Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Insiden penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam oleh polisi, pada Senin dinihari lalu, meninggalkan lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban. Daripada berbantahan di media dan berkeras dengan versi masing-masing, lebih baik jika Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya dan Front Pembela Islam memberikan semua data yang mereka miliki kepada tim pencari fakta yang dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Penembakan anggota FPI ini perlu diusut tuntas bukan semata karena jumlah korban tewas yang mencapai enam orang ataupun afiliasi korban pada kelompok yang dipimpin oleh tokoh radikal Rizieq Syihab, tapi juga karena tuduhan pembunuhan ekstrayudisial, yang diduga dilakukan polisi, adalah tuduhan serius yang harus dibuktikan kebenarannya. Aparat penegak hukum seperti polisi tak boleh dibiarkan seenaknya melepas peluru di keramaian, apalagi sampai berbuntut melayangnya nyawa warga sipil.
Apalagi penjelasan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran justru memunculkan kejanggalan. Fadil mengklaim penembakan itu merupakan aksi pembelaan diri polisi. Tanpa bisa menunjukkan bukti rekaman kamera pengawas (CCTV) jalan tol, klaim polisi bahwa mereka diserang lebih dulu terasa kurang meyakinkan. Polisi harus bisa menunjukkan seluruh rekaman video, dari proses pengintaian rombongan Rizieq Syihab hingga terjadinya baku tembak. Hanya dengan cara itulah polisi bisa menepis tuduhan pembunuhan warga sipil secara ekstrayudisial.
Sebaliknya, keterangan FPI juga tak bisa diyakini seratus persen. Klaim mereka bahwa tim pengawal Rizieq Syihab sama sekali tidak dilengkapi senjata api juga tak disertai dukungan bukti yang memadai. Selain itu, dalih FPI bahwa laskar tak mengetahui identitas penguntit mereka sudah terbantahkan oleh rekaman percakapan para laskar yang dirilis polisi.
Walhasil, dibutuhkan verifikasi pihak ketiga yang independen untuk benar-benar menggali dan menjelaskan apa yang terjadi pada malam nahas di Kilometer 50 jalan tol Jakarta-Cikampek itu. Inisiatif Komnas HAM yang segera membentuk tim pencari fakta harus diapresiasi. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. perlu menunjukkan dukungan dengan memerintahkan Mabes Polri bekerja sama dengan tim pencari fakta Komnas HAM.
Tim pencari fakta ini juga perlu menggali motif Rizieq Syihab meninggalkan rumahnya di Megamendung, Puncak, sebelum insiden penembakan. Sebagai warga negara yang sudah dua kali diminta hadir ke kantor polisi, motif Rizieq untuk mangkir dari pemeriksaan juga penting diungkap. Rizieq sendiri semula akan diperiksa polisi untuk menjelaskan insiden kerumunan dalam acara Maulid Nabi di kantor FPI di Petamburan, Jakarta.
Kapolri Jenderal Idham Azis tak boleh ragu mencopot petugas yang terlibat dalam operasi dan menjatuhkan sanksi setimpal, jika kelak anak buahnya terbukti melanggar prosedur. Terlebih, ini bukan kali pertama polisi dituduh melakukan pembunuhan ekstrayudisial.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil kerap mendapat laporan soal tersangka kasus pidana yang ditemukan dengan luka tembak di kaki, atau bahkan meninggal dalam tahanan polisi. Polisi berutang penjelasan yang jujur dan mendetail kepada publik, terutama keluarga korban, tentang apa yang sebenarnya terjadi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo