Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
REVOLUSI memang selalu dihubungkan dengan soal-soal yang
romantis, di antaranya soal wasiat. Dulu di Uni Soviet, katanya
Lenin punya wasiat tentang penggantinya, yakni Trotsky. Ternyata
yang naik adalah Stalin.
Wasiat Ho Chi Minh, pemimpin revolusi Vietnam, katanya lain
lagi. Paman Ho tidak berbicara tentang tokoh penggantinya, tapi
tentang wilayah yang harus dipersatukan, yakni seluruh Indocina
bekas jajahan Perancis.
Benarkah adanya wasiat Paman Ho semacam itu ataukah sekedar
wangsit politik yang tiba-tiba saja diperoleh Pham Van Dong?
Tahun 1930, Ho Chi Minh mendirikan Partai Komunis Indocina di
Kanton. Sebelumnya, Ho sudah aktif dalam gerakan kiri di
Perancis dan sempa singgah di Moskow dalam perjalanannya ke
Tiongkok. Dari pengalaman di Moskow, Ho sadar bahwa nama Vietnam
saja tidak akan berarti buat Stalin. Sebagai orang yang turut
memimpin Komintern wilayah Asia di Kanton, Ho memilih nama
Indocina. Ini sekedar suatu identitas agar Komintern lebih
membantu perjuangan rakyat Asia yang terjajah.
Gagal
Dalam kenyataannya, PK Indocina memang beroperasi di Vietnam
saja, itupun dengan sembunyi-sembunyi. Di Laos dan Kamboja
pengawasan kolonial Perancis sangat ketat. Setelah kegagalan
percobaan koperasi ala Soviet "Nghe-Anh" pada awal 1930an,
aktivitas PK Indocina boleh dikatakan sedikit sekali. Organisasi
massa tidak banyak kegiatannya, paling-paling hanya ada
pembinaan melalui grup-grup.
Secara organisatoris, PK Indocina sudah hancur pada talun 1940.
Karena itu, Ho memusatkan kegiatannya pada Vietnam saja. Tahun
1941 dibentuk suatu front persatuan nasional, Viet Minh. Ini
gabungan semua organisasi nasionalis Vietnam yang anti-kolonial.
Dengan bekal organisasi Vietminh-lah Ho memproklamirkan
kemerdekaan Vietnam dan berjuang melawan Perancis di akhir
1940an.
Perkembangan setelah 1945 juga berbeda antara Vietnam dengan
Kamboja dan Laos. Kedua negara tetangga Vietnam itu mencari
penyelesaian sendiri dengan Perancis. Akibatnya, dalam
perundingan Jenewa 1954 kedua negara itu tidak mau terikat
dengan Vietnam dan mengusahakan perjanjian terpisah.
Hubungan dengan Vietnam (Utara) pun biasa saja. Di La os,
pengaruh Hanoi lebih terasa di bagian utara dan timurlaut
sedangkan di bagian selatan pengaruh Muangthai. Pada akhirnya,
tahun 1975, yang menang adalah pengaruh Hanoi. Banyak pula kader
Pathet Lao yang dididik di Hanoi, termasuk Presiden Laos,
Pangeran Souvanaphong, yang isterinya adalah orang Vietnam.
Lain halnya dengan Kamboja, yang sedari dulu selalu homogen dan
menjaga keseimbangan antara Muangthai dan Vietnam. Tidak ada
pembagian wilayah pengaruh di Kamboja, bahkan negara itu selalu
berselisih soal tapal batas dengan Vietnam dan Muangthai.
Jalan Lintas
Jadi sebenarnya impian suatu Indocina yang dipayungi llanoi
sudah buyar sejak Perjanjian Jenewa 1954. Di akhir hayatnya,
impian Ho jauh dari impian Indocina di bawah payung Hanoi.
Karena itu, dalam wasiatnya yang telah diumumkan oleh Hanoi, Ho
menemukakan kembali keinginannya akan suatu Vietnam yang
bersatu dan damai setelah 25 tahun peperangan.
Tapi apakah sebabnya pimpinan Vietnam sekarang, yang adalah juga
kawan seperjuangan Ho, mencoba merealisir ide Indocina yang
didominir Vietnam? Tampaknya, mereka sebelumnya jauh dari maksud
begitu. Usaha dominasi Vietnam seperti dipaksakan sebagai suatu
kondisi untuk industrialisasi mereka. Yang memaksakan tentu saja
Uni Soviet, baik seba gai pelaksana Doktrin Breshnev maupun
sebagai bagian dari perjanjian kerjasamanya 25 tahun dengan
Vietnam.
Tadinya Vietnam bermaksud pelan-pelan saja dengan
industrialisasinya, terutama di Selatan. Pikiran mula-mula
adalah mengikuti proses perkembangan dan pembauran masyarakat
lama secara agak demokratis. Ternyata, cara pelan-pelan ini
ditinggalkan. Masyarakat-Selatan harus dirobah secara drastis,
sisa-sisa borjuis dan kapitalis harus dibersihkan. Akibatnya
korban bertambah banyak, pengungsi mengalir terus dan kamp
reedukasi serta desa ekonomi baru meningkat jumlahnya.
Untuk industrialisasi diperlukan investasi besar-besaran Amerika
tidak mau menolong, negara lain menyumbang sedikit. Hanoi hanya
menoleh pada Uni Soviet dan grup COMECON. Dengan perjanjian 25
tahun, jumlah bantuan berlipat ganda dan sekarang Hanoi bergerak
ke arah industrialisasi. Bayarannya pun lumayan juga: Vietnam
harus melaksanakan kerangka strategis dari Uni Soviet, misalnya
dalam penyerbuan ke Kamboja. Jadi soal penggulingan rejim Pol
Pot di Kamboja samasekali tidak ada hubungannya dengan wasiat
apapun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo