Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tidak ada perlu-perlunya Kepolisian RI menerbitkan telegram berisi petunjuk teknis kepada para kepala kepolisian daerah dalam menangani tindak pidana korupsi. Penerbitan telegram yang ditandatangani Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 31 Desember 2019 itu justru membuka peluang proses penindakan korupsi menjadi berbelit-belit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Salah satu poin dalam telegram itu adalah arahan untuk melakukan verifikasi dan telaah sebelum memulai penyelidikan ketika kepolisian menerima aduan masyarakat mengenai indikasi tindak pidana korupsi. Aduan masyarakat soal dugaan korupsi akan diverifikasi sebelum diselidiki. Poin tersebut bakal membuat birokrasi penegakan hukum menjadi panjang, sehingga memberikan waktu bagi calon tersangka untuk menyembunyikan harta hasil korupsinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mengacu pada poin itu, ketika ada aduan mengenai indikasi kerugian negara, polisi mesti meminta verifikasi kembali kepada aparat pengawas internal pemerintah. Aparat yang dimaksudkan adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), inspektorat di tingkat kementerian/lembaga pemerintah, inspektorat di tingkat pemerintah provinsi, dan inspektorat di tingkat pemerintah kabupaten/kota. Padahal aparat pengawas internal pemerintah itu cukup dipanggil sebagai saksi. Karena itu, kuat diduga telegram juga merupakan upaya mengkondisikan pengembalian unsur kerugian negara untuk menghilangkan tindak pidananya. Makna penindakan tindak pidana korupsi pun direduksi menjadi sekadar upaya penyelidikan, kemudian dikonfirmasi ke pihak aparat pengawas internal pemerintah.
Langkah berliku-liku itu juga bisa menjadi kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan korupsi. Sebab, ada potensi laporan tidak diteruskan ketika laporan dari masyarakat harus diverifikasi sebelum penyelidikan dilakukan. Hal itu juga sangat rawan menjadi alasan untuk mempetieskan laporan kasus tindak pidana korupsi.
Seharusnya pelaporan kasus dugaan tindak pidana korupsi itu dipermudah. Pelapor jangan dibikin repot, justru semestinya dilindungi sesuai dengan prinsip whistleblower.Penyelidikan seharusnya disegerakan, tak perlu melalui proses birokrasi yang panjang, apalagi sampai berbelit-belit. Karena itu, telegram yang malah mengendurkan penindakan semestinya tak perlu diterbitkan.
Arahan Presiden Joko Widodo dalam menjaga iklim investasi di Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi justru harus direspons polisi dengan sigap dalam konteks pemberantasan korupsi dan penegakan hukum. Sebab, korupsi yang kian merajalela justru merusak iklim investasi di Indonesia. Iklim investasi dan kepastian hukum yang baik menjadi salah satu faktor untuk meningkatkan kepercayaan investor.
Korupsi juga menghambat ekonomi. Tata kelola kelembagaan yang lemah mendorong terjadinya korupsi, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi. Lembaga pemerintah yang tidak efisien akan lamban dalam memberikan pelayanan, sehingga memperburuk kinerja di depan investor. Salah satu faktor yang diperhatikan investor adalah perizinan yang bersih dari korupsi.
Catatan:
Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 07 Januari 2020