Tulisan "Segera, sang Kupon Rp 15 Ribu" (TEMPO, 5 Januari 1991, Nasional), yang bercerita tentang SDSB, menarik untuk disimak. Kupon yang menjanjikan hadiah yang sangat menggiurkan itu tampaknya akan hidup semakin segar dan setia mengunjungi para pecandunya pada Tahun Kunjungan Indonesia 1991 ini. Apa boleh buat, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Harap maklum. Terlepas dari masalah judi atau bukan, SDSB telah banyak mengundang kritik, protes, dan kecaman. Itu tak bisa dimungkiri. Tak urung, Muktamar Muhammadiyah ke-42, yang diadakan di Yogyakarta beberapa waktu lalu, mengusulkan agar peredaran SDSB ditinjau kembali. Saya rasa telinga ini sudah jenuh mendengar kata "ditinjau kembali". Dan itu merupakan pekerjaan sia-sia. Mengapa? Karena kalau ditinjau kembali, paling-paling hanya diganti namanya. Sedangkan, pelaksanaannya tetap begitu saja. Bukankah hal itu sama dengan melakukan pekerjaan yang sia-sia? Mengapa tak dihapus saja? Sungguh mengherankan. Pemerintah telah melarang segala bentuk praktek perjudian di Indonesia. Mengapa Pemerintah tetap memberi izin penyelenggaraan SDSB? Bukankah banyak orang yang menganggap SDSB itu sama dengan judi? BAMBANG DWI HERIYANTO Semaki Kulon UH I/368 Yogyakarta 55166
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini