagi para petinggi Indonesia masih terperangkap dalam sindrom "kapal pecah", penyelesaian skandal BB sukar dituntaskan dengan cepat dan transparan. Seperti tertera pada awal tulisan ini, sulit untuk direka akan ke mana skandal BB bermuara. Pihak Bank Dunia tampaknya berpikiran sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus