Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Bambu Menguras Bekas Tambang Emas

Berbagai jenis bambu digunakan untuk memulihkan lahan kritis bekas tambang emas liar di Dharmasraya, Sumatera Barat. Selain untuk penghijauan, bambu mampu menyerap merkuri.

24 Agustus 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RIBUAN pohon bambu de-ngan tinggi sekitar 1,5 me-ter tersusun berjajar se--ki-tar 5 meter dari tepi Su-ngai Nyunyo di Jorong Bukit Men-dawa, Nagari Tebing Tinggi, Ke-ca-matan Pulau Punjung, Kabupaten Dhar-masraya, Sumatera Barat. Bambu-bambu itu senga-ja ditanam sebagai vegetasi perintis un-tuk memulihkan lahan bekas tambang emas liar milik masyarakat. “Lahan rusak ini harus segera dipulihkan dan bisa dimanfaatkan untuk pariwisata dan pengembangan ekonomi masyarakat,” ujar Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan saat mengunjungi lokasi tersebut, Selasa, 16 Juli lalu.

Upaya pemulihan lahan bekas tambang emas rakyat tanpa izin itu dilakukan Pe-merintah Kabupaten Dharmasraya bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perusahaan pe-nyedia jasa konstruksi, pemangku Naga-ri Tebing Tinggi, serta masyarakat setem-pat. Luas lahan dalam pemulihan tahap per-tama itu 3,8 hektare. Pendanaan berasal dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Kepala Bidang Penataan dan Penaatan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hi-dup Kabupaten Dharmasraya, Lasmiya-ti, mengatakan proyek pemulihan ini dita-ngani langsung oleh Direktorat Pemulihan Lahan Akses Terbuka Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan. “Pemerintah daerah selama ini sebagai pendamping di lapangan,” ucap Lasmiyati, yang kerap disapa Mamik.

Penanaman bambu, kata Mamik, dilak-sa-nakan pada musim hujan Novem-ber 2018. Ada sekitar 3.200 stek bambu yang ditanam. Menurut dia, bambu dipilih un-tuk reklamasi karena merupakan tanam-an reboisasi yang efektif mengurangi ero-si, menjaga dinding sungai, dan me-ning-katkan fungsi hidrologis hutan. Bambu juga memiliki sifat remediasi logam berat pada tanah secara alami. Alasan lain: bam-bu cepat tumbuh dan tahan hidup di jenis tanah bekas tambang.

Mamik mengatakan bambu diharapkan menjadi tanaman budi daya yang kelak dapat dimanfaatkan untuk member-daya-kan masyarakat. Senada, Bupati Sutan Riska ingin pemulihan lahan ini bisa men-cip-takan pekerjaan baru bagi masyara-kat sekitar. “Jadi para penambang liar bisa mencari penghidupan kembali di lahan ini dan tidak boleh lagi merusaknya,” tutur Sutan Riska.

Sungai Nyunyo menjadi lahan tam-bang emas rakyat tanpa izin sejak 2005. Masya-rakat rela meninggalkan perke-bun-annya untuk mendulang emas di kawasan itu. Kebun-kebun karet di dekat lokasi tambang turut porak-poranda karena tanahnya digali. Lokasi tambang emas ini berjarak 5 kilometer dari jalan lintas Sumatera simpang Nagari Tebing Tinggi. Kawasan bekas tambang emas itu membentang se-luas 300 hektare.

Sebelum pemulihan dimulai, di kawasan tersebut banyak terdapat lubang bekas tambang dengan genangan air dan semak belukar. Badan sungai pun sudah tidak jelas lagi akibat aktivitas penambangan emas. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengkategorikan kawasan itu sebagai lahan kritis. Menurut Mamik, sampel air sungai pernah diuji pada 18 Juli 2016 dan hasilnya menunjukkan kadar merkuri (Hg) yang terkandung mencapai 1,6 miligram per liter. Padahal baku mutunya 0,002 miligram per liter.

Elizabeth A. Widjaja, pensiunan peneli-ti utama di Pusat Penelitian Biologi Lem-baga Ilmu Pengetahuan Indonesia, me-nye-butkan bambu, yang biasanya digu-nakan untuk mencegah erosi dan meng-kon-ser-vasi air tanah, memang dapat dipakai me-mulihkan tanah yang tercemar polutan. Elizabeth, yang merupakan satu-satunya ahli taksonomi bambu di Indonesia, me-rujuk pada penelitian di Kenya yang meng-gunakan bambu sebagai tanaman reme-diasi untuk mengurangi risiko pencemaran kromium (Cr) di kawasan pabrik penyamakan kulit.

Unsur logam berat kromium biasa di-pakai dalam pemrosesan kulit. Menurut penelitian yang dipimpin Faridah Hussein Were dari departemen kimia University of Nairobi, tanah di sekitar lokasi pabrik penyamakan mengandung kromium dengan kadar tinggi, 1.337-3.398 miligram per kilogram. Sedangkan kadar kromium di tanah kontrol berkisar 0,20-2,34 mili-gram per kilogram. Ternyata, dari enam spesies bambu yang ditanam di ling-kungan pabrik, lima spesies memiliki ting-kat ketahanan hidup 100 persen. Ting-kat ketahanan hidup satu spesies lain, Dendrocalamus birmanicus, 83,3 persen.

Menurut Elizabeth, yang memberi nama 80 dari 176 spesies bambu yang dikenal di Indonesia sampai saat ini, semua bambu bisa digunakan untuk menyerap polutan. “Bambu itu pada prinsipnya bersifat kapiler. Dia menyerap polutan apa saja yang ada di tanah melalui akarnya dan polutan atau karbon dioksida di udara melalui daunnya,” kata Elizabeth, yang dijuluki “Profesor Bambu”. “Polutan-po-lutan itu dimetabolisme di dalam batang bambu, lalu ada yang dikeluarkan lagi dalam bentuk air yang sudah bersih dan juga oksigen.”

Elizabeth menceritakan pengalamannya menanam bambu di lahan tambang batu bara PT Bukit Asam di Lampung empat tahun lalu. Tujuan penanaman itu adalah penghijauan kawasan yang semula gersang dan panas. “Dulu di sekitar kantor sangat panas, sekarang sejuk,” ucapnya.

Bambu juga ditanam di bekas tempat penimbunan batu bara, pinggir rel kereta api, dan pantai. “Saya sarankan ditanam di bekas tambang untuk pengembangan produk jangka panjang karena bambu bisa dibuat briket,” ujar Elizabeth, yang juga menginformasikan bahwa di Krakatau Steel, Cilegon, Banten, sudah dipakai briket bam-bu untuk mengurangi penggunaan batu bara.

Dalam proyek pemulihan lahan di tepi Sungai Nyunyo, kata Mamik, digunakan sembilan spesies bambu. Di antaranya bambu betung, betung hitam, panda Bali, aur Cina, talang, talang hijau, ori, dan ampel. “Sudah ada bambu-bambu yang tumbuh dengan daun yang banyak,” tutur-nya sambil menunjukkan foto pohon bambu panda Bali yang berwarna kuning di lokasi reklamasi Sungai Nyunyo.

Mamik mengatakan belum dapat di-tarik kesimpulan apakah bambu-bam-bu yang ditanam itu efektif mereduksi ba-han pencemar, termasuk logam berat mer-kuri di tanah dan air pada lahan bekas tambang emas. “Pohon bambunya masih baru ditanam. Perlu kajian ilmiah untuk mengetahui efektivitasnya.”

Dalam pengukuran sampel air Sungai Nyunyo pada 4 November 2018 diketahui kadar merkurinya memang kurang dari 0,0006 miligram per liter alias menu-run dibanding pada 2016. “Hal ini bisa saja terjadi karena air sungai yang meng-alir dapat membawa sedimen yang terkon-ta-minasi dan terjadi sirkulasi,” ujar Mamik.

Pemerintah Kabupaten Dharmasraya gigih memulihkan lahan krisis di daerah aliran sungai anak Sungai Batanghari itu. Mereka telah mengucurkan anggaran dae-rah dari sisa dana bagi hasil dana reboisasi sebesar Rp 900 juta untuk memulai tahap kedua pemulihan lahan bekas tambang emas seluas 4,5 hektare. “Saat ini sedang ta-hapan penataan lahan,” ucap Bupati Sutan Riska.

Kawasan yang tengah dipulihkan itu akan menjadi Dharmasraya Eco Edu Green Park. Konsep kawasan hijau tersebut ada-lah tempat wisata dan edukasi ramah lingkungan sehingga bisa menjadi tempat belajar bagi anak-anak sekolah mengenai dampak pertambangan.

DODY HIDAYAT, ANDRI EL FARUQI (DHARMASRAYA)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus