Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Dinosaurus Terakhir dari Jamursba

Penyu belimbing Papua terancam punah. Perlu lebih dari sekadar pantai aman agar hewan purba ini lestari.

11 Mei 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIANG di pantai Jamursba Medi hampir tanpa kehidupan. Angin laut terasa hangat berembus ke daratan, mendera pepohonan, membuat tubuh berpeluh. Tak ada perahu nelayan di laut. Pasir putih yang memanjang belasan kilometer di pantai utara Kabupaten Sorong, Papua Barat, ini tak ubahnya padang pasir, panasnya menyengat telapak kaki.

Sesaat setelah matahari tenggelam, pantai yang berjarak 160 kilometer sebelah timur Kota Sorong itu berangsur menunjukkan keelokannya. Guratan lembayung menggantikan sorotan matahari yang menyilaukan sepanjang hari. Hamparan bintang berjejalan hingga cakrawala. Langit pun terlihat sesak. Kawanan rusa yang sepanjang siang bersembunyi di hutan berlarian di pantai. Penyu bergantian merapat, merayap di atas pasir yang hangat, menggali lubang, dan menceploskan telur-telurnya.

Jamursba Medi adalah satu dari dua pantai di utara kawasan Kepala Burung yang paling sering disinggahi penyu. Satu pantai lagi adalah Warmon—masih di Kabupaten Sorong, 30 kilometer sebelah timur Jamursba. Hamparan pasir pantai yang hangat sepanjang 16 kilometer, jauh dari permukiman dan jarang sekali dijamah manusia, menjadi tempat ideal binatang purba itu buat menyimpan telurnya. Dari Jamursba, kampung terdekat adalah Sauseba, dua jam perjalanan berperahu motor.

Kedua pantai ini ditetapkan pemerintah Kabupaten Sorong menjadi Kawasan Konservasi Laut Daerah Abun. Bupati Stepanus Malak mengatakan, dalam Konferensi Kelautan Dunia yang digelar pekan ini di Manado, ia akan mendeklarasikan kembali penetapan kawasan tersebut. ”Meski sudah ditetapkan sejak 2005, deklarasi harus dilakukan untuk menarik perhatian dunia,” katanya. Ini bukan tanpa maksud. Ia berharap dengan deklarasi itu status kawasan akan meningkat menjadi taman nasional, hingga mendapat perhatian pemerintah pusat.

Penetapan Jamursba sebagai kawasan konservasi laut daerah merupakan sebuah terobosan. Ini yang pertama di Indonesia. ”Pengelolanya adalah Dinas Kelautan,” kata Linderd. Sayangnya, kekuatan hukumnya tak kukuh. Karena itu, Stepanus Malak berharap, penetapan kawasan konservasi diperkuat dengan keputusan menteri atau keputusan presiden.

Ke Jamursba banyak penyu berlabuh untuk bertelur. Menurut catatan World Wild Fund (WWF) Indonesia, sepanjang 2008, hampir 5.000 penyu mendarat di sana.

Di antara penyu itu, yang teristimewa—dan membuat Jamursba amat penting—adalah kehadiran penyu belimbing. Ini adalah spesies penyu terbesar dari tujuh jenis penyu yang tersebar di penjuru laut. ”Beratnya bisa mencapai setengah ton,” kata Koordinator Nasional Program Penyu WWF, Creusa Hitipeuw. Sebutan belimbing diberikan karena kulit punggungnya yang bergaris-garis menonjol menyerupai buah belimbing. Warnanya hitam dengan bercak putih. Berbeda dengan jenis lainnya, penyu belimbing tak memiliki cangkang atau kerapas di punggungnya.

Penyu belimbing paling adiguna di antara kerabatnya tak cuma karena ukurannya yang besar—sehingga dijuluki ”dinosaurus terakhir”. Rute migrasinya pun jauh: menjelajahi Samudra Pasifik. Berdasarkan hasil olahan sinyal transmiter—dipasangkan ke tubuh penyu—yang dipancarkan ke satelit, rute migrasi penyu ini dari Jamursba ke Filipina, Jepang, hingga pantai barat California, Amerika Serikat, lalu kembali ke Papua. ”Ini perjalanan penyu terjauh,” kata I Made Jaya Ratha, spesialis pemasang transmiter penyu dari Universitas Udayana, Denpasar.

Menurut Made Jaya, penyu belimbing mampu berenang cepat dan jauh karena bentuk tubuhnya aerodinamis dan siripnya lebar. Kecepatan renangnya mencapai 50 kilometer per jam. Punggungya yang lunak, tanpa cangkang membuat tubuh hewan ini tidak kaku sehingga bisa menyelam hingga kedalaman 1.000 meter. Penyu belimbing mencari makan di perairan tropis hingga lautan kawasan sub-kutub. Makanan utamanya adalah ubur-ubur dan cumi, karena rahangnya yang lunak tak bisa menyantap ikan atau hewan bertulang.

Penyu belimbing sebenarnya bertelur sepanjang tahun, tapi berbeda waktunya di tiap-tiap pantai karena faktor cuaca dan kondisi pasir. Di Jamursba, penyu ini mulai bertelur pada Mei. ”Puncaknya Juni hingga Agustus,” kata Creusa. Pada bulan-bulan lain, satu-dua ekor penyu belimbing bisa didapati sedang naik ke pantai Jamursba.

Karena ukuran tubuhnya besar, dengan panjang hingga dua meter, telur penyu belimbing berukuran sebesar bola biliar. Sedangkan telur penyu lainnya rata-rata sebesar bola tenis meja. Toh, penyu ini cuma adiguna di antara sesamanya.

Inilah penyu yang masuk daftar merah Serikat Internasional untuk Konservasi Sumber Daya Alam (IUCN). Artinya, hewan ini memiliki risiko kepunahan paling tinggi bila tak ada perlindungan khusus. Di kawasan Pasifik, yang merupakan jalur padat reptil ini, diperkirakan cuma sekitar 2.000 penyu belimbing yang tersisa. Padahal, dua dekade silam diperkirakan masih terdapat 30 ribuan penyu.

Banyak faktor yang menyebabkan susutnya jumlah penyu belimbing. Manusia merupakan ancaman terbesar, yaitu dengan mengambil telur, memakan dagingnya, dan aktivitasnya yang merusak pantai tempat bertelur sehingga telur penyu gagal menetas. Di tengah laut, penyu belimbing sering tersangkut di mata kail yang ditebar kapal penangkap ikan tuna. Pada dekade 1990, IUCN mencatat bahwa ada sekitar 1.500 penyu belimbing betina yang tersangkut di jaring ikan. ”Sayangnya, penyu yang tersangkut tidak dikembalikan,” kata Creusa Hitipeuw.

Karena itu, di Jamursba, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Dinas Kelautan dan Perikanan bersama WWF melakukan pendekatan terhadap warga pemegang hak ulayat yang pantainya menjadi tempat bertelur supaya tidak mengganggu penyu. Bahkan, ada warga yang dilatih untuk menjaga dan mengawasi telur penyu. ”Semua tanah di sini milik ulayat, dan hanya dengan mengajak warga misi penyelamatan penyu bisa berhasil,” kata Linderd Rouw, Kepala Seksi Konservasi Pesisir Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sorong.

Tak cukup dengan memastikan keamanan pantai tempat penyu bertelur dan perairan di sekitarnya, usaha konservasi juga meliputi kawasan tempat penyu mencari makan. Sebab, penyu merupakan penjelajah samudra. Karena itu sejak 2003 puluhan penyu belimbing di Jamursba dan Warmon telah dipasangi transmiter untuk melacak jalur migrasi dan tempat mencari makan. ”Peta perjalanan penyu menjadi dasar penetapan kawasan yang harus dilindungi sebagai sarang atau lokasi penyu mencari makan,” kata Made Jaya.

Adek Media, Jamursba Medi (Sorong)

Profil Penyu Belimbing
(Dermochelys coriacea)

  • Status: Terancam punah
  • Panjang lengkung punggung:
  • 1,2—2,4 meter
  • Makanan: Ubur-ubur dan cumi
  • Jumlah telur: Sekitar 80. Dalam satu musim bertelur hingga lima kali
  • Kemampuan menyelam: Hingga kedalaman 1.000 meter
  • Daya tahan tekanan: 1.500 psi
  • Perkiraan masa hidup: 100 tahun
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus