Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Wangsit Gaya Hanoi ?

Ho Chi Minh tidak membicarakan penggantinya, tapi membicarakan tentang indocina yang harus dipersatukan di bawah Hanoi. Setelah perang 25 tahun, ia menyerukan kembali agar Vietnam bersatu dan damai.

7 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

REVOLUSI memang selalu dihubungkan dengan soal-soal yang romantis, di antaranya soal wasiat. Dulu di Uni Soviet, katanya Lenin punya wasiat tentang penggantinya, yakni Trotsky. Ternyata yang naik adalah Stalin. Wasiat Ho Chi Minh, pemimpin revolusi Vietnam, katanya lain lagi. Paman Ho tidak berbicara tentang tokoh penggantinya, tapi tentang wilayah yang harus dipersatukan, yakni seluruh Indocina bekas jajahan Perancis. Benarkah adanya wasiat Paman Ho semacam itu ataukah sekedar wangsit politik yang tiba-tiba saja diperoleh Pham Van Dong? Tahun 1930, Ho Chi Minh mendirikan Partai Komunis Indocina di Kanton. Sebelumnya, Ho sudah aktif dalam gerakan kiri di Perancis dan sempa singgah di Moskow dalam perjalanannya ke Tiongkok. Dari pengalaman di Moskow, Ho sadar bahwa nama Vietnam saja tidak akan berarti buat Stalin. Sebagai orang yang turut memimpin Komintern wilayah Asia di Kanton, Ho memilih nama Indocina. Ini sekedar suatu identitas agar Komintern lebih membantu perjuangan rakyat Asia yang terjajah. Gagal Dalam kenyataannya, PK Indocina memang beroperasi di Vietnam saja, itupun dengan sembunyi-sembunyi. Di Laos dan Kamboja pengawasan kolonial Perancis sangat ketat. Setelah kegagalan percobaan koperasi ala Soviet "Nghe-Anh" pada awal 1930an, aktivitas PK Indocina boleh dikatakan sedikit sekali. Organisasi massa tidak banyak kegiatannya, paling-paling hanya ada pembinaan melalui grup-grup. Secara organisatoris, PK Indocina sudah hancur pada talun 1940. Karena itu, Ho memusatkan kegiatannya pada Vietnam saja. Tahun 1941 dibentuk suatu front persatuan nasional, Viet Minh. Ini gabungan semua organisasi nasionalis Vietnam yang anti-kolonial. Dengan bekal organisasi Vietminh-lah Ho memproklamirkan kemerdekaan Vietnam dan berjuang melawan Perancis di akhir 1940an. Perkembangan setelah 1945 juga berbeda antara Vietnam dengan Kamboja dan Laos. Kedua negara tetangga Vietnam itu mencari penyelesaian sendiri dengan Perancis. Akibatnya, dalam perundingan Jenewa 1954 kedua negara itu tidak mau terikat dengan Vietnam dan mengusahakan perjanjian terpisah. Hubungan dengan Vietnam (Utara) pun biasa saja. Di La os, pengaruh Hanoi lebih terasa di bagian utara dan timurlaut sedangkan di bagian selatan pengaruh Muangthai. Pada akhirnya, tahun 1975, yang menang adalah pengaruh Hanoi. Banyak pula kader Pathet Lao yang dididik di Hanoi, termasuk Presiden Laos, Pangeran Souvanaphong, yang isterinya adalah orang Vietnam. Lain halnya dengan Kamboja, yang sedari dulu selalu homogen dan menjaga keseimbangan antara Muangthai dan Vietnam. Tidak ada pembagian wilayah pengaruh di Kamboja, bahkan negara itu selalu berselisih soal tapal batas dengan Vietnam dan Muangthai. Jalan Lintas Jadi sebenarnya impian suatu Indocina yang dipayungi llanoi sudah buyar sejak Perjanjian Jenewa 1954. Di akhir hayatnya, impian Ho jauh dari impian Indocina di bawah payung Hanoi. Karena itu, dalam wasiatnya yang telah diumumkan oleh Hanoi, Ho menemukakan kembali keinginannya akan suatu Vietnam yang bersatu dan damai setelah 25 tahun peperangan. Tapi apakah sebabnya pimpinan Vietnam sekarang, yang adalah juga kawan seperjuangan Ho, mencoba merealisir ide Indocina yang didominir Vietnam? Tampaknya, mereka sebelumnya jauh dari maksud begitu. Usaha dominasi Vietnam seperti dipaksakan sebagai suatu kondisi untuk industrialisasi mereka. Yang memaksakan tentu saja Uni Soviet, baik seba gai pelaksana Doktrin Breshnev maupun sebagai bagian dari perjanjian kerjasamanya 25 tahun dengan Vietnam. Tadinya Vietnam bermaksud pelan-pelan saja dengan industrialisasinya, terutama di Selatan. Pikiran mula-mula adalah mengikuti proses perkembangan dan pembauran masyarakat lama secara agak demokratis. Ternyata, cara pelan-pelan ini ditinggalkan. Masyarakat-Selatan harus dirobah secara drastis, sisa-sisa borjuis dan kapitalis harus dibersihkan. Akibatnya korban bertambah banyak, pengungsi mengalir terus dan kamp reedukasi serta desa ekonomi baru meningkat jumlahnya. Untuk industrialisasi diperlukan investasi besar-besaran Amerika tidak mau menolong, negara lain menyumbang sedikit. Hanoi hanya menoleh pada Uni Soviet dan grup COMECON. Dengan perjanjian 25 tahun, jumlah bantuan berlipat ganda dan sekarang Hanoi bergerak ke arah industrialisasi. Bayarannya pun lumayan juga: Vietnam harus melaksanakan kerangka strategis dari Uni Soviet, misalnya dalam penyerbuan ke Kamboja. Jadi soal penggulingan rejim Pol Pot di Kamboja samasekali tidak ada hubungannya dengan wasiat apapun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus