Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Tunggang Langgang Piutang Pajak

Besarnya piutang pajak yang tak tertagih menunjukkan lemahnya sistem Direktorat Jenderal Pajak. Upaya penagihan belum optimal. 

27 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Cara Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menangani piutang pajak tetap harus dievaluasi.

  • BPK pernah menyoroti tidak optimalnya tata kelola Ditjen Pajak dalam penagihan.

  • Jika dibiarkan berlarut-larut, tunggakan pajak yang tak tertagih bisa menimbulkan kecurigaan.

Kementerian Keuangan harus segera menindaklanjuti temuan terbaru Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai Rp 7,2 triliun piutang pajak yang belum tertagih pada 2022. Meski persentasenya tidak besar dibanding total penerimaan pajak kita pada tahun lalu, yang mencapai Rp 1.716,8 triliun, cara Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menangani piutang pajak tersebut tetap harus dievaluasi. Terlebih ada piutang pajak kedaluwarsa sebesar Rp 808,18 miliar yang juga tak dikelola dengan baik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dicermati lebih saksama, temuan BPK itu lebih menyoroti tidak optimalnya tata kelola Ditjen Pajak dalam penagihan. Ada 351 piutang pajak senilai Rp 1,39 triliun yang belum ditagih sama sekali. Kemudian, ada 863 kasus yang sudah ditetapkan mangkir dari kewajiban pajaknya alias macet, tapi malah tidak kunjung disita asetnya. Nilainya mencapai Rp 5,76 triliun. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah kesulitan yang diungkapkan Ditjen Pajak sebagai alasan masih banyaknya tunggakan pajak malah semakin menunjukkan lemahnya sistem di lembaga ini. Misalnya, tidak ditemukannya obyek sita dari wajib pajak yang menunggak pajak. Untuk mengatasi isu itu, petugas pajak sebenarnya tinggal berkoordinasi dengan mitranya di kepolisian ataupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kedua lembaga itu juga bisa membantu mengatasi alasan lain yang diungkapkan Ditjen Pajak, yakni tak bisa menemukan keberadaan wajib pajak yang menunggak.   

Alih-alih bersikap pasif menunggu pembayaran piutang seperti yang dilakukannya selama ini, semestinya Ditjen Pajak bekerja lebih trengginas. Mereka bisa memanfaatkan ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan mengenai asistensi penagihan pajak global. Dengan aturan baru itu, Ditjen Pajak dan Menteri Keuangan bisa bekerja sama dengan negara lain untuk menagih pajak dari wajib pajak yang bandel.  

Jika dibiarkan berlarut-larut, tunggakan pajak yang tak tertagih dalam jumlah triliunan rupiah itu bisa menimbulkan kecurigaan di masyarakat. Apalagi pada 2021 jumlah tunggakan pajak kita malah lebih membelalakkan mata. Nilainya mencapai Rp 20,84 triliun. Tanpa penjelasan yang memadai, khalayak ramai bisa dengan mudah menuding ada main mata antara petugas dan wajib pajak.

Publik tentu belum lupa sepak terjang bekas pegawai Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo, yang disebut-sebut memiliki kekayaan miliaran rupiah dari hasil kerja sama dengan konsultan pajak. Ia mendapat komisi dari perannya mengurus pajak berbagai perusahaan. Agar nama Ditjen Pajak tak terus-menerus tercoreng oleh ulah oknum seperti Rafael, kualitas kinerja semua jajarannya perlu diperbaiki secara signifikan.   

Memang, tugas mengutip pajak merupakan pekerjaan yang menggoda. Agar para penagih pajak tak terjerat korupsi, pemerintah telah menggulirkan remunerasi untuk petugas Ditjen Pajak sejak 2007. Saat ini petugas pajak sudah mendapat tunjangan kinerja dengan nilai Rp 21-117 juta. Pejabat eselon III, seperti Rafael, memperoleh Rp 34-46 juta di luar gaji pokok.

Dengan gaji jumbo itu, semestinya kinerja petugas pajak lebih cemerlang. Jangan sampai insentif gaji yang berkali lipat gagal mendongkrak kinerja pegawai pajak untuk mengejar semua tagihan pajak secara sungguh-sungguh. Mengingat pentingnya kontribusi pajak untuk total penerimaan negara kita—yang tentunya bakal dipakai untuk membiaya berbagai program pembangunan, termasuk pembagian bantuan sosial—setiap sen pajak yang ditunggak wajib dikejar sampai ujung dunia sekalipun.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus