Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA puluh lima tahun silam dunia terkagum-kagum pada Taman Laut Banda, sedangkan kini mereka berpaling ke Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara. Keindahan Bunaken sungguh mempesona, sehingga Dr. Murray Newman membuat tiruannya di Vancouver, Kanada. Bagaikan sebuah miniatur, taman laut tiruan itu terletak di tengah-tengah teater akuarium, meninggi dari lantai sampai ke langit-langit. Di balik kaca akuarium terbuat dari akrilik jelas terlihat terumbu karang dalam berbagai bentuk dan warna. Dan di sela-sela karang, berenang-renang lebih dari 1.000 jenis ikan hias yang cantik menakjubkan. Makhluk air ini sebagian besar dibawa dari perairan Bunaken. Awal April lalu, akuarium yang diberi nama The Indonesia Coral Reef (Gugusan Karang Indonesia) itu dibuka resmi oleh Vancouver Public Aquarium Association dan Konsulat Indonesia di sana. Dibuat dalam waktu enam bulan, akuarium itu sekaligus dibuka untuk menghormati pendiri dan direktur Vancouver Public Aquarium Association, Dr. Murray Newman, yang segera pensiun. Direktur yang baru, John Nightingle, pada kesempatan itu tidak saja mempersilakan pengunjung menyaksikan keelokan Bunaken, tapi juga mempermasalahkan lingkungan taman laut itu, yang kini terancam. Hal itu diketahui ketika Dr. Newman dan timnya meneliti Bunaken dua tahun lalu. Saat itu, Newman menemukan karang-karang yang rusak dan mati. Menurut pengamatannya, kehancuran terumbu karang yang berusia ratusan tahun itu disebabkan oleh ulah nelayan pemburu ikan hias. Para nelayan selain orang Indonesia, juga warga Filipina menangkap ikan dengan menyebarkan sodium sianida yang bentuknya mirip bola pingpong. Racun kimia itulah yang mencemarkan habitat karang di Bunaken. Keadaan ini sangat rawan karena hal itu dilakukan oleh ribuan nelayan, dan tak ada yang mencegah mereka. ''Saya tidak tahu persis berapa jumlah nelayan Indonesia. Tapi nelayan Filipina saja ada sekitar 2.000 orang,'' kata Steve Robinson, Direktur International Marinelife Alliance. Meningkatnya frekuensi kegiatan nelayan erat kaitannya dengan bisnis ikan hias yang kini mengalami boom di Amerika Utara. Di kawasan ini banyak diperdagangkan ikan hias asal Indonesia dan Filipna. Omsetnya mencapai jutaan dolar. Harga ikan jenis majestic blueface angels, yang hanya hidup di laut antara Indonesia dan Filipina, mencapai US$ 40 per ekor. Laba yang besar telah mendorong nelayan untuk menangkap ikan secara gampang, cepat, dan murah, yakni dengan menebar sodium sianida. Setelah racun ini mencair, tak lama kemudian ikan-ikan pingsan dan sangat mudah dikumpulkan. Satu hal yang barangkali tak disadari nelayan, racun sianida ikut merusak dan mematikan karang-karang di dasar lautan. Bila terumbu karang terancam, ikan hias, udang, dan jenis ikan lainnya juga tidak lagi aman. Selain itu, terumbu karang merupakan kerangka kapur, terbentuk oleh koloni biota laut selama ini adalah barikade pantai yang tangguh terhadap gempuran ombak. Bila terumbu karang rusak, pantai gampang terkena abrasi. Di sisi lain, terumbu karang juga menampilkan pemandangan indah yang terlalu berharga untuk dibiarkan musnah. Di Taman Laut Bunaken, aneka karang warna-warni masih bisa ditemukan kendati sebagian sudah rusak. Ada yang seperti cakram, ada pula yang mirip pohon lengkap dengan cabang dan rantingnya. ''Bunaken adalah salah satu taman laut yang paling spektakuler,'' kata Newman. Ia memastikan bahwa keanekaan terumbu karang di Bunaken sangat kaya, dengan 4.000 jenis ikan tropika sebagai penghuninya. Newman menemukan kekayaan alam itu ketika ia bersama sebuah tim melakukan penelitian di sana. Aneka ragam bentuk karang itulah yang kemudian ditiru dan dipasang di Akuarium Vancouver. ''Kami tidak mengambil sepotong karang pun dari Bunaken, yang merupakan taman laut lindungan,'' ujar Newman. Aneka karang di Akuariuam Vancouver terbuat dari gips, yang warna dan ukurannya dibuat persis dengan karang asli di Bunaken. Untunglah masih ada yang peduli terhadap nasib Bunaken. Taman laut ini termasuk yang digarap oleh Natural Resources Management (NRM), sebuah proyek kerja sama antara Bapppenas dan USAID. Maret lalu NRM telah memulai upaya pelestarian dengan memasang sepuluh bui di laut. ''Bui-bui itu berfungsi untuk mengikatkan perahu para penyelam agar mereka tak lagi membuang jangkar di karang,'' kata Graham User, penasihat NRM. Tapi kerusakan karang akibat ulah nelayan tampaknya belum akan ditangani oleh NRM. Perhatian justru datang dari US Fish Wildlife Association. Menurut rencana, asosiasi ini akan mendesak pemerintah AS agar melarang impor ikan yang penangkapannya memakai sianida. Saat ini kampanye penangkapan ikan dengan jala giat dilancarkan di mana-mana, juga dalam acara pembukaan Akuarium Vancouver. Entah kapan kampanye serupa dilancarkan di Indonesia. Padahal kerusakan karang sudah lebih dulu menyebar di berbagai perairan negeri ini, jauh sebelum malapateka menimpa Bunaken. Ada 17 kawasan yang kondisi gugusan karangnya rusak berat, mulai dari Pulau Weh di Aceh sampai Teluk Cenderawasih di Irian Jaya. Menurut data Lembaga Oceanologi Indonesia, sekitar 46% terumbu karang telah rusak berat, 14% kritis, 33% bagus, dan hanya 7% yang kondisinya sangat bagus. Agaknya, tidaklah berlebihan bila ada negara maju yang menyatakan bahwa kerusakan terumbu karang di Indonesia termasuk yang paling parah di dunia. G. Sugrahetty Dyan K., Toeti Kakiailatu (Vancouver), dan Suhendro Boroma
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo