Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Tarik-menarik soal generik

Bagi pengusaha farmasi, obat generik ada 2 macam: unbranded generic & branded generic. di indonesia, para dokter umumnya tidak keberatan untuk menulis resep generik, asal saja mereka selalu diingatkan.

10 Desember 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI orang awam, dan juga sebagian dokter, obat generik artinya obat tanpa merk dagang. Jadi, kalau menulis resep generik, artinya yang ditulis hanyalah nama asli dari zat aktif yang ada di dalam obat itu. Tetapi bagi pengusaha farmasi, obat generik itu ada dua macam. Yang satu obat tanpa nama dagang (unbranded generic). Atau dengan kata lain, obat yang zat aktifnya sama tetapi kemudian diberi nama dagang yang lain dari nama dagang yang diberikan oleh penemunya yang pertama. Jadi, misalnya, zat aktif yang bernama metampiron oleh penemunya diberi nama dagang Novalgin. Tetapi kemudian dibuat obat lain dengan isi sama, hanya dengan nama dagang lain. Di Indonesia, obat yang tergolong branded generic sangat banyak, karena memang banyak pabrik yang kerjanya hanya meniru obat-obat paten yang sudah ada. Jadi, kalau Hoechst membuat Novalgin, maka di pasaran banyak branded generic dari obat yang berisi metampiron itu. Pemberian nama baru itu memang dapat membuat harga obat tadi lebih murah, karena beban biaya riset untuk menemukan zat aktif tadi biasanya hanya dibebankan pada nama dagang yang pertama. Tetapi dalam pembicaraan tentang obat generik yang akhir-akhir ini ramai muncul di koran-koran, yang dimaksud adalah pengertian yang pertama. Yaitu yang unbranded generic itu tadi. Menteri Kesehatan menganjurkan agar para dokter menulis resep generik. Itu artinya, para dokter diminta menulis resep dengan hanya menyebut nama zat aktifnya saja. Bukan menulis resep generik yang bermerk (branded generic). Yang ini tentu jauh lebih murah lagi. Ide yang memang menarik, tetapi bukan berarti tanpa masalah. Masalah pertama adalah bolehkah apotek kemudian memberikan branded generic atau bahkan nama dagang aslinya, jika dokter menuliskan resep unbranded generic? Jika apotek dibolehkan, bagaimana menjamin bahwa pasien tetap memperoleh obat yang baik dan murah harganya dari apotek? Atau dengan kata lain, siapa menjamin bahwa apotek tidak memilihkan obat dengan nama dagang yang mahal? Apalagi jika dengan menjual obat yang mahal apotek memperoleh keuntungan yang lebih besar. Kalau hal ini tidak dapat dijaga, maka tujuan penulisan generik untuk meringankan beban pasien jadi tidak tercapai. Masalah kedua, kalau dokter dan apotek lebih banyak menyebarkan unbranded generic, motivasi bersaing di antara pabrik obat tertentu akan menurun dan rasa tanggung jawab untuk menjaga mutu produk juga menurun. Toh baik apotek, dokter, maupun pasien tidak lagi peduli produk dan pabrik yang mana yang mereka peroleh, sebab semuanya sama-sama obat generik tanpa merk. Maka, salah satu prasyarat untuk menganjurkan penulisan resep generik adalah adanya kemauan, kemampuan, dan kesungguhan aparat pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap mutu. Dalam pertemuan saya dengan Dr. Weng F. Huang, Dirjen POM-nya Republik Cina Taipei, ia mengatakan bahwa salah satu titik lemah dari upaya pengawasan mutu obat ini adalah tidak tersedianya alat penguji yang cukup, dan tidak tersedianya petugas pengawas yang kuat mental. Tahan untuk menahan godaan suap yang sering ditawarkan oleh produsen obat. Selain itu, harus ada suasana persaingan sehat yang memungkinkan mereka bergairah untuk memproduksi obat dengan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan. Masalah ketiga, upaya merebut ingatan dokter agar mau menulis obat generik tanpa merk menghadapi persaingan yang tidak sebanding dengan upaya pabrik obat yang menawarkan obat bermerk. Mereka itu mempunyai dana yang cukup kuat untuk membujuk dokter agar selalu ingat akan merk produksinya. Beberapa negara melakukan cara pendekatan yang berbeda-beda untuk mendorong dokter agar menulis obat generik tersebut. Inggris konon melakukannya dengan mengirim detailmen yang digaji oleh perusahaan asuransi kesehatan negara ke dokter-dokter. Persis seperti tugas detailmen dari pabrik obat, tetapi kali ini mereka mengingatkan dokter agar menuliskan resep generik. Di Amerika konon dilakukan perangsangan dengan keringanan pajak bagi apotek dan produsen yang mengedarkan obat generik, dan perusahaan-perusahaan asuransi mendorong dokter agar menulis obat generik. Di Filipina lain lagi. Bulan September yang lalu Presiden Aquino menandatangani undang-undang yang mengharuskan dokter, baik pemerintah maupun praktek swasta, menulis resep generik tanpa merk. Barang siapa melanggar undang-undang ini, ia diancam masuk penjara selama paling sedikit 6 bulan, atau denda paling sedikit 50.000 peso. Dengan kata lain, dokter yang tidak menulis resep generik diperlakukan sama dengan penjahat atau pelaku tindak kriminal. Tentu saja cara Filipina itu sudah keterlaluan, sehingga menimbulkan protes dari kalangan kedokteran di sana, yang kemudian didukung oleh dokter-dokter dari seluruh dunia. Karena hal ini benar-benar mengungkung kebebasan profesi dalam upaya menolong pasiennya. Ditambah lagi, kata Ketua Persatuan Dokter Filipina, pemerintah Filipina ternyata belum memiliki sarana yang cukup untuk dapat melakukan pengawasan terhadap mutu obat. Taiwan memiliki 300 unit alat uji mutu obat, tapi di Filipina konon baru ada dua unit saja. Di Indonesia, tampaknya para dokter umumnya tidak berkeberatan untuk menulis resep generik, asal saja mereka selalu diingatkan, asal saja kalau apotek mau menggantinya dengan merk dagang, si dokter diberi tahu oleh apotekernya. Bukan oleh asisten apoteker, apalagi oleh pembantu asisten apoteker. Agar komunikasi antarprofesi dapat berjalan secara profesional pula. Dan asal keinginan pemerintah itu juga ditanggapi secara nyata oleh apotek dan industri farmasi. Artinya, apotek tidak mengganti begitu saja resep generik itu dengan merk dagang, baik branded generic maupun merk paten, yang justru mahal!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus