Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Bakso cinta di ragunan

Perpanjangan izin pt arriya karsa menyelenggarakan ragunan fair kebun binatang ragunan ditolak. kicau burung dan suara satwa terganggu. taman seni dan industri kerajinan tak punya IMB dari Pemda DKI.

10 Juni 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENTAS musik dan kebun binatang itu ibarat air dan minyak. Tak bisa disatukan. Tapi di Kebun Binatang Ragunan (KBR) acara RF (Ragunan Fair) seperti musik, tari, lawak, seni tradisional, sudah ada sejak 7 Mei lalu. Bersama para artis, anak-anak muda yang ke KBR bebas bergoyang dalam irama dang-dut. Di pentas batu permanen sekitar 70 m2, iringan musik menghambur melalui sound system 1.000 watt. Sedang ratusan pengunjung lain menikmatinya sambil makan minum atau berbelanja barang kerajinan di kios dan warung di Taman Seni dan Industri Kerajinan (TSIK) yang luasnya 1/2 hektar. Pokoknya, meriah. Sementara itu, suguhan kicau burung dan suara satwa lain digilas suasana di Ragunan Fair. Mereka yang biasanya bebas di alam KBR bahkan pada kabur. "Sekitar 50 kakaktua yang biasanya berbunyi di pagi hari lenyap." kata Suparlan. Kepala Humas KBR itu sudah belasan tahun tinggal dan bekerja di sana, sehingga tahu betul bunyi satwa. "Ragunan Fair mengganggu satwa," katanya. Mungkin satwa tak suka kebisingan band dan dang-dut. Mereka merasa disaingi. Yang jelas, Linus Simanjuntak, Direktur KBR, tidak setuju dengan model hiburan yang mengganggu kelestarian satwa. TSIK juga tak layak di situ. Katanya, ada lima fungsi KBR: pelestarian satwa, pendidikan, penelitian, rekreasi (ini nomor empat), dan sebagai "paru-paru" kota. "Apa buktinya burung-burung itu habis, karena suara sound system paling-paling terdengar dalam radius lokasi TSIK ini," kata Johny. Direktur Utama PT Arriya Karsa itu punya izin menyelenggarakan RF. Ia memegang surat dari Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta dan Kapolres Metro Jakarta Selatan. "Surat-surat ini diperoleh setelah mendapat nota dinas dari pihak KBR yang ditandatangani Warmin Supena, sebagai Kepala Bidang Sarana Fisik KBR," katanya. "Dalam persetujuan nota dinas itu ada ketentuan, antara lain, volume sound system tak keras, menjaga keamanan, ketertiban, dan kebersihan." Tindakan Linus itu ia sesalkan karena dianggap menggagalkan usahanya. "Saya tak ingin munafik. Barangkali kami perlu penelitian untuk mengatakan bahwa burung-burung kabur karena mendengar musik hidup," ujar Linus. "Ragunan Fair merusak lingkungan hidup dan citra kebun binatang. Suasananya hancur." Ia berusaha memandirikan KBR, sehingga kelak tak bergantung pada dana DKI Jakarta. Ia beda dengan Johny. Linus, yang baru dua tahun bertugas di KBR, tak setuju TSIK itu dilanjutkan. Apalagi IMB dari Gubernur belum diperoleh Arriya Karsa. Namun, PT Arriya Karsa, sebagai subkontraktor, membangun TSIK setelah Tim Pembangunan TSIK terbentuk, dan itu disetujui Gubernur DKI. Idenya seperti Pasar Seni di Ancol. Maksud memang untuk memandirikan KRB. "Saya harus menyerahkan gedung bangunan ini, tapi Pemda belum punya dananya," tutur Johny. Ia sudah pasang modal Rp 700 juta untuk membangunnya. Karena dana itu mentok, ia munculkan RF. Tapi ada alternatif dari Linus. Pemda membayar kerugian Arriya Karsa 50% dari modal pembangunannya sekitar Rp 485 juta. "Kalau detik ini yang Rp 485 juta dibayar, saya angkat kaki," ujar Johny. Tapi ia tak setuju dengan taksiran itu. Alternatif lain, kata Linus, Arriya Karsa diberi hak mengelola TSIK sesuai dengan ketentuan awal: mempromosikan kerajinan yang berkaitan dengan kebun binatang. Misalnya, jual kaus dan ukiran bermotif satwa. Bukan seperti sekarang. Kendati 80% dari 104 kios sudah diisi, ada pula "Bakso Cinta" dan "Pondok Makanan". "Di sini tak boleh ada warung makanan atau keramaian seperti Ragunan Fair," kata Linus. Karenanya, perpanjangan izin RF hingga tiga bulan lagi ditolak Wali Kota Jakarta Selatan. Minggu pekan silam RF padam sudah.Suhardjo Hs. dan Ahmadie Thaha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus