Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Editorial

Berita Tempo Plus

Skandal Vaksin Para Pejabat

Beberapa pejabat mengaku mendapat jatah vaksin ketiga yang bukan hak mereka. Pelanggaran etika serius. 

26 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ketika jutaan penduduk Indonesia harap-harap cemas menunggu jatah perdana suntikan vaksin Covid-19, sejumlah pejabat publik tanpa malu-malu menerima suntikan ketiga atau vaksin penguat (booster) bikinan Moderna. Kita tahu, vaksin ketiga seharusnya hanya untuk para tenaga kesehatan yang bertaruh nyawa merawat pasien Covid-19. Tidak hanya melanggar etika, perilaku para pejabat itu juga menunjukkan wajah arogan dan egoistis kekuasaan. 

Skandal vaksin booster ini terungkap dalam percakapan ringan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Presiden Joko Widodo di Samarinda, Kalimantan Timur, 24 Agustus lalu. Percakapan yang disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Sekretariat Kabinet itu belakangan buru-buru disunting, lalu diunggah lagi. Tentu saja, dalam versi revisi, percakapan Gubernur Isran, Panglima, dan Presiden soal vaksin penguat itu sudah tak ada lagi.  Penyuntingan serampangan itu menunjukkan bahwa pemerintah berusaha menutup-nutupi insiden memalukan tersebut.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus