PAGI baru saja hadir. Namun Tarno, 40 tahun, telah disibukkan oleh kotak-kotak lebah, berukuran 50 x 30 x 30 cm, yang bertumpuk di pekarangan sebuah rumah di Desa Paponan, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Dengan cekatan, Tarno, yang dibantu tiga orang kawannya, membuka tutup kotak. Satu, dua, tiga, .... dan 260 kotak terbuka. Ribuan makhluk kecil itu menghambur, bergerombol, dan mendengung bak baling-baling. Sejurus kemudian, gerombolan lebah itu menyerbu ladang jagung yang tengah berbunga, sekitar 150 meter dari tumpukan kotak itu. "Petang nanti, lebah-lebah baru kembali," kata Tarno. Baru sebulan tim Tarno datang ke Desa Paponan bersama kotak-kotak lebah itu. Selama dua bulan sebelumnya, mereka berada di Desa Tegalombo sekitar 15 km dari Paponan. Bulan depan mereka harus pindah lagi, entah ke mana. Kendati belum cukup populer, mengembala lebah kini merupakan lapangan kerja yang makin berkembang. Rupanya, kawanan lebah itu bisa juga menjanjikan keuntungan yang menggiurkan. Lihat saja usaha lebah Ny. Aminah, 35 tahun, penduduk Bregas Kidul, Klepu, Kabupaten Semarang. Dia memulai usahanya dengan 30 kotak lebah 10 tahun lalu. Kini dia memiliki armada lebah 1.250 kotak, dan pernah memberikan laba bersih Rp 15 juta pada 1987 lalu. Rekor itu memang belum bisa dilampaui, tapi usahanya terus meningkat dari tahun ke tahun. Ny. Aminah kini membawahkan 20 orang pengembala, yang digajinya Rp 25 ribu (pemula) sampai Rp 100 ribu (senior) sebulan. Ini belum termasuk uang makan yang Rp 30 ribu sebulan. Armada Ny. Aminah itu masih diperkuat oleh tiga buah mobil pikap. Satu untuk angkutan lebah itu, dan dua yang lain untuk survei medan pengembalaan. Belakangan, usahanya berkembang ke bidang pembuatan kotak lebah. Enam orang tukang kayu direkrut untuk usaha diversivikasi itu. Tarno adalah salah seorang pengembala lebah andalan Ny. Aminah. Dengan pengalaman lima tahun, dia terhitung senior, dan bergaji Rp 70 ribu/bulan. Dia dipercaya memimpin 3 kawannya mengembala kawanan serangga pencari madu itu. Ribuan lebah yang digembalakan itu, menurut Tarno, merupakan satu komunitas tersendiri. Di situ ada pembagian kasta: lebah ratu, pejantan, dan lebah pekerja. Lebah ratu boleh bermalas-malasan di sarang sepanjang hari. Tanpa harus payah bekerja, dia bisa menikmati madu dan serbuk sari yang dikumpulkan lebah pekerja. Dalam setiap kotak, ada satu lebah ratu yang berperan sebagai penguasa tunggal. Dalam komunitas serangga ini, lebah pekerja merupakan warga mayoritas. Namun, dalam hierarki "kekuasaan" mereka ada di bawah lebah jantan. Pada kegiatan sehari-hari, lebah jantan berperan bak supervisor yang menuntun lebah pekerja mencari bunga-bungaan. Lebih dari itu, hanya lebah jantan yang berhak mengawini lebah ratu. Kehadiran ratu baru dikukuhkan lewat perkawinan yang unik. Sang ratu terbang tinggi dan diuber oleh puluhan lebah jantan. Hanya seekor jantan yang berhasil mengawini sang ratu di udara. Namun, setelah perkawinan usai, sang pejantan langsung jatuh terkapar di tanah dan mati. Pangkal kematian itu sendiri masih gelap. "Hingga kini belum ada yang bisa menjawab fenomena aneh itu," ujar Dr. Jasmandt Situmorang, ahli serangga Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogya. Setelah dibuahi, sang ratu turun membentuk sebuah komunitas kecil dalam sebuah sarang. Di situ dia bermalas-malasan sambil terus bertelur. Cukup dengan sekali kawin, lebah ratu itu bisa bertelur tiap hari, hingga kematian datang pada umur 3-5 tahun. Di antara telur-telur itu lahir lebah baru, baik sebagai lebah pekerja, jantan, maupun calon ratu. Larva lebah yang menetas dari telur ratu dipisahkan dan dimasukkan ke dalam cawan plastik berisi madu atau sirop. Begitulah, dilakukan berulang, hingga terbentuk komunitas lebah yang besar. Dari sarang yang dihuni lebah pekerja belia, bisa diperoleh madu istimewa: royal jelly. Tapi tak sembarang bunga tanaman bisa memberikan madu dalam jumlah yang memadai. Bunga-bunga jagung, misalnya, seperti dituturkan Tarno, hanya bisa diharapkan memberikan makanan bagi lebah-lebah pekerja. Apa boleh buat, selama di ladang jagung itu lebah gembalaan Tarno perlu subsidi pangan, berbentuk larutan air gula pasir. Lebih celaka lagi jika tak ada bunga-bungaan sama sekali, lebah itu jadi bergantung sepenuhnya pada subsidi. "Untuk 1.200 kotak lebah itu diperlukan 1 ton gula pasir seminggu," tutur Aminah. Musim paceklik itu biasanya jatuh pada bulan April-Mei dan Oktober-Desember. Namun, jika pohon kelengkeng, rambutan, siwalan, randu, durian, atau kopi mulai berbunga, Aminah boleh tersenyum cerah. Itulah musim panen madu. Dia tinggal mengatur, komunitas lebah mana yang harus dikirim ke Pringsurat (Temanggung) atau Ambarawa untuk menuai madu kelengkeng. Atau kawanan mana yang dikinm ke Pati untuk menjemput madu randu. Di saat musim bunga itu, menurut Tarno, dari 200 kotak lebah bisa diperoleh 400 kg madu setiap 10 hari. Itu masih ditambah dengan 1,5 kg royal jelly dan beberapa kilo tepung sari. Royal jelly itu, menurut Aminah, laku dijual Rp 300 ribu/kg. Sedangkan butir-butir tepung sari Rp 30 ribu/kg. Namun, harga jual madunya bervariasi. Untuk madu kelengkeng dan rambutan, menurut Aminah, harganya Rp 750/kg, madu randu Rp 3.500/kg, madu karet Rp 2.500/kg, dan madu durian Rp 4.000/kg. Lebah cokelat Aphis mellifera, yang berasal dari daratan Eropa itu, tak hanya menguntungkan orang-orang seperti Aminah. Kehadirannya pun bermanfaat untuk membantu penyerbukan. Tingkat keberhasilan penyerbukan, konon, bisa meningkat 30-70% berkat ayunan kaki lebah itu. Nanik Ismiani dan Putut Tri Husodo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini