Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nirwono Joga
Kemitraan Kota Hijau
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu pemandangan yang menarik saat arus mudik dan arus balik Lebaran lalu adalah kehadiran jalan tol Trans Jawa, baik yang sudah beroperasi maupun yang masih fungsional, telah memperlancar perjalanan pulang kampung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembangunan jalan tol Trans Jawa dari Merak hingga Banyuwangi direncanakan terbentang sepanjang 1.150 kilometer. Ruas Merak-Probolinggo (965 km) akan beroperasi seluruhnya pada akhir 2018 dan sisanya (13 km) pada 2019. Ruas Probolinggo-Banyuwangi (172,91 km) tengah dalam proses pembebasan lahan dan konstruksi serta direncanakan beroperasi penuh pada 2020.
Trans Jawa melintasi lima provinsi, 15 kota, dan 21 kabupaten. Kehadiran Trans Jawa diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan dan perkembangan kota/kabupaten yang dilintasinya. Namun pemerintah daerah dituntut untuk melaksanakan pembangunan daerahnya yang berkelanjutan, terutama pengendalian tata ruang dan antisipasi perubahan peruntukan lahan hijau (pertanian, perkebunan, dan hutan lindung).
Pemerintah telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada 5 Juni lalu. Prinsip dasar pembangunan berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan kini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi masa depan (Gro Bruntland, 1987). Ada tiga pilar utama, yakni pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup, yang didukung perangkat hukum dan tata kelola.
Tujuan pembangunan sosial adalah tanpa kemiskinan dan kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, serta kesetaraan gender. Tujuan pembangunan ekonomi meliputi energi bersih dan terjangkau, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi-industri-inovasi-infrastruktur, berkurangnya kesenjangan, serta kemitraan untuk mencapai tujuan.
Tujuan pembangunan lingkungan mencakup air bersih dan sanitasi layak, kota dan permukiman berkelanjutan, konsumsi dan produksi berkelanjutan, penanganan dan perubahan iklim, ekosistem kelautan, serta ekosistem daratan. Untuk mencapai ketiga pilar itu harus didukung pembangunan pranata hukum dan tata kelola dengan prinsip kemitraan untuk mencapai tujuan serta kemampuan kerja sama koordinasi antar-lembaga pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, akademikus, dan organisasi masyarakat.
Pemerintah daerah harus segera menyelaraskan antara Rencana Aksi Daerah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Kerja Perangkat Daerah, serta Rencana Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah. Tugas terberat adalah mensikronkan antara wilayah yang dilintasi Trans Jawa dan rencana tata ruang wilayah provinsi, kota, serta kabupaten.
Wilayah perlintasan/persimpangan Trans Jawa harus dilengkapi dengan rencana detail tata ruang yang sebagian besar belum dimiliki kota/kabupaten. Rencana itu merupakan ujung tombak pengendalian tata ruang dan peruntukan lahan yang sangat rentan berubah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat di sepanjang koridor Trans Jawa. Salah satu yang paling terancam adalah keberadaan sawah sebagai benteng ketahanan pangan lokal terhadap pembangunan perumahan dan kawasan industri.
Pemerintah daerah harus cerdas memanfaatkan kehadiran Trans Jawa bagi pembangunan daerah tanpa mengorbankan lingkungan. Kepala daerah dituntut menjaga dan merestorasi lingkungan alam dan ekosistem daerah, menegakkan hukum kepada perusak alam, melarang penambangan gunung kapur sumber air bersih warga dan pertanian, moratorium izin pertambangan atau perkebunan, membersihkan udara kota dari polusi, memulihkan tanah yang teracuni limbah, menyaring air sungai dari sampah dan limbah, serta meminimalkan produksi sampah kota dan industri.
Kehadiran Trans Jawa diharapkan mendorong percepatan pembangunan infrastruktur daerah, keterbukaan akses pendidikan, dan kemudahan layanan kesehatan. Kawasan perlintasan dikembangkan menjadi kawasan terpadu yang didukung pengadaan barang dan jasa berbasis komunitas masyarakat untuk membangun semangat kemandirian. Masyarakat didorong untuk membeli dan memakai produk lokal secara massal agar mendongkrak perkembangan industri lokal, seperti memakai batik khas dan beras lokal.