Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Deforestasi akibat pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) menciptakan habitat baru bagi nyamuk Anopheles.
Studi mengungkap naiknya risiko penularan malaria di wilayah IKN, terutama di wilayah yang berbatasan dengan Penajam Paser Utara.
Peningkatan risiko ini sudah terjadi di Sabah, Malaysia, utara IKN, dengan kemunculan malaria Plasmodium knowlesi.
ALIH fungsi lahan akibat deforestasi (pembabatan hutan) yang dilakukan untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, menjadi salah satu pemicu utama penularan penyakit yang dibawa oleh nyamuk, seperti malaria. Aktivitas ini menciptakan habitat baru bagi nyamuk serta mengubah perilaku, penyebaran, ataupun komposisi spesies mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Publikasi terbaru kami dalam jurnal Nature Communications yang dipublikasikan pada 5 Desember 2024 dengan tajuk "Mitigating risks of malaria and other vector-borne diseases in the new capital city of Indonesia" mengungkapkan adanya risiko penularan malaria di wilayah IKN, terutama di wilayah yang berbatasan dengan Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peningkatan risiko ini sudah terjadi di kawasan tetangga, yakni Sabah, Malaysia—yang berlokasi di sebelah utara IKN—dengan kemunculan malaria Plasmodium knowlesi.
Plasmodium knowlesi merupakan jenis malaria yang ditularkan dari kera ekor panjang atau kera ekor babi ke manusia melalui gigitan nyamuk. Masifnya pembabatan hutan di Sabah meningkatkan interaksi antara manusia, kera, dan nyamuk pembawa infeksi malaria di kawasan itu.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) World Malaria Report 2024 dan berbagai penelitian menunjukkan peningkatan jumlah kasus infeksi Plasmodium knowlesi pada manusia di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Pekerja hutan dan penduduk yang tinggal dekat kawasan hutan menjadi kelompok paling rentan terhadap penyakit ini.
Penularan malaria di IKN dan sekitarnya
Pengendalian malaria di Kalimantan Timur menunjukkan kemajuan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, kasus malaria di Penajam Paser Utara—wilayah penyumbang angka kasus tertinggi di Kalimantan Timur—turun dari 1.321 kasus pada 2023 menjadi 588 kasus pada 2024.
Meski begitu, kasus infeksi malaria lokal masih ditemui. Investigasi kami menunjukkan penularan malaria di Kalimantan Timur disebabkan oleh aktivitas penebangan pada malam hari, rehabilitasi daerah aliran sungai, dan pekerja migran yang datang dari daerah endemis malaria.
Proyek pembangunan Masjid Negara Ibu Kota Nusantara, di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 26 Februari 2025. Antara/M Risyal Hidayat
Dengan berlanjutnya pembangunan IKN, risiko ini dapat meningkat. Proyek jangka panjang ini akan berdampak besar terhadap jaringan perjalanan dan perdagangan di kawasan sekitar, termasuk kepindahan aparatur sipil negara (ASN) serta penduduk lain yang sebelumnya tidak pernah terpapar malaria.
Pada Mei 2024, muncul satu kasus infeksi malaria Plasmodium knowlesi di sekitar IKN yang dikonfirmasi lewat pemeriksaan reaksi berantai polimerase (PCR). Infeksi ini bisa menyebabkan gejala parasitemia ringan (sakit kepala, nyeri otot, dan demam) hingga kematian. Karena itu, diperlukan pengawasan lanjutan terhadap bahaya Plasmodium knowlesi, termasuk patogen zoonosis lain.
Berdasarkan pengamatan lapangan, aktivitas konstruksi dapat menciptakan habitat baru bagi nyamuk, seperti genangan air yang terbentuk akibat operasi proyek, alat berat, kayu tumbang, pembukaan lahan baru, dan banyak aktivitas lain.
Berbagai jenis badan air juga terbukti menjadi tempat berkembang biak larva nyamuk Anopheles betina (pembawa parasit malaria).
Pentingnya pengendalian malaria
Untuk mencegah risiko penularan malaria, pemerintah pusat bersama pemerintah daerah perlu mengendalikan penyakit lewat sejumlah cara berikut ini.
Pekerja IKN menjalani pemeriksaan untuk mendeteksi penularan penyakit malaria di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur. Antara/HO-Tim Komunikasi OIKN
1. Skrining malaria rutin
Pemerintah perlu bekerja sama dengan perusahaan yang terlibat dalam proyek pembangunan IKN dalam melakukan pemeriksaan kesehatan massal, misalnya tes malaria rutin sebanyak dua minggu sekali bagi para pekerja migran yang keluar-masuk kawasan proyek. Meski begitu, skrining di luar proyek IKN ada kemungkinan akan menghadapi tantangan karena beberapa personel di luar proyek tidak terdokumentasi.
Pemerintah daerah perlu mengaktifkan pos malaria hutan (posmalhut) di pintu-pintu masuk hutan untuk memeriksa dan mengobati infeksi malaria pada pekerja hutan.
2. Identifikasi lingkungan berisiko tinggi malaria
Pada 2023, WHO memperkirakan ada 1 juta kasus malaria di Indonesia. Metode diagnostik dan pemantauan yang digunakan kerap tidak dapat mendeteksi sebagian besar individu yang terinfeksi malaria sehingga mereka tak terobati serta penularan terus berlanjut. Kelompok yang paling sulit dipantau, yaitu pekerja migran, pekerja hutan, dan penduduk asli, yang sering berpindah-pindah.
Pemerintah perlu segera mengidentifikasi area mana saja yang berisiko tinggi terjadi penularan malaria. Hal ini berguna untuk menargetkan pengendalian penularan dan meminimalkan risiko penyakit akibat pembangunan pada masa mendatang.
3. Distribusi dan pemantauan kelambu berinsektisida
Pemerintah perlu memberikan bantuan berupa kelambu berinsektisida bagi kelompok berisiko tinggi, seperti ibu hamil, pekerja migran, penebang hutan, penyadap karet, pekerja rehabilitasi daerah aliran sungai, dan populasi lain yang bekerja serta bermalam di hutan.
Berdasarkan laporan WHO, penggunaan kelambu berinsektisida berhasil mengurangi angka kematian akibat malaria sebanyak 50 persen di Afrika. Dalam rekomendasi terbarunya, WHO menganjurkan penggunaan kelambu berinsektisida piretroid-klorfenapir ataupun piretroid-piriproksifen yang efektif membunuh nyamuk.
4. Pengendalian nyamuk
Pengendalian nyamuk dilakukan untuk menekan populasi nyamuk dewasa dan memutus rantai penularan malaria. Hal ini bisa dilakukan lewat penyemprotan insektisida di dalam ruangan yang diduga menjadi tempat beristirahat nyamuk, seperti mes atau kontrakan pekerja konstruksi.
Selain itu, lakukan pengelolaan sumber jentik nyamuk di wilayah IKN pada lokasi dan waktu yang tepat. Upaya ini meliputi modifikasi dan manipulasi habitat jentik nyamuk serta larvasida.
5. Penelitian lanjutan soal dinamika malaria
Diperlukan penelitian lanjutan untuk menilai dinamika terkini risiko penularan malaria (terutama Plasmodium knowlesi) serta penyakit menular vektor lain. Riset sebelumnya menunjukkan terdapat sekitar 57 persen misklasifikasi kasus Plasmodium knowlesi sebagai Plasmodium malariae ketika menggunakan metode pemeriksaan standar mikroskopis.
Karena itu, riset epidemiologi dengan pendekatan molekuler (PCR) dan serologi (deteksi level antibodi sebagai riwayat infeksi) berpotensi besar untuk meningkatkan pemahaman terkait dengan beban penularan yang sebenarnya.
Hasil penelitian akan membantu merumuskan cara terbaik mengurangi risiko penularan malaria yang bersinggungan dengan perubahan alam yang masif, penyebaran vektor dan satwa liar, serta faktor risiko lain yang berhubungan dengan mobilitas, kekebalan, dan akses layanan kesehatan.
Pengumpulan data epidemiologi berkualitas tinggi tidak hanya berkontribusi mengendalikan penyakit, tapi juga memperbaiki rencana pembangunan, dilengkapi strategi mitigasi risiko yang mungkin muncul.
Mitigasi
Pembangunan ekonomi dan perluasan infrastruktur ada kemungkinan berpotensi meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan berkualitas serta status sosial ekonomi penghuni IKN dan penduduk sekitar. Namun diperlukan kajian mendalam agar pembangunan berkelanjutan dapat mendukung berbagai tujuan konservasi, ekonomi, dan kesehatan.
Pemerintah perlu segera membangun sistem dan kebijakan pemantauan guna memitigasi risiko penularan malaria ataupun berbagai penyakit tular vektor dan zoonosis di wilayah yang mengalami perubahan lingkungan secara luas. Saat ini pemerintah perlu segera melakukan tindakan pengendalian yang terukur dan berdampak guna mencegah meluasnya penularan malaria.
Dengan potensi dampak pembangunan IKN yang meluas ke seluruh Kalimantan, diperlukan kolaborasi lintas batas dan pendekatan multidisiplin untuk memantau perubahan kesehatan, sosial, serta ekologi. ●