Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sutradara: Rahmin Brahmani
Skenario: Rahmin Brahmani
Berdasarkan novel karya Aravind Adiga dengan judul sama
Pemain: Adarsh Gourav, Priyanka Chopra Jonas, Rajkummar Rao
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
* * *
“Mr.Premier, neither you nor I can speak English, but there are some things that can be said only in English…”
Demikian Balram Halwai memulai surat elektroniknya yang panjang kepada Perdana Menteri Cina Wen Jia Bao yang akan berkunjung ke India. Demikian sastrawan Aravid Adiga memulai novel berjudul “The White Tiger” setebal 321 halaman itu. Novel yang berhasil meraih penghargaan Booker Prize tahun 2008 itu kini bisa disaksikan dalam bentuk adaptasi film di saluran digital Netflix. Film ini , antara lain, diproduksi oleh Priyanka Chopra Jonas, aktris India yang kini sudah terjun di Hollywood.
Seperti novelnya, film arahan sutradara a Rahmin Brahmani cukup setia memulai filmnya dengan narasi Balram (diperankan Adarsh Gourav dengan gemilang) di tahun 2010 yang sudah menjadi seorang bos pemilik usaha penyewaan taksi. Berkumis panjang melingkar, rambut panjang dilumuri minyak dan dikuncir satu serta leher berkalung emas, “saya berhasil mendobrak kandang ayam itu,” kata Balram dengan bangga. “Saya berhasil memperoleh kebebasan.”
Di India, menurut Balram, hanya ada dua macam warga: warga berperut tambun dan warga yang tak berperut. Balram datang dari kasta yang rendah dan hidup di kerak paling bawah masyarakat, dan karena itu ia masuk kategori ‘lelaki tak berperut’.
Dia mengajak kita ke masa kecilnya di mana Balram mungil adalah seorang anak cerdas di kelas yang satu-satunya mampu membaca dengan cepat dan lancar berbahasa Inggris. Namun karena keluarga mereka luar biasa miskin hingga ayahnya tewas digedor TBC. Balram kecil serta kakaknya terpaksa bekerja mencari duit sebagai penjual teh serta mengucapkan selamat berpisah pada bangku sekolah.
Balram adalah perwakilan puluhan juta anak-anak di negara berkembang termasuk Indonesia, di mana orang tua memaksa anaknya bekerja dan meninggalkan sekolah karena kebutuhan hidup. Sejak kecil itulah Bahram tahu bahwa orang-orang miskin seperti keluarganya sekampung tak akan pernah keluar dari kurungan ‘kandang ayam’. Menurut dia, orang miskin sama saja seperti ayam yang berdesakan di kandang dan hanya menanti nasib untuk disembelih.
Balram adalah anak cerdas. Sampai dewasapun, dia tahu bagaimana caranya menggeliat, keluar dari kurungan kemiskinan yang dia benci. Melihat tuan tanah keji yang dijuluki The Stork (Mahesh Manjrekar) yang berkunjung ke kampungnya mengendarai mobil mewah berkilat-kilat, mata Balram ikut berkilat. Saat itu juga, Balram tahu apa yang harus dia lakukan. Dia akan mengabdikan seluruh hidupnya bekerja pada putera Ashok (Rajkummar Rao) yang baru saja pulang dari Amerika Serikat serta isterinya Pinky (Priyanka Chopra Jonas).
Selama menjadi supir keluarga besar The Stork yang memperlakukan Balram sebagai supir/hamba yang rutin memijit kaki Kepala Keluarga, Ashok si lulusan Amerika bersikap lebih ‘manusiawi’ pada Balram. Dia menolak dibukakan pintu mobil dan masih mencoba berbincang dengan ramah dengan supirnya. Tetapi adalah Pinky yang mendorong Balram untuk “mempunyai cita-cita” dan keluar dari lingkaran setan kemiskinan karena “sayapun dari keluarga imigran India di New York yang merangkak dari bawah,” demikian Pinky.
Film ini secara terang-terangan adalah sebuah perlawanan narasi yang dipersembahkan film “Slumdog Milionaire” karya Danny Boyle (yang juga diangkat dari novel karya Vikas Swarup), di mana seorang anak miskin India memperoleh keberuntungan untuk naik kelas dalam strata masyarakat. Sastrawan Aravind Adiga tak percaya bahwa dengan kemenangan “satu juta rupee dalam sebuah game show” seseorang akan keluar dari kerangkeng kemiskinan. Dia lebih realistik, mendekati sinisme.
Setelah menyadari betapa keluarga itu bisa seenaknya memperlakukan dia –ketika sebuah insiden kecelakaan terjadi yang mengorbankan Balram–maka terbukalah mata Balram. Dia hanya bisa keluar dari kandang kemiskinan dengan dua acara: politik atau kriminal.
Bahram kemudian memperhitungkan dengan taktis agar dia bisa menggunting kunci kandang itu. Bukankah di masa kecil di sekolah gurunya mengatakan dia adalah “White Tiger”, harimau putih yang lahir hanya sesekali dalam berapa generasi, sebuah anomali?
Dengan keyakinan dialah harimau putih yang bisa mendobrak kandang itu, Balram akhirnya bisa mencapai ‘kebebasan’ hingga kita bertemu dengan Balram baru, si bos pemilik penyewaan taksi White Tiger yang berambut panjang, berkalung emas, berkumis melingkar, dan puluhan anak buah.
Film ini menyajikan kenyataan gelap dan sinis di negara berkembang terhadap jurang yang luar biasa besar antara si kaya raya yang korup dan si miskin yang (akhirnya) terpaksa korup. Sutradara Rahmin Brahmani yang sebelumnya dikenal menyutradarai film-film independen yang selalu menyorot manusia marjinal (seperti “Man Push Cart” dan “Chop Shop”) adalah sutradara yang cocok menggarap novel ini ke layar lebar.
Dengan para pemain yang tampil bagus dan meyakinkan serta sinematografi semi dokumenter, film ini adalah salah satu karya yang akan melekat terus di benak dan hati kita, yang akan melahirkan diskusi tentang hidup masalah jurang besar di negara berkembang yang tak kunjung selesai. Termasuk Indonesia.